Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Malu saat Kepergok

Ziva meletakkan parfum ke asalnya.  Mendadak senyum Ziva lenyap seketika saat pandangannya tertuju ke cermin di depan mukanya dan ia melihat sosok pria di dalam pantulan cermin tersebut.  

Waduh… Sejak kapan Ammar ada di belakangnya?  Apakah pria itu memperhatikannya sejak tadi?  Apa komentar Ammar jika tahu Ziva main semprot parfum seenak jidatnya?  Ziva menggigit bibir, tidak berani menoleh.  Mukanya memanas dan bingung.

Pelan tangannya menjulur ke bawah mengambil keranjang yang ia letakkan di dekat kakinya, lalu berjalan menuju pintu untuk segera keluar.

“Ziva, tunggu!”

Mampos!  Malu malu malu!  Ziva memejamkan mata sebentar untuk mengatur nafas.  Kemudian membalikkan tubuh delapan puluh derajat hingga kini berhadapan dengan Ammar yang sudah berdiri di dekatnya.

Ziva membeku di tempat menatap Ammar yang hanya mengenakan handuk membelit pinggang pria itu.  Tubuh sick pack yang ada di hadapannya tak lantas membuat Ziva bersedia untuk memperhatikannya.  Ia lebih memilih menatap wajah Ammar saja, jangan yang lain.  Tetes-tetes air dari rambut membasahi pelipis pria itu.  Aroma sabun dan sampo menyeruak ke rongga pernafasan Ziva.

“Ambilah!” Ammar menyerahkan botol parfum kepada Ziva.

Eaaaa.... berarti bener dong aku kepergok ketika sedang menyemprot-nyemprot tadi.  Suer, malu banget aku.  Ini muka mau ditarok mana?  Ziva membatin dengan muka memerah.  Namun tangannya tetap menjulur maju menerima botol yang ditawarkan.  Rugi kalau tidak diterima.  Saat ini ia butuh barang-barang mahal tapi free.  

“Makasih,” ucap Ziva kemudian lari ngacir keluar kamar.  Untung saja Ammar tidak menghentikan langkahnya lagi.  

Ziva menuju  kamar mengambil tas lalu bergegas keluar rumah.  Ia langsung masuk ke taksi online yang sudah menunggu.  Uang yang diberikan Ibunya masih cukup untuk biaya pulang pergi ke kampus minimal naik taksi online.  Ia tidak mempergunakan uang itu untuk membeli pakaian, bedak, sabun, parfum atau barang-barang mahal seperti yang ia butuhkan dulu.  Sekarang ia hanya memakai sampo sachet seribuan dan sabun tiga ribuan demi berhemat supaya bisa naik taksi online.  Mana mungkin ia membiarkan dirinya naik angkot atau ojek, reputasinya tentu bisa jatuh.

Satu hal yang membuatnya merasa tidak nyaman adalah tatapan mata teman-teman kampusnya yang penuh selidik saat menanyai dimana mobil yang selama ini ia gunakan untuk pergi ke kampus hingga kini taksi online menggantikan mobil pribadinya?  Ia hanya bisa menjawab mobilnya sedang di bengkel.  Lalu sampai kapan mobilnya terus berada di bengkel?  Entah sampai kapan ia sanggup menutupi kenyataan.

Mungkin ibunya akan menegurnya bila tahu ia menutupi kenyataan di hadapan teman-temannya, namun ia masih belum bisa melepas gengsi.  Bukan hanya tidak berbaju saja yang membuatnya malu, tapi jatuh miskin juga menjadi salah satu alasan untuknya merasa malu.  Ziva bahkan tidak mau menjual barang-barang elit miliknya, seperti ponsel, laptop, sederet sandal mahal, tas-tas cantik, serta barang-barang lainnya.  Ia tetap memepertahankan barang-barangnya itu demi menjaga penampilan supaya tetap terlihat elit meski sesungguhnya sudah menyandang status miskin.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel