Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 8 Sebuah Perbedaan

Di waktu yang mulai larut, musik masih berdentum tak terhentikan. Sorakan dan gerakan tubuh yang membuai masih memenuhi lantai dansa. Siapa yang tidak tahu? Aktivitas semacam ini malah semakin ramai disaat ayam mulai bersiap unutk berkokok.

Di suatu ruangan khusus, beberapa pria duduk bersama dengan masing-masing wanita di sisinya yang sibuk merayu tampa jeda.

Daniel melangkahkan kakinya ke arah ruangan tersebut sehingga para pria didalamnya berdiri serentak seraya tersenyum lebar. Daniel mengambil posisi duduk paling kiri. Tujuannya agar tidak terlalu dekat dengan teman-temannya yang sudah bau alkohol dengan kemeja kusut.

"Uuuuuww.. honey.. you are sooo handsome. Mmmhhhh.." Wanita berambut panjang dengan kostum serba mini yang baru saja muncul entah darimana langsung duduk dipangkuan Daniel tanpa aba-aba. Ia bergerak sensual. Tangannya meraba dada dan tengkuk Daniel berharap pria itu bisa terangsang. Jelas ia tak kuasa menahan diri melihat pria setampan Daniel. Ia berharap mendapatkan lebih dari ini.

"Aku bisa berbahasa Indonesia." Ucapnya Daniel datar tanpa menoleh.

Wanita itu menghentikan aktivitasnya sejenak, lalu kemudian melanjutkannya lagi seraya tersenyum manja, "Aku pikir kamu tidak akan mengerti."

"Ouh Merry.. cepat sekali kamu berada diatas pangkuan bos besar." Tedi datang membawa dua botol Billionaire Vodka lalu meletakkannya diatas meja.

Klub milik Tedi memang klub malam paling bergengsi. Tidak ada minuman murahan yang disajikan disana. Tamu-tamu yang datang menghabiskan malam pun bukanlah orang-orang sembarangan.

Para wanita malam harus memenuhi berbagai macam syarat untuk bisa bekerja disana. Dengan gaji dan kepuasan yang sama besarnya, tentu saja.

Merry adalah salah satu wanita malam dengan bayaran termahal. Wanita itu hanya mau mendekati pria yang benar-benar kaya. Dan dia akan merayu mereka sampai para pria itu menyerah dan membawanya ke ranjang.

Merry tak pernah gagal dalam merayu. Namun dengan Daniel, ia sedikit kesal. Pria itu benar-benar seperti batu.

"Ohh.. apa pria dengan fisik sempurna ini tidak tertarik pada wanita?" Protesnya pada Tedi yang tengah menuangkan Vodka kedalam gelas.

Adam yang sedang duduk bersama dua orang wanitanya tertawa lepas. "Kaulah yang tidak bisa membuatnya tertarik, Merry."

"Apa lagi yang harus kulakukan untuk membuatmu tertarik padaku?" Gumam Merry dengan ekspresi wajahnya yang ia buat semenggoda mungkin.

"Menyingkirlah!"

Merry menatap kesal kepada Daniel. Dengan malu dan berat hati ia memindahkan tubuhnya keatas sofa.

"Kau tidak akan bisa menaklukan yang ini, Merry! Cari saja yang lain." Ucap Tedi.

Merry kemudian bangkit meninggalkan para pria itu. Meskipun sedang kesal, ia tak pernah lupa untuk tetap melangkah anggun agar terlihat menggoda.

Daniel menggelengkan kepalanya lalu meraih salah satu gelas yang telah berisi Vodka. Meneguknya sedikit lalu menatap Tedi.

"Itu yang katamu wanita terbaik disini? Cih.. dia masih jauh dibawah para wanita yang pernah kutiduri." Ucap Daniel sombong.

Terkekeh, Tedi menjawab, "Kau saja yang sudah tidak bisa terangsang."

Daniel memilih tidak menjawab.

"Aku sudah menawarkan yang benar-benar berkualitas tinggi padanya. Namun dia berkata tidak tertarik. Ouhh shitt.." Timpal Adam tepat saat salah satu wanita disampingnya meraba miliknya. Membuat Adam mendesah tertahan.

"Itu artinya kau sudah harus menikah!"

Daniel tersedak. Mendengar kata pernikahan benar-benar membuat seluruh tubuhnya tak nyaman.

Adam dan Tedi tertawa terbahak-bahak melihat reaksi Daniel. Namun segera bungkam kala Daniel menatap mereka tajam.

"Jangan sekali-sekali menyebut kata itu dihadapanku!"

Teman-temannya diam. Menahan tawa sekuat tenaga. Demi apapun ekspresi marah dan gertakan Daniel tidak membuat mereka takut sama sekali.

Tuhan, tolong segera pertemukan Daniel dengan jodohnya. Adam dan Tedi saling menatap. Seakan baru saja mendoakan hal yang sama.

Adam yang mulai jengah dengan atmosfir yang kaku itu langsung bangkit, "Ahhh.. ayo sayang.. diatas sana kita bisa lebih bebas." Pria itu berjalan sambil merengkuh tubuh kedua wanitanya meninggalkan Daniel juga Tedi yang tengah sibuk dengan pikiran masing-masing.

***

Menjadi seorang karyawan biasa memang telah menjadi keinginan Arin sejak lama. Ia begitu mendambakan duduk dan berkutat dengan komputer selama berjam-jam di dalam sebuah perusahaan besar.

Ia tidak bisa berkuliah. Keluarganya tak mampu. Lagipula ia memang tak ingin. Lebih baik bekerja dan langsung menghasilkan uang. Begitu pikirnya.

Dan beginilah ia sekarang. Bahagia dengan rutinitasnya; berangkat pagi, menatap komputer seharian lalu pulang di sore harinya. Terkadang juga pulang malam jika lembur.

Arin memiliki banyak rekan baik di kantor. Rekan toxic juga banyak. Tapi kepribadian Arin yang selalu ramah dan murah senyum juga tenang, membuat rekan-rekannya selalu sungkan untuk menunjukkan ketidaksukaan terhadap Arin.

"Mau makan siang bersama?" Ajakan Rio membuat Arin menoleh. Rio, rekan kerja yang duduk bersebelahan dengan Arin. Sekaligus teman baik Arin.

"Dengan siapa saja?"

Rio melirik komputernya sejenak, sedikit gugup, "Hanya.. kita berdua."

Kedua alis Arin bertaut, "Bagaimana dengan Winda? Aku tidak ingin disebut sebagai pengganggu hubungan orang, Rio." Arin terkekeh samar, lalu kembali fokus pada komputernya. Rio memang sudah lama menjadi pacar Winda. Yang juga rekan kerja mereka. Hanya saja, Winda bekerja dibagian divisi produksi.

"Aku sudah putus dengannya." Jawaban Rio membuat Arin kembali menoleh, menatap Rio dengan tatapan tak percaya.

"Secepat itu?"

Rio mengangguk.

"Jadi itu mengapa kau selalu murung sejak tadi?"

Rio berfikir sejenak. "Bukan"

"Lalu?"

"Aku hanya sedang bingung, kau mau menerima ajakan makan siangku atau tidak." Rio mengusap tengkuknya pelan. Entah kenapa nyalinya jadi ciut saat mengatakan hal barusan.

Mengangguk-anggukan kepalanya, Arin tersenyum, "Baiklah."

***

Kini Arin dan Rio sedang berada di kantin kantor. Banyak karyawan dan beberapa atasan mereka sedang menikmati hidangan yang tersedia di kantin ini.

Arin mengedarkan pandangannya, mencari seseorang yang selalu ia rindukan.

Dan Arin menemukannya. Pria bertubuh tegap dengan senyuman yang selalu terukir di wajah tampannya kini sedang menatap Arin dari kejauhan. Melihat Arin yang juga tengah menatapnya, membuat ia bangkit dari duduknya dan berjalan meninggalkan rekan-rekannya di meja yang tak jauh dari tempat Arin dan Rio duduk.

Rio mengikuti arah pandang Arin dan mendengus ketika melihat Revan berjalan kearah mereka.

"Dia sudah jadi kekasihmu?" Tanya Rio. Arin menggeleng tanpa menoleh.

Baru saja Rio akan kembali berbicara, Revan sudah duduk disampingnya. Berhadapan dengan Arin. Membuat beberapa karyawan wanita di sekitar mereka menatap Arin dengan tatapan tak suka. Bagaimana tidak, manager tampannya itu selalu dekat dengan Arin. Selama tiga tahun, mereka selalu saja dibuat iri dengan kedekatan Arin dan Revan.

Bahkan ada beberapa yang gemas melihat kedua sejoli itu belum juga resmi jadi sepasang kekasih.

Masih dengan senyum indahnya, Revan bertanya, "Sudah memesan makanan?"

"Sudah. Bagaimana denganmu?"

"Aku juga. Oh ya, bagaimana kabarmu? Aku minta maaf karena jarang memberimu kabar." Ucap Revan.

"Aku baik. Tidak apa-apa. Aku mengerti." Arin tersenyum. Senyum yang selalu jadi obat letih bagi Revan.

Rio memilih mengalihkan pandangannya ke arah lain. Ia sedikit kesal. Padahal tadi ia mengajak Arin makan bersama untuk bercerita dan meminta saran terkait hubungannya dengan Winda. Namun, hal itu harus ia urungkan melihat kini dua orang didekatnya saling melempar senyum cinta.

"Aku sebaiknya pergi saja dari sini. Seperti nyamuk saja." Ucap Rio dengan nada sedih yang dibuat-buat.

Arin dan Revan terkekeh kecil.

"Tetap disini. Kita makan bersama."

Mendengar ucapan Arin membuat Rio mengulum senyum.

"Ah benar juga. Nanti akan jadi gosip jika aku membiarkan bapak manager duduk berdua denganmu." Kata Rio. Arin tersenyum malu ke arah Rio namun menatap takut-takut pada Revan. Sementara Revan lagi-lagi hanya tersenyum sambil menggeleng-gelengkan kepalanya.

Makanan yang mereka pesan pun datang dan mereka menghabiskannya sembari mengobrol ringan sambil sesekali tertawa karena guyonan Rio.

To be continued...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel