Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

A cup of tea for dad,3

Utamakan komen.

Sinar matahari mulai menampakkan wujud menyinari bumi dengan sangat indah dan hangat. Bahkan hari ini langitnya begitu cerah dan menawan.

Begitu juga dengan gambaran SMA Galaksi yang tidak terkendali ketika bel pulang telah berbunyi. Banyak suara klakson motor dan langkah kaki murid menuju gerbang sekolah

Tin... tin...

Bunyi klakson motor milik seorang cowok hampir saja menabrak siswi lain yang hendak lewat.

"Awas!" seseorang menariknya dari kejauhan dan membuat jarak sekitar 1 meter dari cowok itu.

Kedua manik mata, alis yang melengkung dan pikiran mereka mulai hanyut sampai tidak mempedulikan di mana posisi mereka berdiri saat ini.

"Ven, tungguin gue!" Leon memanggil dari kejauhan membuat Ven tersadar dari lamunannya.

"Kamu gak apa-apa kan?" tanya Ven khawatir kepada cewek tersebut.

"Engga kok, gue gak pa pa. Thanks udah nolongin gue tadi, " balas cewek itu agak gugup dan sedikit salah tingkah.

"Iya" ucap Ven singkat dan cewek itu mulai mencuri perhatian ketika Ven mengalihkan pandangannya.

"Mau pulang?" tanya cewek tersebut memulai topik.

"Iya"

"Kok masih disini?"

"Gerbangnya padat" ucap Ven melihat gerbang yang penuh dengan sepeda motor dan juga langkah kaki murid.

Setelah Leon berhasil menghampiri Ven sebuah pukulan mendarat sempurna di bahu temannya.

"Woiii lo tuli ya, gue panggil dari tadi juga!" Leon memegang bahu Ven sambil mengatur nafas yang tersendat-sendat.

"Jangan pingsan Leon aku gak mau gendong kamu. Berat?" Ven memandang Leon lekat.

"Lo mau gue tabok lagi hah?" Leon kesal mendapati Ven hanya cengar-cengir di tempatnya berdiri bersama cewek tersebut yang hanya bisa menahan tawa.

"Ini buat lo, gue gak peduli pokoknya lo nerima ini titik!" Leon maksa agar temannya menerima bekal tadi siang tanpa melirik cewek di samping Ven.

"Buat apa?" tanya Ven polos.

"Hahaha, pertanyaan yang gak perlu gue jawab. Menurut lo?" bentak Leon di akhir kalimat.

"Aku gak mau!" tolak Ven.

"Apa?"

"Aku gak mau Leon kamu tuli ya?" ujar Ven menirukan ucapan Leon.

"Untung lo teman gue kalau engga?" geram Leon mulai menyadari cewek yang telah memberikan bekal sedang berdiri di samping Ven saat ini.

"Bodoamat!" Ven memasang muka kesal.

"Lo kok di sini?" tanya Leon kepada gadis di sebelah Ven dan menghiraukan perkataan temannya.

"Tadi Ven nolongin gue " ucap Keizya siswi XI IPS 2 yang sering memberikan bekal ke Ven melalui Leon.

"Leon pokoknya aku gak mau menerima bekal darimu. Kamu bilang bekal ini dari siswa lain untukku kan, terus kalau nanti dia minta uang atau yang macam-macam gimana. Kamu mau tanggung jawab kalau nanti aku kenapa-kenapa?" Ven dengan pikiran konyol.

"Hai, emangnya siapa yang mau meracuni mu? PD amat lo, " ujar Leon.

Belum sempat menjawab pertanyaan dari Leon, Ven langsung pergi menaiki bus ketika lewat di gerbang sekolah.

Keizya hanya melihat Ven menaiki bus dengan tatapan murung karena bekal buatannya di tolak. Sebelum pergi Leon menatap cewek itu ingin mengatakan sesuatu.

"Lo harus menjelaskan ini semua ke Ven, akuin kalau lo suka sama dia. Kalau engga nanti lo nyesel sendiri!" Leon menyarankan sebuah ide kepada Keizya dan cewek itu langsung memikirkan ide tersebut.

∆∆∆

Sebuah mobil Avanza terparkir di depan halaman ketika Ven memasuki gerbang rumah dan terlihat sosok pria paruh baya sedang turun dari mobil tersebut. Ven pun menghampiri dengan girang sambil berlari kecil.

"Ayah...?" ucap Ven meminta salam kepada ayahnya setelah pulang dari sekolah.

Pria itu tanpa basa-basi langsung meninggalkan tempat tanpa menjabat tangan Ven bahkan melihatnya pun juga tidak. Ven diam melihat ayahnya bersikap tak peduli padanya. "Sampai kapan ayah nyuekin aku kayak gini?" batin Ven.

Seorang cewek turun dari mobil dan mulai melangkahkan kaki ke dalam rumah dengan anggun dan elegan. Di sisi lain Ven sampai di depan pintu rumahnya.

"Bruk... aaww... lo punya mata gak sih?" omelnya kasar sambil mengelus tangan kanannya.

"Punya, ini mataku?" Ven menunjukkan kedua matanya.

"Terus gue harus peduli gitu, minggir!" usir cewek itu yang tak lain adalah Luna-adik tirinya.

"Pintunya masih luas?" ucap Ven acuh tak acuh.

"Gue mau lewat situ, minggir lo!" ujar Luna keras kepala.

Ven mengalah dan menepi dari pintu tanpa mengucapkan satu kata pun. Luna langsung masuk setelah menyenggol bahu milik Ven.

"Cara mempersulit hidup!" ucap Ven pelan dan mulai melangkah memasuki rumahnya.

~~~~~~~

Luna

Adik tiri Ven yang suka mencari masalah saat di rumah. Egois dan tidak suka melihat kebahagiaan orang lain di atas penderitaannya.

∆∆∆

Kenapa harus macet?...Sambil merasa kesal dan mulai membentur-benturkan dahi ke stir mobil. Kemudian cowok itu merogoh saku celana mengambil ponsel untuk melihat jam.

"Alamak, " tatapannya mengarah ke depan. "Gue gak bisa kayak gini terus?" dia mulai mengambil barang pribadi dan turun mencari alternatif lain, meninggalkan mobil tanpa pemiliknya.

"Pak... minta tolong urusin mobil gue, tadi macet terus gue tinggal begitu saja di jalan. Lokasinya gue sharelock!" Bintang langsung mematikan ponsel dan berjalan di keramaian.

Tolong...copet... woiiii berhenti... teriak beberapa warga yang sedang mengejar pencopet dengan tergesa-gesa.

Bintang yang sedang berjalan dengan santai di kejutkan dengan seseorang yang melempar sebuah tas ke arahnya, reflek Bintang pun mengambilnya.

"Hai Pak, tas nya jatuh?" teriak Bintang memanggil bapak yang tadi tapi tidak mendapatkan respon.

Kemudian beberapa warga meneriaki dan memukul dengan alasan yang tidak logis. Bintang pun mencoba untuk bicara dan mencari tahu penyebabnya tapi mereka menghiraukan perkataannya.

"Berhenti, tolong hentikan. Jangan main hakim sendiri kita serahkan saja ke polisi!?" ucap salah satu warga tersebut.

"Apa polisi?" Bintang menatap mereka dengan marah. "Waahhh seharusnya kalian yang gue raporin ke polisi atas tindakan penganiayaan. Kalian gak tahu siapa gue hah?!" ucap Bintang dengan pakaian berantakan akibat di keroyok warga.

"Iya kita tahu siapa kamu. Kamu adalah seorang pencopet!" ujar salah satu dari mereka dan Bintang pun kaget buat main.

"Whaattt... ganteng kayak gini di bilang copet. Kalian gak liat apa penampilan gue dari atas sampai bawah. Gue gak terima di bilang seorang pencopet?!" kesal Bintang melipat lengan kaos membentuk sebuah gulungan ke atas berniat membuktikan jika dirinya bukan pencopet.

Lalu pemilik tas datang dan menjelaskan kepada warga yang sudah salah paham terhadap cowok tersebut. Cewek tersebut pun mencoba untuk memperbaiki situasi yang sudah tidak kondusif.

"Bukan dia pencopetnya, tadi dia pakai kaos warna hitam!" jelas cewek tersebut kepada para warga.

Setelah mengetahui yang sebenarnya mereka pun meminta maaf atas perbuatannya dan meninggalkan tempat tersebut.

"Maaf, anda gak pa pa kan?" tanya cewek tersebut kepada Bintang yang sedang merapikan pakaiannya.

"Menurut lo?" jawab Bintang ketus.

"Masih marah gue juga udah minta maaf?!" jelasnya merasa bersalah.

"Lain kali hati-hati, jangan karena kecerobohan lo orang lain yang kena musibahnya, " ujar Bintang langsung pergi meninggalkan cewek itu sendirian.

Cewek tersebut hanya bisa memperhatikan punggung Bintang dari kejauhan."Gue gak ceroboh, cuma pencopetnya aja yang pintar?!"

∆∆∆

Sesampainya Bintang di rumah dia di kejutkan dengan Bi Situ yang sedang merapikan tanaman di teras.

"Mas Bintang kenapa kok bajunya berantakan gitu?" Bi Situ bertanya ketika melihat majikannya berpenampilan kacau sambil memegang pisau pemotong rumput di tangannya.

"Habis di terkam harimau, " jawab Bintang asal lalu melangkahkan kaki ke dalam rumah.

"Mas Bintang ada-ada saja. Kalau di terkam harimau gak bakalan ada di sini mas, " ujar Bi Situ.

∆∆∆

Ven yang ingin menemui ayah-nya di ruang kerja harus berpapasan dengan Luna.

"Mau kemana lo?" tanya Luna angkuh.

"Menemui ayah!" jawab Ven segera pergi karena tidak mau membuat masalah dengan Luna.

"Ayah, tunggu maksud lo papa gue gitu. Emang dia mau ketemu sama lo, lihat muka lo aja gak sudi?" balas Luna sadis menatap punggung Ven.

"Kamu cuma anak tiri engga lebih jadi jangan berharap untuk mengambil ayahku untukmu!" balas Ven tidak mau kalah dan bergegas ke ruang kerja ayahnya.

Luna menatap kepergian Ven dengan senyum licik yang menggambarkan sesuatu.

Di perjalanan menemui ayah-nya Ven berpapasan dengan Bintang dan bertanya apa yang sudah terjadi kepada kakaknya.

"Kak Bintang?" panggil Ven menghampiri Bintang.

Bintang langsung menghentikan langkah kaki setelah mendengar panggilan dari Ven.

"Kakak?" Ven melihat pakaian Bintang dari atas sampai bawah sebanyak 2 kali.

"Udah selesai ngelihatinnya?" tanya Bintang ke Ven dengan tatapan melotot.

Ven mencoba menahan tawa dengan menempelkan telapak tangan ke mulut.

"Kakak berantem kan, sama siapa trus di mana? Kakak kuliah itu buat belajar bukan berantem. Ini malah?" tebak Ven ketika melihat pakaian Bintang yang kotor dan juga berantakan sambil menggelengkan kepala.

"Dhek, kakak gak berantem?" perjelas Bintang bersabar.

"Terus apa coba berkelahi gitu?".

"Di kroyok!" ucap Bintang dengan cepat dan Ven kaget.

"Apa kok bisa, gimana ceritanya kak?" ujar Ven penasaran ingin mendengar cerita dari kakaknya.

Setelah kurang lebih 10 menit Bintang menceritakan insiden tersebut Ven sama sekali tidak bisa menahan tawa. Bagi Ven itu sangat unik dan juga langka. Tapi sangat di sayangkan karena Ven tidak bisa melihatnya secara langsung.

Senyum Bintang mengembang melihat Ven tertawa dengan puas. Sesuatu yang berharga dan jarang di lihat mengetahui Ven tertawa bahagia.

"Kakak kok senyum, gak marah? Adek barusan ketawain kakak lho, " tanya Ven heran melihat Bintang malah tersenyum bukannya marah.

"Ngapain kakak harus marah, tawa lepas kamu sudah lama gak kakak dengar. Kalau dengan begini kamu bisa ketawa lagi kayaknya kakak siap deh di keroyok untuk kedua kalinya, " Bintang memegang puncak kepala Ven di akhir kalimatnya. Lembut.

"Emang iya? Udah lama Ven gak ketawa, berapa lama?" tanya Ven lekat.

"Emmm... berapa ya, saat kamu SMP mungkin?" Ven hanya bisa tersenyum manis kepada Bintang lalu berpelukan erat.

Setelah itu...

"Yaudah sana mandi! Bau tahu!" ucap Ven sambil menutup hidungnya, mulai menggoda Bintang.

"Iya...iya yang udah wangi, "

∆∆∆

Suara pintu terbuka membuat pandangan pria paruh baya yang awalnya menulis harus terangkat ke atas melihat siapa orang di balik pintu tersebut. Tapi tak lama pria itu melakukan aktifitasnya kembali.

"Ayah ini Ven bawain teh kesukaan ayah. Ven taruh di meja ya nanti jangan lupa di minum supaya gak keburu dingin!?" ucap Ven perhatian sambil menaruh teh di atas meja kerja ayahnya.

Tapi belum sepenuhnya di taruh pria itu tidak mau meminumnya walaupun sedikit.

"Bawa pergi benda itu! Saya tidak haus!" ucapnya ketus masih dalam aktifitas sebelumnya.

"Tapi ayah minum sedikit aja. Ini masih panas kok!" Ven tidak menyerah dan terus berusaha membujuk ayahnya agar mau meminum teh buatannya.

Di cuekin itulah yang di alami Ven sekarang ini. Leeno tidak memperdulikan Ven yang masih berdiri tegap menatapnya.

"Papa?" Luna masuk dengan membawa secangkir minuman dan langsung di letakkan di atas meja.

"Di minum pa, masih hangat!" ucap Luna menatap Leeno sambil ngelirik Ven di sebelahnya.

"Makasih ya, nanti papa minum!".

"Sekarang pa, jangan nanti!" paksa Luna.

"Okayy, papa minum sekarang?" Leeno meraih cangkir tersebut dan meminumnya.

Ven merasa sakit saat Leeno lebih memilih minuman yang di bawa Luna daripada secangkir teh yang berada di genggaman tangannya.

"Lo ngapain masih di sini?" tanya Luna berniat mengusir cowok tersebut dan membuat Ven tersadar dari lamunan-nya.

Setelah melihat Leeno, Ven pergi membawa cangkir teh yang tak tersentuh dengan rasa sakit dan kecewa. Cowok itu berusaha untuk tetap tersenyum walaupun sedang tidak baik-baik saja.

Di sisi lain Luna tersenyum penuh kemenangan karena berhasil membuat Ven menyadari di mana letak posisinya di rumah ini.

See you

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel