Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10 Ruby, Wanita yang Kutiduri

Bab 10 Ruby, Wanita yang Kutiduri

Ruby tak menampik jika ia sangat merindukan Jack kekasihnya. Tanggal pernikahannya dengan Ben pun sudah semakin dekat, ingin rasanya ia menceritakan semua kesedihannya pada Jack. Dan memintanya membawa pergi kemanapun asal ia bisa bersembunyi dari Ben. Ia berlari pada pintu, memastikan siapa yang datang selarut ini di apartemennya. Laki-laki yang sejak tadi terus bermain di pikiranya kini telah hadir di depan mata.

Ruby langsung memeluk tubuh kekar Jack, bahkan ia tak memberi kesempatan kekasihnya itu untuk berkata sesuatu padanya.

“Aku tahu kau merindukanku,” kekeh Jack.

Ruby semakin erat memeluk Jack. “Kamu ke mana saja?” tanya Ruby dengan sedikit merengek.

“Kamu yang ke mana saja. Telpon tidak aktif, wa off, telegram dan semua sosmed kamu tidak aktif sama sekali. Kamu baik-baik aja kan? Ben memperlakukanmu dengan baik kan? cerca Jack pada Ruby dengan berbagai pertanyaanya.

Ruby beringsut melepaskan pelukannya. Ia kembali ingat dengan peristiwa malam itu, peristiwa yang membuat ia harus kehilangan sebagian kebahagiaannya. Peristiwa yang membuatnya kembali teringat dengan rasa traumanya.

“By?” tanya Jack lagi karena Ruby masih terdiam dan tak berani mengatakan apapun. “Jawab By.” Baru saja mulutnya ingin mengatakan sesuatu, tapi bel apartemennya kembali berbunyi. Jack melirik ke arah pintu timbul pertanyaan di hatinya. Siapa yang bertamu di apartemen kekasihnya selarut ini. Ruby pun ikut terheran, tidak biasanya apartemennya seramai ini. Biasanya hanya Jack yang selalu datang dan memberikan kejutanya. “Ben!” Jack begitu terkejut melihat Ben yang sudah berdiri di depan pintu

“Jack kau di sini?” tanya Ben.

Ruby pun ikut terkejut ketika tahu bahwa Ben telah berada di apartemennya. Entah bagaiman ia harus menjelaskan pada Jack tentang Ben yang tiba-tiba muncul di apartemennya. Jack menatap tajam wajah Ruby, Jack yakin ada sesuatu yang sengaja ia sembunyikan darinya.

“Obat kamu ketinggalan.” Ben memberikan sebuah kotak yang berisi beberapa macam obat milik Ruby. Lantas Ben pun pergi meninggalkan keduanya. Ben yakin Ruby dan Jack memiliki hubungan yang lebih dari sekedar rekan. Namun, Ben sadar jika ini bukan saat yang tepat untuk menanyakan semuanya pada Ruby.

“Jelaskan, By.” Jack terus menatap Ruby yang tertunduk di ranjangnya.

“Malam itu Ben mabuk hingga ia lupa jika wanita yang ditidurinya adalah aku,” jelas Ruby dengan susah payah.

“Lalu?” Jack masih berusaha menjadi pendengar.

Ruby terdiam cukup lama tak mungkin jika ia harus menceritakan sebuah rahasia yang begitu menyakitkan. Rahasia yang bahkan Ben sendiri tak tahu jika itu karena keputusannya. Hanya agar nyawa Ruby terselamatkan.

“By...” Jack meninggikan suaranya.

“Ben mencoba menghubungi orang tua ku Jack. Dan minggu depan Ben akan menikahiku.”

“Tapi apa alasanya? Bahkan bertemu orang tuamu saja Ben belum pernah. Apa itu hanya alasanmu saja?” Jack tampak tak percaya.

“Jack, aku tidak tahu lagi harus berbuat apa. Menghubungimu saja begitu sulit bagaimana lagi aku bisa berontak dan menolak apa yang diputuskan Papa waktu itu,”

“Ben brengsek!” Jack mengumpat cukup keras dan pergi meninggalkan Ruby yang masih berlinang air mata menyaksikan kepergianya. Perasaanya sangat hancur ketika Jack menunjukan sikap tak percayanya pada Ruby. Jack pun tak mencoba memberi kesempatan padanya, pergi begitu saja saat Ruby membutuhkan bahunya untuk bersandar.

Hari-hari yang cukup sulit harus dilewatinya, bersikap seolah-olah sangat bahagia ketika akhirnya semua orang tahu bahwa ia adalah calon istri Ben. Dan begitu sangat tersiksa saat keseharianya berhadapan dengan Jack yang masih begitu ia cintai. Dilema yang entah sampai kapan harus ia rasakan. Setelah pertemuanya dengan Jack malam itu, mereka tak lagi saling bertegur sapa.

**

“Apa bagusnya barang rusak itu,” sergah Ben yang tiba-tiba masuk ke ruangan Jack. Fotografer The Azurape itu masih tampak sibuk membersihkan kamera kesayanganya.

“Namanya juga benda kesayangan ya harus disayanglah,” jawab Jack tanpa menoleh.

“Apa harus aku belikan yang baru agar kau tidak perlu bersusah payah mengurusi benda rusak lagi?” Ben masih bertahan dengan caranya.

“No,” sahut Jack.

“Sampai kapan kau akan mempertahankan barang tidak berguna itu?” Ben mulai tak bisa menahan diri.

Jack memicingkan matanya. “Apa bedannya denganmu yang masih peduli pada perempuan yang sudah aku rusak?” sarkasnya.

“Maksudmu?” tanya Ben tak mengerti.

“Apa kau tidak tahu jika Ruby sudah tidur denganku sebelum pergi ke Bandung?” tanya Jack pada Ben.

Ben hanya tersenyum menyaksikan Jack menampakan wajah penuh amarahnya. Hal itu tak lantas membuat Ben marah. Lagi pula ia juga bukan lelaki baik-baik yang harus mendapat wanita sempurna. Ben cukup sadar jika ia juga pernah menjadi brengsek saat seorang wanita menghancurkan kepercayaan dan cintanya. “Aku tahu Jack. Tapi Ruby sudah hampir mati karena ulahku. Setidaknya aku bisa menebus kesalahan dengan menikahinya,” Jack masih tak mengerti dengan ucapan Ben.

Pernikahan Ruby dan Ben pun semakin di depan mata. Tak ada yang bisa diperbuatnya selain menyetujui apa yang diinginkan ayahnya. Ruby hanya pasrah perlahan melupakan Jack dan mencoba menerima Ben menjadi suaminya. Pesta pernikahan yang sederhana namun tetap dipenuhi oleh wartawan dan banyaknya media. Maklum, ini adalah pernikahan seorang pemilik sebuah media digital yang cukup terkenal. Tidak heran jika semua jurnalis ikut andil untuk meliput pernikahan Ben dan juga Ruby.

Jack pun ikut hadir di sana, pernikahan dengan konsep tradisional. Ruby yang terlihat begitu anggun dengan kebaya dan juga siger yang ia kenakan di kepalanya. Pakaian adat Sunda ini sengaja dipilih Ben karena ia yakin jika Ruby akan sangat cantik saat mengenakanya. Dan setelah pernikahan ke duanya berlangsung, nama Ben dan Ruby menjadi yang paling banyak dicari berbagai media. Namun Ruby lebih memilih menenggelamkan dirinya dan tak lagi menyibukan diri sebagai sekretaris suaminya. Ruby memilih berada di rumah dan mengurus beberapa pekerjaan rumahnya.

Ruby berjalan sambil membawa beberapa belanjaanya, memasuki sebuah lift yang di dalamya hanya ada seorang laki-laki yang tak asing baginya. Jack, keduanya terasa kaku saat bertemu. Bahkan Ruby tak berani menatapnya. Hatinya terus bertanya, untuk apa Jack berada di sini.

“Kenapa dia di sini? Atau jangan-jangan Jack sudah memiliki pacar lagi. Ah... Kenapa aku ini,biar saja Jack memiliki wanita lain lagi pula aku sudah tak berhak lagi memiliki perasaan untuknya,” gumam Ruby dalam hati.

Lift yang di naiki keduanya pun telah sampai pada lantai yang di tuju. Keduanya pun melangkah keluar bersama. Jack tiba-tiba berhenti pada salah satu ruangan.

“Ini rumahku By. Mampirlah jika kau sempat,” Jelas Jack sambil mengumbar senyum pada mantan kekasihnya itu.

Ruby pun terkejut saat tahu jika selama ini Jack tinggal di apartemen yang sama dengannya. Betapa semakin mendesir hatinya, andai saja ia tahu sejak dulu di mana Jack tinggal. Bahkan Ruby tak pernah menanyakan apapun mengenai Jack selama ini. Namun semua sudah terlambat Ruby bukan lagi menjadi kekasih Jack, melainkan telah menjadi seorang istri dari Ben.

“Hon, apa yang kau lakukan disini?” tanya Ben yang tiba-tiba datang. Setelah menikah Ben tak ingin memanggil Ruby dengan namanya. Ia berusaha menunjukan rasa cintanya pada Ruby dengan nama panggilan kesayangannya, Honey.

“Oh aku hanya ingin beristirahat sebentar. Ternyata belanja itu melelahkan,” alibi Ruby.

“Serahkan padaku. Jangan membawa barang terlalu berat. Aku tidak ingin bekas lukamu sakit,” Ben kembali mengingatkan Ruby jika ia masih harus membatasi kegiatanya.

**

Ruby masih sibuk dengan beberapa menu masakan yang coba dibuatnya. Kebetulan Ben bukan tipe yang pilih-pilih makanan, lagi pula Ruby tak begitu pandai memasak. Kecuali beberapa menu makanan khas jawa yang biasa dikenalkan pada lidahnya sejak ia kecil. Berada di Jogja cukup lama membuat Ruby begitu akrab dengan beberapa makanannya, gudeg, pecel, dan beberapa menu lain yang sejak kecil diperkenalkan oleh mamanya.

“Masak apa Hon?” Ben tiba-tiba memeluk tubuh Ruby dari belakang. Ruby yang masih belum terbiasa dengan perlakuan Ben padanya pun masih sedikit kaku menghadapi suaminya. Ruby paham bahwa sebenarnya Ben sedang mencoba menunjukan rasa cintanya pada Ruby. Harusnya ia pun demikian. Tapi dihatinya masih tertambat kuat dengan nama Jack di sana.

“Ben please aku masih masak. Jangan seperti ini, aku kesulitan untuk menggerakan badanku,” ucap Ruby sembari menjauhkan dirinya dari pelukan Ben. Ben cukup bisa mengerti dengan sikap Ruby yang ditunjukan padanya. Ruby hanya butuh waktu untuk mencoba mencintai Ben yang saat ini perlahan mulai menyukainya.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel