Bab 8 Dosa Terindah
Bab 8 Dosa Terindah
Tubuh Ruby mengeliat saat silau matahari mulai mengusik tidur lelapnya. Ia melirik Jack yang masih terbungkus selimut hangat yang sama dengannya. Entah apa yang ada di kepalanya, Ruby memilih membangunkan Jack dengan ciumannya. Ia masih mengingat malam panjang yang menjadi kesukaannya itu dengan jelas. Malam pertama dan dosa terbesar pertamanya bersama Jack.
“Ada apa?” tanya Jack yang mulai terganggu dengan bibir Ruby yang menempel di bibirnya.
“Apa sebelumnya kamu pernah melakukan ini bersama Tara?” tanya Ruby dengan hati-hati.
“Mengapa menanyakan hal itu?” Jack mengalihkan pandangannya membuat bahu Ruby melorot.
“Jack.” Ruby memaksa Jack menjawab rasa penasarannya.
“Apa yang menjadi kekasihmu harus selalu berakhir dengan tidur bersamamu?” tanyanya lagi saat lelaki itu masih terdiam.
Jack pun terbangun dari ranjang menghempaskan selimut yang sedari tadi menutupi tubuhnya. Mengacuhkan pertanyaan Ruby dan lebih memilih membasuh tubuhnya di kamar mandi. Jack terus membasahi tubunya dengan derasnya air shower yang mengalir. Meratakan setiap tetes air yang jatuh pada seluruh tubuhnya. Ruby pun tak tinggal diam, dihampirinya tubuh Jack yang basah itu. Memeluknya dari belakang hingga ia pun ikut basah bersamanya. Jack yang terkejut karena pelukan Ruby pun dengan spontan mematikan air yang sejak tadi membasahi tubuhnya. “Jangan bahas Tara lagi, please,” pintanya.
Ruby hanya mengangguk membiarkan Jack mencium bibir serta melampiaskan hasratnya kembali. Jack hampir tak ingin menyudahi cumbuannya pada Ruby. Melakukan adegan yang seharusnya dilakukan oleh sepasang suami istri itu berkali – kali. Jack harus benar-benar puas menikmati tubuh Ruby malam ini karena mulai besok dan seminggu ke depan ia akan pergi ke luar kota menemani Ben untuk beberapa urusan.
**
“Jaga diri baik-baik dan jangan lupa hubungi aku jika Ben berbuat macam-macam kepadamu,” titah Jack pada wanitanya
“Satu lagi, jaga hatimu baik-baik karena cinta lama bersemi kembali itu cukup sering aku dengar di mana-mana.”
“Jack aku percaya padamu,” Ruby tersenyum mendekap manja dalam pelukan Jack
Rasanya ia tak ingin jauh dari lelaki yang berhasil memikat hatinya. Jack hanya bisa menyaksikan perempuannya itu pergi berlalu meninggalkannya. Perjalanannya ke Bandung bukan untuk bersenang – senang melainkan menghadiri sebuah rapat tahunan serta ajang penghargaan yang melahirkan para jurnalis – jurnalis berkompeten serta para pemilik sebuah media berita yang berprestasi seperti halnya Ben.
Tahun ini Ben kembali berhasil membawa beberapa thropy kemenangan untuk The Azurape. Selama beberapa tahun ini The Azurape mampu menjadi salah satu media berita online yang bisa diterima serta bisa memberikan informasi – informasi terbaiknya kepada masyarakat.
**
“Huambh,“ Ruby menguap dengan leluasa setelah merebahkan tubuhnya pada sebuah ranjang hotel yang sangat nyaman dan memiliki fasilitas lengkap di dalamnya. Ben sengaja memesan sebuah kamar VIP untuk sekretarisnya itu. Hotel tempatnya menginap tak lain adalah hotel yang juga dipakai dalam acara penghargaan semalam. Setahu Ruby, Ben hanya memiliki satu acara di Bandung. Lantas kenapa ia memintanya untuk menemaninya di Bandung selama 1 minggu ? . Entahlah Ruby sendiri tak mengerti. Sejak acara tadi ia hanya bisa mengamati Ben yang nampak ramah pada rekan serta relasi jurnalisnya. Tak ada wajah kaku dan seram yang ia tunjukan di sana.
“Aku yakin dia memiliki dua kepribadian. Dan lihatlah bagaimana ia tersenyum pada orang lain?” gerutu Ruby sendirian. Kegiatannya itu terhenti saat ponselnya tiba-tiba berbunyi itu sebuah pesan dari Monic.
“Kau luar biasa,” isi pesan itu membuat Ruby mengernyit heran.
“Maksudmu?” balas Ruby.
“Lihatlah headline berita hari ini.” Ruby yang masih kebingungan mencoba menerka maksud Monic. Tak digubrisnya apa yang dikatakan temannya itu. Ia baru ingat tentang acara yang dihadirinya semalam bersama Ben. Sudah pasti di sana akan banyak bermunculan berita-berita mengenai Ben. Apalagi Ruby sempat menemani Ben berfoto bersama saat beberapa jurnalis mencoba mewawancarainya. Berita yang dengan cepat menyebar dengan beberapa judul yang terlalu hiperbola. Bahkan Ruby sempat mengernyitkan keningnya saat membaca sebuah judul artikel yang mengatakan bahwa Ben sedang menjalin hubungan dengan sekretarisnya itu.
“Berita macam apa ini?” gerutunya tidak terima. Ia hanya bisa melampiaskan kemarahannya sendiri. Berita di beberapa media kali ini cukup menguncang dirinya. Tapi ini sudah biasa terjadi di dunia jurnalistik. Sebuah kebenaran akan sengaja ditutupi dengan sebuah kebohongan demi sebuah rating. Tapi itu tidak akan terjadi di The Azurape. Ruby mencoba keluar dari kamarnya sedikit mencoba menghirup udara segar di kota kembang ini untuk menghilangkan frustasinya. Hanya berjalan-jalan di lobbi hotel yang masih cukup ramai dengan beberapa tamu yang baru datang.
Perhatianya beralih pada 2 orang karyawan hotel yang tengah berusaha memapah seorang laki-laki di sana. Laki-laki tinggi yang tak asing bagi Ruby. Ben mabuk berat kali ini, karena merayakan kemenangan yang baru diperolehnya.
“Pak Ben,” pekiknya saat melihat wajah lelaki itu. Ruby mencoba mendekat dan menghentikan kedua karyawan hotel yang memapah Ben.
“Dia bos saya pak tolong antar sampai kamarnya, kamar 202,” pintanya pada karyawan itu.
“Iya mbak,” jawab salah satu jaryawan hotel itu.
Keduanya pun mengantar Ben hingga sampai ke kamarnya. Ruby yang ikut terlibat pun mencoba menyadarkan Ben yang mabuk berat. Ben terus merancau serta tertawa keras dihadapan Ruby. Bau alkohol yang menyengat membuat Ruby semakin tak tahan berlama-lama di sana. Ia mencoba melangkah pergi setelah Ben berbaring di ranjangnya. Namun, lengan Ben menarik lengan Ruby tiba-tiba dan tubuhnya kini telah berada di atas tubuh kekar Ben. Tak ada kata-kata yang terucap dari bibir Ben, seketika ia berusaha menindih tubuh Ruby. Ben benar-benar masih dikuasai oleh alkohol. Bahkan ia tak tahu siapa yang sedang di cumbunya saat ini. Ia hanya berusaha melampiaskan hasrat sexualnya. Ruby pun pasrah ketika Ben berkali-kali mencumbunya.
Hanya air matanya saja yang berbicara saat Ben berusaha menguasai tubuhnya. Jarinya dengan kuat meremas sprei putih di mana ia tak mampu melawan Ben yang begitu kuat berada di atas tubuhnya. Ruby yang kini telah merasa bahwa ia sudah menjadi budak sex bos The Azurape itu. Tidak mungkin mengadukan kelakuan Ben ini pada Jack. Ini aibnya sendiri, sekalipun ia pernah melakukannya bersama Jack malam itu. Lalu apa kata Jack jika ia mengatakan padanya? Apa Jack akan marah? Atau Jack akan meninggalkanya karena menganggap bahwa ia wanita murahan yang bisa tidur dengan siapa saja? Ruby terus meringis memegangi perutnya keringat dingin pun terus bercucuran di kening hingga lehernya. Rasa sakit yang teramat hebat mulai menguasainya. Rasa sakit yang biasa muncul namun kini tiba-tiba datang dengan rasa nyeri yang sangat menyakitkan. Ia tak mampu berkata apa-apa mencoba menggerak-gerakan lengan Ben untuk meminta tolong padanya.
Ben pun mulai sadar meskipun kepalanya masih terasa berat namun ia coba menata fokusnya kembali dan memastikan wanita yang sejak tadi merasa kesakitan adalah Ruby. “By! Kamu kenapa?” ia terkejut melihat darah yang sudah membasahi selimut Ruby.
“Sakit Ben. Sakit,” ucap Ruby tak kuat lagi menahan nyeri yang sejak tadi menguasainya.
Ben dengan segera mengangkat tubuh Ruby. Membawa Ruby menuju Rumah Sakit yang tak jauh dari hotel tempatnya menginap. Pikiranya masih merancau kenapa bisa ada Ruby di kamarnya. Ruby yang hanya terbungkus oleh selimut putih tanpa sehelai pakaian pun menutupi tubuhnya.
‘Apa tadi malam aku mabuk dan... Dan tanpa sadar aku sudah menidurinya? argh... bodoh sekali kau Ben. Bodoh!” bisik Ben dalam hati. Terus saja ia menyalahkan dirinya. Ben sama sekali tak sadar jika ia bisa melakukan perbuatan laknat semacam ini. Lamunannya terhenti ketika seorang dokter memanggil namanya.
“Suami dari nona Ruby?”
Ben hanya mengangguk. Lagi pula siapa yang peduli jika Ruby memang bukan istrinya.
“Keadaannya sudah sangat parah saya perlu persetujuan anda untuk..”
“Saya tahu dok lakukan saja yang terbaik untuknya, yang penting dia bisa segera sembuh.” Sergah Ben.
Ben yang tak peduli pada penjelasan dokter yang mencoba menjelaskan keadaan Ruby. Yang ia inginkan saat ini hanya kesembuhan Ruby dan bisa segera membawanya kembali ke Jakarta.
