Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 6

Sejak perkenalannya dengan Lula tadi, Marcel tak henti-hentinya memandang gadis yang kini duduk di hadapannya sembari menikmati hidangannya. Dia semakin gencar untuk mengajak Lula bicara. Tidak seperti biasanya, yang selalu bersikap acuh tak acuh pada setiap wanita yang merayunya.

Galang yang memperhatikan hal itu benar-benar tidak habis pikir. Galang menarik tangan baju Marcel, pria itu sepertinya keberatan saat matanya harus berpindah objek menatap Galang.

Marcel berdecak saat Galang terus menerus menarik tangan bajunya. "Apa?" tanyanya ketus.

"Jadi, apa lo tertarik sama Sekretaris Gue?" pertanyaan Galang berhasil mengubah ekspresi kesal di wajah Marcel hilang. Marcel tersenyum lebar. Galang tercengang melihat pengakuan Marcel.

"Dia cantik, kan?" tanya Marcel pelan sesekali melirik Lula yang masih fokus menghabiskan makanannya.

"Cantik?" Marcel mengangguk seraya tersenyum. "Mata lo juling?" tanya Galang. Marcel mendelik sinis pada Galang.

"Ayo tukaran Sekretaris." Bujuk Marcel, Galang menyandarkan dirinya. Dia melirik pada pria yang duduk tak jauh dari meja mereka.

Sebenarnya Sekretaris Marcel tak jauh berbeda dengan Lula, dia sama-sama pendiam dan memakai pakaian yang kuno, rambutnya klimis dan juga kacamata tebalnya. Hanya saja ini versi laki-lakinya.

"Em.. Gue menolak keras," jawab Galang berbisik

"Kenapa?"

"Versi perempuan aja Gue udah sumpek, apa lagi cowoknya. Kayaknya mereka jodoh." Marcel berdecak, dia kembali melanjutkan makannya sembari menatap Lula.

"Pak, saya pamit ke toilet dulu." Izin Lula. Dia berdiri dan menunduk hormat, setelahnya pergi dari hadapan kedua pria itu.

"Jangan lama-lama," kata Marcel dengan suara pelan.

Galang merasa muak melihat sikap sahabatnya ini, Marcel telah menjadi budak cinta Lula. "Jangan terlalu memuja begitu, berlebihan amat jadi orang."

"Kayak lo gak gitu aja." Tak lama Lula kembali, tapi ada yang beda darinya. Pakaian dan rambutnya basah. Dia terlihat risi dengan penampilannya itu, sehingga dia menunduk saat berjalan tadi.

"Kamu habis tenggelam?" tanya Galang memperhatikan Lula.

Lula mendongak menatap Galang. "Maaf, Pak. Keran wastafelnya rusak." Lula mencoba menjelaskan. Dia kembali menunduk saat mata Galang menatapnya tajam.

"Em, Lula, pakai jas saya saja," ujar Marcel sembari berdiri dan membuka jasnya, dia melangkah mendekat pada Lula, dan menyampirkan jasnya pada tubuh Lula. "Pasti kamu kedinginan."

"Terima kasih, Pak. Tapi sepertinya tidak perlu." tolak Lula, dia melepaskan jas Marcel. "Saya akan mengganti pakaian saya, kebetulan saya membawa seragam ganti,” sambung Lula.

Seragam ganti?-- batin Galang bertanya-tanya.

Dia mengingat sesuatu tentang rok panjang yang tadi pagi Lula pakai. "Lula." panggil Galang.

"Saya, Pak."

"Seragam gantimu .... Apa yang tadi?" tanya Galang penasaran. Lula mengangguk sembari membetulkan kacamatanya. Galang menghela nafas. "Jangan pakai itu lagi di hadapan saya, lebih baik kita pulang saja." Galang berdiri dan pergi dari sana. Lula yang bingung segera menyusul Galang setelah berpamitan dengan Marcel.

"Huh.. Galang." keluh Marcel.

***

Di dalam mobil, Lula merapatkan jasnya, saat udara AC menyelimuti pakaiannya yang basah. Galang memperhatikan Lula tidak suka. "Lain kali jangan ceroboh."

Lula menoleh pada Galang. "Baik, Pak," jawab Lula.

"Buka jasmu!" perintah Galang.

Lula tampak keberatan. Tapi tatapan Galang membuat ia sulit menolaknya. Dengan tak rela, Lula membuka jasnya. Udara dingin langsung menyapa tubuhnya dengan kurang baik. Tiba-tiba saja, Lula terkejut saat Galang melemparkan jasnya di pangkuannya.

"Pakai itu," kata Galang.

Lula kembali menoleh ke belakang melihat Galang, dia menunduk hormat. "Terima kasih, Pak."

Walau pun canggung, tapi Lula tetap memakainya. Jas Galang terlihat begitu kebesaran di badan Lula. Tapi itu bukan hal yang harus Lula pikirkan, karena setiap hari pun dia menggunakan jas yang tak kalah besarnya dengan jas Galang.

Mobil telah berhenti tepat di depan rumah Galang. Dengan cepat Lula turun dari mobil dan membuka pintu untuk Galang. Lula masih berdiri tegap walau pun Galang sudah melewatinya.

"Kamu boleh pulang, besok jangan terlambat membangunkan saya." perintah Galang tegas.

"Baik, Pak, selamat malam." Setelah kepergian Galang, Lula menghela nafas lega.

"Mau di antar pulangnya?" tanya pak Bowo yang merupakan sopir di keluarga Andriyan.

Lula menggeleng seraya tersenyum. "Gak perlu, Pak. Saya pulang sendiri aja." Setelah itu Lula pergi meninggalkan kediaman tempat Bosnya tinggal.

***

Galang baru saja merebahkan tubuhnya di ranjang kesayangannya, setelah lamanya berendam diri untuk melepas penat. Tiba-tiba saja ponselnya berdering nyaring, membuat sang empu ponsel berdecak kesal, dan bergegas bangun mengambil ponselnya yang sedang di isi daya.

"Hah, lupa gak di matikan," keluhnya.

Galang menghela nafas panjang, saat yang menghubunginya tak lain adalah Marcel. Sahabatnya yang pendiam. Sepertinya ada sebuah informasi yang ingin dia galih dari Galang.

"Kenapa?"

(Gue minta nomor Lula.)

Galang menjauhkan ponselnya dari telinganya, dia tidak salah dengar, kan? Dan ini nomor Marcel, kan? Pikirnya.

"Ini siapa?" tanya Galang memastikan.

(Sejak kapan lo lupa punya teman yang tampan kayak Gue.)

"Niat banget lo dekati Lula."

(Udah cepat kirim nomornya, Gue tunggu.)

Tut!

Marcel memutus sambungan secara sepihak. Galang kembali berdecak. "Enak aja, cari tau sendiri." setelah itu Galang kembali merebahkan tubuhnya tak lama, dunia mimpi pun menjemputnya.

***

Tok! Tok! Tok!

"Sebentar!"

Pintu terbuka lebar, menampakkan Lula. Rena menyambut dengan senyum lembut. "Tumben balik jam segini."

"Iya, baguslah, jadi aku bisa segera istirahat dan menyusun agenda pak Galang."

"Pak Galang gak keberatan sama penampilan lo yang kayak gini?"

Lula menatap penampilannya. "Penampilanku masih di batas wajar kok." bela Lula.

"Tapi dimana-mana yang namanya Sekretaris itu penampilannya menarik loh, Lu."

"Aku ini bekerja, bukan untuk menarik perhatian pria."

Rena menghela nafas panjang, percuma baginya harus bicara dengan Lula untuk mengubah penampilannya yang kuno itu. Lula tak akan pernah mau menurutinya dan mengikuti nasehatnya.

"Jadi, kapan kamu akan mulai pemotretan pertama mu?" tanya Lula pada Rena.

"Lusa, gue mulai pemotretan pertama di Bali. Doakan Gue ya."

"Iya. Kamu harus tetap bekerja dengan baik." saran Lula. Rena mengangguk.

"Tapi koper Gue rusak loh, lo mau temani Gue beli koper gak?"

Lula mengangguk. "Oke."

"Oke, kita pergi sekarang? Besok kan lo gak akan bisa." Lula mengangguk.

"Aku mandi dulu," ujar Lula.

***

Rena dan Lula menatap koper merah muda di hadapannya. Rena terlihat antusias untuk segera memiliki koper itu.

"Lo mau beli juga gak? Mumpung diskon."

Lula berpikir sesaat. "Boleh," jawab Lula.

"Warnanya sama aja, Lu, biar lo kelihatan cewek banget,” kata Rena. Lula memutar kedua bola matanya.

"Iya, oke." Akhirnya Lula pun membeli koper dengan warna yang sama, dengan Rena Sahabatnya. Sedingin dan secuek apa pun wanita dengan penampilannya. Tapi mereka tidak akan bisa menolak diskon besar.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel