Gara-gara Parfum
Ziva membawa keranjang berisi setumpuk pakaian yang sudah disetrika dan dilipat rapi menuju ke lantai atas.
Hari ini ia mengerjakan tugasnya dengan penuh semangat. Entah apa yang membuatnya menjadi sesemangat itu. Yang jelas hatinya diisi dengan keceriaan yang dia sendiri tidak tahu apa alasannya.
Sejak pagi tadi, Ziva tampak sangat ceria. Dengan langkah lebar ia memasuki kamar Prity dan meletakkan keranjang ke lantai, lalu menyusun baju setrikaan ke lemari. Saat ia menoleh untuk mengambil tumpukan pakaian ke dua kalinya, ia terkejut melihat susunan pakaian di keranjang sduah berantakan. Beberapa helai pakaian berhamburan keluar dari keranjang.
Ziva mendapati Afiqa melompat-lompat sambil berlari kesana kemari membawa sehelai baju tidur milik Priy yang di ujung lengannya ada rendanya. Bocah itu memegangi renda sambil berteriak kegirangan seperti main layang-layang.
Seingat Ziva, pakaian tidur yang ada rendanya itu sudah dia susun di lipatan agak bawah. Afiqa menarik baju itu begitu saja hingga yang di atasnya berhamburan tak tentu arah.
“Afiqa! Balikin bajunya!” pinta Ziva dengan gigi menggemeletuk namun bibirnya tersenyum lebar. Ia berusaha menampilkan ekspresi sebaik mungkin meski giginya mengerat.
Afiqa tidak menghiraukan ucapan Ziva. Ia terus berlari kesana kemari sambil tertawa girang.
Nih bocah nggak tau apa ya aku ngerjain pekerjaan ini setengah mati. Dia enak aja main tarik baju sampai jadi berantakan begini. Ya Tuhan, beri aku kesabaran. Jangan sampai aku menggunduli kepala bocah tengil itu. Astaga. Ziva menggeram dalam hati. Jika bukan anak majikan, pasti Ziva sudah menjambak dan mencubit bocah itu.
“Lho… Ini kenapa ada baju berantakan begini di kamar saya?” Prity masuk ke kamar membuat Ziva terperanjat kaget.
Gawat! Bisa berabe kalau aku diomelin. Belum kelar urusan dengan tuyul kecil, emaknya udah nongol. Batin Ziva gugup.
“Afiqa menarik baju pada lipatan yang udah saya susun, jadinya berantakan begini,” jelas Ziva.
“Ya udahlah, buruan kamu susun ke lemari. Yang berantakan itu dilipat lagi saja. Trus susunannya jangan sampai berantakan, perhatiin dimana tarok pakaian yang seharusnya. Untuk baju-baju yang bermodel keren, gantung aja di kamar sebelah. Tau kan kamar tempat baju-baju saya?”
Ziva mengangguk lalu melanjutkan pekerjaannya. Setelah selesai dengan pekerjaannya itu, ia kemudian menuju ke kamar sebelah, tepat dimana ruangan dipenuhi pakaian milik Prity yang tergantung rapi. Wow… Mirip seperti toko baju. Bahkan toko baju pun kalah. Ada banyak lemari kaca yang menampilkan susunan pakaian tergantung rapi di dalamnya. Harga lemari kacanya saja sudah mahal, ditambah isinya yang juga mahal.
Setelah itu Ziva menuju ke kamar Ammar menyusun pakaian di lemari. Tidak banyak pakaian pria itu. Hanya ada satu lemari enam pintu. Dua pintu diisi pakaian yang dilipat rapi, dua pintu lainnya diisi pakaian yang menggantung di hanger.
Selesai dengan pekerjaannya, pandangan Ziva kini tertuju ke beberapa parfum yang tersusun di tempatnya. Ziva tersenyum menatap parfum yang merknya sama persis dengan yang dia miliki dulu, namun sekarang dia hanya memiliki botolnya doang. Ternyata selera Ammar sama dengan Ziva. Parfum itu aromanya halus dan segar, bisa untuk pria dan wanita.
Ziva menyemprotkan parfum tersebut beberapa kali ke tubuhnya. Dengan begitu, aroma wangi yang sama akan tetap tercium dari tubuhnya saat ia berada di kampus nanti.
