Pustaka
Bahasa Indonesia

Love is Tragedy

92.0K · Tamat
Romansa Universe
80
Bab
702
View
7.0
Rating

Ringkasan

Ruby adalah seorang jurnalis penyendiri yang sangat idealis. Dia diangkat menjadi sekretaris redaksi setelah dua hari bekerja, bosnya Ben, diam-diam suka padanya, sementara itu dia punya rahasia mengenai dirinya yang tidak akan pernah bisa punya anak karena sebuah kecelakaan membuatnya kehilangan rahim.

RomansaMetropolitanPresdir

Bab 1 Sekretaris Baru

Bab 1 Sekretaris Baru

Ben (35 Tahun) bos sebuah perusahaan platform yang bergerak di bidang jurnalis The Azurape. Tampan, bertubuh atletis, serta sukses dalam karir, perusahannya pun berkembang dengan pesat dimana-mana. Namun tak sepadan dengan kisah asmaranya yang begitu rumit dan menyakitkan. Ditinggalkan oleh wanita yang begitu dikaguminya, Yasmin Safira (32 Tahun)

Ben yang bersikukuh mempertahankan cintanya tapi tak disambut baik oleh sang wanita. Diam-diam, Yasmin berselingkuh di belakangnya, bahkan Ben melihat dengan mata kepalanya sendiri jika Yasmin melakukan hal yang seharusnya ia lakukan bersama Ben, calon suaminya. Betapa hancur Ben saat itu, pernikahan yang begitu diinginkan harus berakhir dengan kekecewaan. Sebenarnya mudah saja baginya menemukan wanita yang melebihi mantan kekasihnya, tapi Ben lebih suka melampiaskannya saja. Dan mengencani wanita-wanita cantik hanya untuk kepuasan sesaaatnya saja.

“Masih soal Yasmin?” tanya Jack, fotografer The Azurape, secara mengagetkan.

“Hmm,,,ada apa ?."

“Ada kekacauan besar diluar sana?" Sang bos masih berkhayal di sini tentang wanita yang sudah menyakitinya!"

“Hufft... Diamlah Jack!!! Siapa yang kau maksud ribut?”

“Vita, dan karyawan barumu itu!!” Jack menunjuk dengan wajahnya.

“Ruby maksudmu?” Jack hanya tersenyum kecil. Ben pun segera bergegas mendatangi keributan yang diceritakanya. Ikut menghambur bersama beberapa karyawan yang berusaha menahan Vita yang masih terus mengumpat Ruby sesuka hatinya.Vita adalah sekretaris Ben, orang yang terdekat dengan Ben dan segala kesibukannya. Wanita yang selalu perfectsionis dalam semua hal, entah dalam urusan pribadi atau urusan kantornya. Menjadi orang kepercayaan Ben adalah impiannya, hingga benar-benar membuatnya merasa memiliki kekuasaan tersendiri di perusahaan The Azurape milik Ben. Vita terlalu besar kepala semenjak Ben mengangkatnya menjadi seorang sekretaris pribadi.

“Apalagi ini Vit,,,?” tanya Ben. Tatapan gusar Vita tak beralih dari Ruby yang masih duduk di meja kerjanya.

“Selesaikan di ruanganku, jangan norak seperti!!” tegas Ben lagi. Sorot matanya tajam memandang wanita yang beberapa bulan ini telah menghandle tugas-tugasnya. Ruby pun masih gugup, baru sekali ini ia dimaki dengan sangat kasar dihadapan semua orang. Terlebih ini hanya lingkup perusahaan yang sudah pasti akan mencuri perhatian semua karyawan.

“Jadi hanya karena masalah itu kalian bisa ribut sehebat ini!!”

“Dia yang memulainya Ben, bukan aku?” Vita mencoba membenarkan dirinya.

“Dan kamu By, apa alasanmu ?” Ben melirik Ruby yang hanya tertunduk sejak kedatanganya ke ruangan Ben.

“Saya hanya bekerja sesuai instruksi Pak, konsep yang diberikan Bu Vita pun cukup jelas. Saya hanya mengubah beberapa hal yang tidak diperlukan. Klien pun sudah setuju saat saya menjelaskan tentang design yang saya berikan !!”

“Tapi Ben?” Vita masih berusaha membela dirinya.

“Vit, diamlah. Aku ingin mendengarkan Ruby, bukan mendengarkanmu!”

“Bu Vita menyalahkan saya, dan mengatakan kalau design saya salah. Padahal sudah jelas, kita tak perlu menambah sesuatu yang tak dipahami oleh klien atau orang yang membacanya,” tambah Ruby

“Ok cukup, mulai besok kamu bisa menggantikan posisi Vita di ruangan ini!”

“Ben, apa maksudmu?” Vita menajamkan pandanganya, keningnya mengkerut menatap Ben.

“Aku tunggu surat pengunduran diri dari kamu Vit, siang ini!” Jawab Ben singkat.

Ruby pun ikut terkejut dengan ucapan Ben. Apa yang membuatnya sampai ia harus mengeluarkan Vita dan malah memilih dirinya menjadi sekretarisnya. Apa Ben sadar dengan ucapannya barusan? Apa Ben masih mabuk? Pertanyaan yang masih belum bisa terjawab.

Vita pun keluar tanpa sepatah kata yang ia ucapkan pada Ben. Rasa kesal tergambar jelas pada wajahnya yang merah padam. Bisa-bisanya Ben lebih memilih anak baru yang belum jelas kinerjanya seperti apa. Apa Ben sudah lupa jika selama ini Vita juga berdedikasi besar untuknya. Tapi sekali lagi hanya Ben yang bisa mengukurnya, tentang seberapa jauh standar kemampuan sekretarisnya.

**

“Harusnya Pak Ben tidak perlu bertindak demikian hanya untuk membela saya ?” ucapan Ruby menghentikan langkah Ben dari ruangannya.

“Apa maksud kamu?”

“Pasti semua akan mengira jika saya hanya memanfaatkan kemarahan Mbak Vita agar mendapat pembelaan dari anda. Saya cukup sadar, saya hanya karyawan baru disini !” Ben hanya tersenyum.

“Tidak perlu merasa tersanjung dengan perlakuan ku pada mu By? aku punya alasan tersendiri untuk apa mempertahankan mu dan lebih memilih memecat Vita!,” tegas Ben.

Ia pun melangkah pergi meninggalkan Ruby yang masih berdiri mematung menyaksikan Ben yang begitu ketus bicara padanya.

Hari yang menyenangkan namun juga masih terasa janggal bagi Ruby. Dalam waktu singkat ia berada di perusahaan ini, dan dalam waktu singkat pula karirnya tiba-tiba berubah dengan instan. Kali ini yang dihadapinya bukan lagi Vita, namun gosip yang dengan cepat merebak pada seisi perusahaan jika ia memanfaatkan Vita hanya untuk mendompleng karirnya.

“Huft sudahlah By tak perlu lagi mendengar suara-suara sumbang yang menyakitkan telingamu itu.” Ruby bergumam sendirian

“He em !!”

terdengar suara deheman seorang laki-laki yang sudah sejak tadi duduk di sampingnya. Hanya saja Ruby baru tersadar dengan kehadiran Jack di sana .

“Semoga kamu jadi yang paling awet, diantara sekretarisnya Ben yang lain!” sorot matanya tajam menatap laki-laki gagah dengan rambut panjang seleher yang diikat ke atas.

“Hati –hati aja By jangan sampai kamu termakan rayuan Ben?” tambahnya lagi.

“Maksudmu!.”

“Gak ada maksud apa-apa By berusahalah mencari tahu sendiri seperti apa bos mu itu“ senyumnya menyeringai, Jack mencoba menaikan alisnya keatas seolah memberi sebuah teka-teki pada rekan barunya itu.

Jack pun berlalu, melangkah jauh dan semakin jauh meninggalkan Ruby yang masih tetap duduk sendirian di lobbi kantornya. Butuh waktu untuk memecahkan teka-teki yang baru saja diisyaratkan oleh Jack. Entah sampai kapan, karena perjalanan karinya pun baru saja ia mulai beberapa hari ini. Itu pun harus terlewati dengan sebuah drama yang cukup membuatnya merasa kalut. Menjadi seorang sekretaris bukanlah impiannya namun segala kesibukan sebagai seorang sekretaris harus mulai terbiasa ia jalani sekarang. Setidaknya pekerjaanya ini cukup memberinya peluang untuk menunjukan kredibilitasnya sebagai seorang karyawan.

**

“Aww,” jerit Ruby tiba-tiba

Hampir saja ia terjatuh karena sepatu hak tingginya yang tiba-tiba patah. Ben dengan sigap menangkap tubuh Ruby, yang seketika menghambur di pelukannya.

“Hati-hati By!“ matanya tak beralih dari wajah rupawan yang mencoba menolongnya. Ben pun demikian, baru kali ini ia benar-benar jelas memandang wajah cantik khas wanita asia milik sekretarisnya itu.

“Mmm... Maaf, Pak Ben!” Ruby berusaha melepaskan tubuhnya.

“Heem, duduklah, coba lihat kakimu!” titah Ben

Ruby hanya mengangguk. Ia pun duduk pada sebuah sofa yang terletak diujung sudut ruangan Ben. Melepaskan sepatu high hillsnya yang patah, dan memeriksa kaki kananya yang sedikit bengkak karena cideranya barusan. Dipijitnya pelan tepian kulit yang lebam itu. Wajahnya pun nampak meringis kesakitan merasakan pijatanya sendiri. Tiba-tiba sebuah tangan halus mencoba membantunya.

“Coba biar kulihat”

Ben dengan cekatan memegang kaki putih nan mulus milik Ruby.

“Hmm... Tapi Pak?”

Ruby mencoba menolak, namun Ben tak memedulikanya. Terus saja tanganya bergerilya diatas kaki Ruby.Mencoba memberikan pertolongan untuk sang sekretaris, meskipun Ruby sedikit tak nyaman dengan perlakuan Ben padanya. Cukup lama Ben memijat kakinya, dan cukup lama pula Ruby memperhatikan perlakuan Ben padanya.

“Masih sakit?" tanya Ben menyadarkan lamunan Ruby

“Hah tidak.”

Ruby menggelengkan kepalanya, dan dengan segera menjauhkan kakinya dari tangan Ben. Ben yang sejak tadi tertunduk didepanya pun lantas bangun. Dan kemudian mengambil sesuatu untuk Ruby.

“Pakai ini.”

Dibukanya sebuah kotak berisi sepasang sepatu yang cukup mewah.

“Ini untuk saya, Pak?”

“Iya pakai saja. Apa harus aku juga yang memakaikan benda ini di kakimu!” titah Ben padanya.

Dengan wajah kakunya, sekali lagi Ruby hanya bisa mengiakan permintaan bosnya itu. Lagi pula cukup lama Ben menyimpan sepatu yang tak sempat ia berikan pada Yasmin mantan kekasihnya.