Ciuman Hangat Tuan Muda
“Aw! Sakit!” pekik Ziva saat tangan kokoh Ammar menyentuh bagian yang sakit.
“Kamu terkilir.”
“Iya, aku tau.”
Ammar mendekatkan tubuhnya ke tubuh Ziva, kedua tangannya mulai memegangi pergelangan kaki gadis itu.
Untuk sesaat Ziva tertegun menatap tuan mudanya di jarak yang sangat dekat sekali. Bahkan ia mencium aroma tubuh Ammar dengan sempurna. Pria itu memiliki garis wajah khas yang tidak dimiliki manusia lain.
“Aaaaakh…” Ziva berteriak sangat keras saat kakinya seperti dipelintir, nyerinya sampai ke ubun-ubun. Ia melihat Ammar sedang meobrak-abrik kakinya, entah apa yang dilakukan pria itu terhadap kakinya. Yang jelas pria itu sedang melakukan aksi pijit. “Tuan muda, Anda mau membunuh saya namanya ini. Apa salah saya. Ya Tuhan, saya belum mau mati. Ampuuuuuun….”
“Sakitnya hanya sebentar!” Ammar meluruskan kaki Ziva.
Ziva terdiam. Ia sedikit menggerak-gerakkan kakinya. Dan benar, kakinya sudah tidak sakit lagi. Namun detik berikutnya ia membelalak saat merasakan sesuatu yang cair dan hangat menempel di dahinya. Jantungnya berpacu cepat saat sadar ternyata kini dahinya itu sudah menempel di leher Ammar dan cairan itu adalah perpaduan antara keringatnya dan keringat Ammar. Satu tangannya mencengkeram erat baju punggung Ammar, tangan lainnya mencengkeram lengan kokoh Ammar. Ziva sampai tidak tahu saat tadi tubuhnya tanpa sadar maju dan memeluk Ammar akibat menahan rasa sakit yang luar biasa ketika Ammar memijit kakinya.
Ya nenek ya kakek, bagaimana caranya aku melepaskan posisi ini? Andai Mamanya memergokinya di posisi itu, pasti ia akan mendapat ceramah bernuansa religius sepwrti petuah bijak tokoh zalfa pada arkhan sepanjang novel Salah Nikah. Ampuni aku Tuhan, yang telah menempel semaunya di badan cowok ini. Ziva malu bukan main. Anehnya, Ammar hanya diam saja dan tidak melakukan apapun.
Ziva kemudian memundurkan tubuhnya dan perlahan mengangkat wajah menatap Ammar yang wajahnya berada sangat dekat dengan wajahnya.
“Maaf, Tuan Muda. Nggak sengaja. Abisnya sakit banget. Biasanya saya kalo kesakitan tuh meluk Mama. Sungguh, tadi tuh nggak sadar.” Muka Ziva memerah saat mengatakan hal itu.
Ammar diam saja, sorot matanya tertuju ke mata Ziva tanpa sepatah kata. Ziva bingung melihat Ammar yang selalu saja menatapnya dengan tatapan seaneh itu.
Deg!
Jantung Ziva seakan berhenti berdetak saat merasakan sentuhan hangat di bibirnya. Ammar melakukan tindakan diluar dugaan. Pria itu menciumnya?
Bibir itu.. lembut dan hangat.
Hentikaaaan…! Ini nggak bener. Ziva menjerit dalam hati. Ia ingin mendorong dada Ammar, tapi tubuh Ziva sama sekali tak bergerak, organ tubuhnya mendadak kaku. Ia diam saja dan membiarkan semuanya berlalu cukup lama. Sementara kejadian terus berlalu, kepalanya dipenuhi dengan pesan ibunya yang mengatakan agar ia harus menjaga kehormatannya sebagai wanita.
Ammar memundurkan wajah. Kemudian berpaling saat tiba-tiba mukanya memanas, salah tingkah. Ia bangkit berdiri dan berkata, “Masuklah. Hari sudah sore.”
Ammar berjalan meninggalkan lapangan menuju ke pintu masuk. Ia melengos saja saat berpapasan dengan Aisa di ambang pintu. Melihat gelagat Aisa yang menunduk dan kebingungan, Ammar yakin Aisa melihat peristiwa di lapangan badminton tadi.
Ammar menuju ke kamarnya dengan langkah lebar. Ia tidak memperdulikan Afiqa yang berteriak memanggilnya minta ditemani nonton saat melintasi ruangan keluarga. Ammar menutup pintu kamar dan menggeleng-gelengkan kepala sambil menarik sudut bibirnya mengenang kejadian di lapangan tadi.
Di sisi lain, Ziva masih terdiam di lapangan sembari menggigit bibir. Ia tidak tahu apa yang ada di dalam pikiran Tuan Mudanya sampai-sampai pria itu menciumnya. Sensasi itu tidak pernah ia rasakan dan terasa menggelora saat terjadi dengan Ammar. Ia tahu itu adalah sebuah kesalahan, tapi kenapa ia menyukainya?
Sampai detik ini Ziva masih tidak percaya dengan apa yang telah Ammar lakukan. Berkali-kali ia menggelengkan kepala untuk membuang bayangan yang barusan terjadi. Tapi wajah Ammar yang berada sangat dekat dengan wajahnya terus membayang.
“Iiiih… Begok. Kenapa tadi aku diem aja? Kenapa aku nggak nolak aja?” Ziva menyesalinya. Ia berdiri sambil menggerak-gerakkan kaki, Ammar sangat ahli menyembuhkan kaki terkilir. Kini ia berjalan dengan sempurna tanpa harus merasa cidera.
***
