Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9 Dia Mengawasi

Sepulang dari kantor, Arin memilih untuk mampir sebentar ke sebuah toko buku. Mencari beberapa novel untuk ia baca di rumah.

Arin memang suka membaca novel. Ia bahkan rela menghabiskan waktunya berjam-jam untuk membaca hingga sering melupakan makan juga mandi. Seserius itu. Apalagi jika cerita dalam novel itu begitu seru sehingga membuatnya tak bisa berhenti membaca.

"Kau juga disini?" Suara berat yang tiba-tiba terdengar itu membuat Arin menoleh. Begitu melihat siapa pemilik suara itu membuat Arin memekik kaget sehingga ia tidak bisa menyeimbangkan tubuhnya. Hampir ia terjatuh jika saja tangan kokoh milik pria yang berjarak satu jengkal dibelakangnya ini tidak segera menahan pinggangnya.

Setelah kembali berdiri, Arin sedikit memundurkan badannya lalu memungut kembali novelnya yang jatuh tergeletak di lantai.

"T-terima kasih. K-kau membuatku kaget." Ucap Arin sedikit gagap.

Pria yang tak lain adalah Daniel itu menatap Arin datar lalu membalikkan tubuhnya menghadap rak yang berisi banyak novel.

Demi apapun Daniel benar-benar terlihat tampan dalam posisi seperti itu.

Bayangkan saja, ada pria tampan didepanmu yang mengenakan kemeja putih yang bagian lengannya digulung, celana bahan hitam dengan dasi berwarna senada, sedang berdiri tegap menghadap deretan buku.

Arin mengakui, Daniel memang lebih tampan dari Revan.

"Kita bertemu lagi." Kata Daniel sambil meraih sebuah novel tebal dengan gambar bunga Tulip besar di tengah sampulnya.

Arin yang masih berdiri terpaku ditempatnya segera tersadar, saat ia ingin menjawab, Daniel kembali berbicara.

"Kau tau namaku?"

Arin menggeleng. Ia memang belum mengetahui nama pria didepannya ini.

"Kau akan mengetahuinya."

Kedua alis Arin terangkat, apa ia tidak bisa mengajak Arin berkenalan saja? Perlu sekali berteka- teki seperti itu.

Jangan kira Arin mau mengajaknya berkenalan lebih dulu. Arin tidak bodoh untuk mengetahui bahwa pria ini adalah incaran banyak wanita. Sehingga ia pasti selalu merasa percaya diri bahwa semua wanita akan mengejarnya.

Tidak! Kecualikan Arin dari daftar wanita-wanita itu. Arin masih memiliki harga diri.

"Kau sudah memiliki kekasih?"

Arin menganga. Berkali-kali ia mengerjapkan matanya. Untuk apa ia menanyakan hal itu?

"A-apa? T-tidak." Arin meneguk ludahnya dengan susah payah. Dan semakin sulit saja saat melihat Daniel sedikit meliriknya dengan tatapan datar. Tanpa Arin lihat, Daniel menaikkan salah satu sudut bibirnya samar.

"Bagaimana kalau teman tidur?"

Apa-apaan ini?! Kenapa pria ini lancang sekali bertanya hal seperti itu padanya. Padahal mereka tidak begitu saling mengenal.

Kegugupan yang tadi Arin rasakan berubah menjadi kesal. Tanpa sadar ia mengepalkan tangannya.

"Kau.. benar-benar tidak sopan! Kuharap kita tidak bertemu lagi! Permisi!" Arin melangkah melewati Daniel dengan perasaan campur aduk.

Pria itu benar-benar seperti hantu. Tiba-tiba datang dan selalu saja mengagetkannya. Setelah membayar novel yang tadi ia pegang, Arin keluar dari toko buku sambil memijit kedua pelipisnya.

Sementara Daniel masih berdiri ditempatnya. Menyeringai samar.

"Kita akan bertemu lebih sering setelah ini."

***

Arin melempar novel barunya ke atas kasur. Suasana hatinya berubah buruk karena pertemuan dengan Daniel. Ia pun segera mandi dan mengganti pakaiannya.

Baru saja ia akan meraih novelnya, ponsel Arin bergetar tanda panggilan masuk. Ia meraih ponselnya dengan malas. Namun saat mengetahui siapa yang tengah menelfonnya, matanya berkilat senang. Dengan gugup ia mengangkat panggilan itu.

"Hallo, Revan."

"Hai.. apa kau sibuk malam ini?"

"Tidak. Aku tidak ada kegiatan sama sekali."

"Makan malam denganku, yah?" Tawar Revan.

Dengan antusias, Arin menganggukan kepalanya. Padahal Revan tidak melihat.

"Baiklah."

"Aku jemput jam 8. Aku tutup dulu."

Arin loncat-loncat kegirangan. Setelah sekian lama, akhirnya ia bisa makan malam lagi bersama Revan. Pria yang sudah lama ia cintai.

Namun tak kunjung jadi miliknya.

Arin menggelengkan kepalanya menghilangkan pikiran-pikiran yang membuat hatinya sedikit nyeri itu.

Setidaknya, ia tahu bahwa Revan selalu memberinya perhatian khusus. Jika Revan sedang ada waktu luang, ia akan mengajak Arin makan bersama atau jalan-jalan ke tempat wisata.

Yang berarti pria itu juga punya rasa padanya, bukan?

Meskipun Revan tak pernah mengatakannya, tapi dilihat dari segala sikapnya pada Arin membuat wanita itu yakin, ada rasa yang tersimpan dalam hati pria itu untuknya.

***

"Kau yakin?"

"Bagaimana dengan wanita seksi itu?"

Meletakkan gelas minumannya keatas meja, Daniel menghela napas.

Dipandanginya suasanya kota Jakarta dari rooftop restoran yang tengah ia datangi malam ini bersama kedua sahabatnya.

Sejak tadi Tedi dan Adam berbicara banyak hal dan menanyakan banyak hal pula. Membuat Daniel merasa risih.

"Mudah saja. Akan ku atur. Aku pastikan besok dia sudah sampai di kantorku." Jawabnya tenang.

"Hmm.. dari ceritamu sih, rasanya ia tak akan mau." Kata Adam.

"Karyawan biasa sepertinya tak akan mampu menolak." Ucap Daniel percaya diri.

Sudut bibirnya kembali terangkat kala netranya menangkap sosok yang kini tengah menjadi objek pembicaraannya.

Namun, bibir itu kembali ke posisinya semula. Ekspresi wajahnya pun kembali datar ketika melihat Arin tidak datang sendiri. Ada pria lain yang bersamanya.

Mereka duduk tidak terlalu jauh dari Daniel dan kawan-kawannya.

Besok kau hanya akan terikat padaku, Arin.

***

"Kau selalu pintar dalam memlilih tempat. Aku selalu ingin kesini. Tapi tidak pernah kesampaian." Ucap Arin setelah ia dan Revan mendapat tempat duduk.

"Kau tau pekerjaanku sangat banyak. Tapi akan kuusahakan untuk terus selalu ada waktu untuk sekedar makan denganmu." Revan mengatakannya sambil menatap lurus kedalam mata Arin. Membuat yang ditatap merasa salah tingkah.

"Aku suka jika melihat pipi mu merona seperti itu."

Ucapan Revan sontak membuat Arin menangkup kedua pipinya sendiri. Sehingga bibirnya sedikit mengerucut.

Hal itu membuat Revan gemas bukan main.

Setelah makanan yang mereka pesan datang, Revan dan Arin mulai menyantap makanan dalam diam. Sebelum akhirnya Revan membuka suara.

"Arin.." panggilnya.

Arin mengangkat kepalanya. "Hm?"

"Aku... minta maaf jika membuat perasaanmu tidak nyaman."

"Maksudmu?"

Revan menyimpan peralatan makannya. Ia tidak bisa lagi menahan apa yang ada dipikiran dan hatinya selama ini. Arin yang merasa Revan akan mengatakan hal yang serius pun melaukan hal yang sama.

Hingga kini mereka saling menatap.

Arin menunggu Revan melanjutkan ucapannya.

"Maksudku.. aku.. telah menggantung perasaanmu sejak dulu sampai sekarang. Aku.. hanya ingin jujur. Aku tak bisa menahannya lagi."

Arin menahan napasnya. Banyak kemungkinan-kemungkinan yang akan Revan ucapkan yang memenuhi pikirannya saat ini.

Jantung Arin yang sejak tadi berdegup kencang kini makin terasa tak karuan saat mendengar Revan berkata,

"Aku... mencintaimu, Arin."

Dugdugdug!

Arin tak tahu bagaimana ekspresi wajahnya saat ini. Ia merasa seperti kehilangan pasokan oksigen.

Revan mengatakannya!

Revan memang benar-benar jatuh cinta padanya!

"Apa... kau juga mencintaiku?"

Arin langsung mengangguk cepat.

"A-aku.. juga mencintaimu, Revan!"

Terlihat jelas binar bahagia dimata Revan. Mendengar bahwa wanita yang telah lama ia cintai ini membalas perasaannya.

Diraihnya tangan Arin lalu digenggamnya erat.

"Aku tidak ingin terburu-buru. Mari kita jalani hubungan kita dengan penuh cinta dan kepercayaan. Kau mau kan?"

Lagi-lagi Arin mengangguk. Ia masih belum mampu berbicara banyak. Demi tuhan, ia benar-benar bahagia malam ini.

Untuk saat ini, Arin mengesampingkan fakta tentang dirinya. Ketika hal itu sempat muncul, ia merasa seperti ada yang mencubit kecil hatinya.

Itu... akan ia pikirkan nanti.

Arin tak mengetahui bahwa sosok yang sejak tadi tak melepas pandangan darinya itu sedang merencanakan sesuatu.

Yang akan membuat hidupnya berubah.

To be contiued...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel