Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7

Pagi ini Dirga membuka pintu ruangan Anya tanpa mengetuk. Ia menutup pintu lalu menguncinya. Menatap Anya yang kini menatapnya terkejut.

"Berhubung kita nikah siri, aku akan mengajukan isbat nikah ke pengadilan agama!" ujarnya sambil menatap Anya tajam. "Untuk mengurus perceraian kita."

Jantung Anya mencelos. Wajahnya mendadak kaku dan pucat. Belum puas membuat Anya terasa sakit, Dirga malah menjatuhkan bom tepat di atas kepalanya dengan bergumam,

"Aku mau jadiin Shela satu-satunya wanita dalam hidupku! Aku nggak mau dia sampai terbayang masa laluku karena dia wanita yang baik, wanita yang tidak pantas dijadikan kedua."

Seketika air mata Anya mengalir begitu saja. Hatinya hancur tak tersisa.

"Kamu nangis?" Dirga tersenyum sinis. "Menyesal Anya?"

Anya masih diam di tempatnya. Menggigit bibir bawahnya kuat-kuat berusaha untuk tidak terisak. Mengalihkan pandangannya ke arah lain.

Senyuman Dirga semakin melebar melihat raut penuh kesakitan di wajah Anya. "Dan ya, pernikahanku dan Shela dimajukan dua minggu. Jadi, aku akan segera mengurus perceraian kita!" Setelahnya ia keluar dari ruangan Anya. Meninggalkan wanita itu sendirian.

Ia meraup oksigen sebanyak-banyaknya seolah tak ada habisnya. Air matanya semakin mengalir deras. Inikah akhirnya? Akhir hubungannya dan Dirga? Jantung Anya terus bertalu-talu menyesakkan dadanya.

Sasa...

Putrinya akan hidup tanpa Ayah disamping. Ini semua memang kesalahan Anya yang berusaha tidak jujur pada Dirga. Seandainya dia jujur, apakah mereka akan tetap bersama? Atau mereka akan tetap bercerai? Tapi, yang lalu biarlah berlalu. Toh, semuanya sudah terjadi.

Dirga sudah mendapatkan kebahagiaannya dan Anya tidak berhak melarangnya meski ia menerima tumpukan rasa sakit yang menyakitkan.

***

Katakanlah Dirga munafik. Tapi, dia tidak bisa mengingkari perasaannya sendiri. Raut sedih Anya mengganggu wajahnya. Di ruangannya, pria itu tengah berkeras untuk tidak balik ke ruangan Anya dan menenangkan Anya dengan kalimat-kalimat seperti yang dulu sering ia lakukan pada wanitanya.

Hatinya mencelos saat melihat air mata Anya, namun ia sudah memutuskan. Tidak mungkin mereka bertahan lagi dengan perasaan tersiksa. Dirga mengusap wajahnya kasar dan menyandarkan kepalanya pada kursi kebesarannya. Matanya menatap datar langit-langit ruangan rumah sakit.

Hatinya masih berdenyut melihat betapa sedihnya raut Anya, namun tiba-tiba saja raut Anya tergantikan oleh wajah Shela yang tersenyum padanya. Sekali lagi, Dirga tersenyum culas. Apakah ia yakin memutuskan untuk berpisah dengan Anya setelah nyaris 10 tahun mempertahankan hubungan?

Menghela napas pelan sebelum ia mengeluarkan ponselnya. Memperhatikan walpaper wajah senyuman Anya ketika mereka pacaran. Foto Anya masih tersimpan banyak di foldernya. Walau Dirga memutuskan untuk menyerah, namun dia sama sekali tidak benar-benar menyerah dengan menghapus semua masa lalu mereka.

Untung saja, Shela bukan tipe wanita yang suka memeriksa ponselnya. Lagipula, Dirga menciptakan folder khusus untuk foto Anya yang berkata sandi. Untuk membuka walpaper yang ada di dalam ponselnya pun mesti melalui kata sandi.

Sekali lagi, Dirga menarik napas yang terasa berat. Membuka folder yang berisi foto Anya dengannya. Mencoba menghapus salah satu darinya untuk melihat bagaimana hatinya bertindak. Tombol hapus sudah di depan mata, hanya tinggal menekannya Dirga mungkin akan bisa menghapus semua foto tersebut. Namun, hatinya berteriak untuk tidak menghapusnya. Jantungnya bahkan berdegup kencang.

"Kalau suatu saat nanti kita putus, kamu bakal benci aku nggak, Ga?" Anya ketika itu bertanya padanya sambil mengambil jemari kokoh milik Dirga. Menautkannya satu sama lain.

"Jangan ngomong yang macem-macem! Kita nggak akan putus!" Dirga menarik kepala Anya agar bersandar di bahunya sambil melihat pemandangan danau. "Kalau perlu aku mau nikah sama kamu sekarang!"

Anya terkekeh kecil. "Aku masih harus menyelesaikan kuliahku, Ga. Aku nggak mau kecewain Mama sama Papa."

"Kamu boleh nggak kerja biar ada yang jaga anak-anak kita. Aku nggak mau anak-anak kita diurus sama babysitter."

Lagi-lagi Anya tersenyum. "Kalau memang gitu, berarti kamu harus kasih uang lebih dong perbulannya. Anggap aja aku babysitter-nya anak-anak kita, kamu gaji aku."

Dirga dengan gemas mencubit hidung bangir Anya. Tahu bahwa gadisnya bercanda. "Kamu ya?!!"

Anya tertawa lebar saat Dirga menggelitiki perutnya. "Aduh, Cukup-cukup... Dirgaa!"

"Kapok, sayang?"

Anya yang kini berbaring dibawah Dirga langsung mengangguk. Menempatkan kedua tangan di dada pria itu sambil menatap dalam mata kecoklatan milik Dirga. Keheningan itu Dirga jadikan kesempatan untuk mengecup bibir Anya yang menggoda. Melumatnya lembut kemudian melepaskannya. Menatap Anya yang kini menaikkan sebelah alisnya.

"Untung sayang, kalau nggak habis kamu," ujar Dirga lalu beranjak dari atas Anya. Membantu Anya bangkit untuk kembali duduk.

"Kalau gitu, yuk," goda Anya.

"Jangan macem-macem, Anya," desis Dirga marah, namun malah membuat Anya semakin berani dengan menaik-turunkan kedua alisnya.

"Nggak macem-macem kok, Sayang. Aku cuma mau semacem itu aja."

Dirga menatap Anya datar. Rautnya terlihat marah. "Aku nggak akan sentuh kamu sebelum nikah! Tugas aku itu ngejaga kamu bukan ngehancurin kamu! Kita akan nikah dan saat itu tiba, jangan harap kamu lepas dari aku, paham?"

Seketika Anya terdiam sebelum mengangguk dan kembali menyandarkan kepalanya di bahu Dirga. "Iya, aku paham."

Dirga menghela napas pelan menetralkan emosinya. Merangkul Anya kemudian mengecup ubun-ubun gadis itu. "Aku cinta kamu, Anya."

"Aku lebih cinta kamu, Dirga."

Dirga memilih untuk melupakan semuanya. Masa lalu tetap masa lalu! Dia tidak ingin membuat masa lalu menjadi batu sandungannya. Menyakitkan memang menikah dengan orang yang tidak kita cintai. Tapi, lebih menyakitkan lagi melihat orang yang kita cintai menikah dengan orang terdekat kita. Anya mengalaminya.

Wanita itu tetap berusaha tegar agar tidak mempengaruhi pernikahan sang Kakak. Menatap hampa pada pesan yang baru saja diterimanya dari sang Kakak. Yang menyuruhnya pulang untuk pernikahan Shela agar dapat beramai-ramai memeriahkan sebelum acara besar itu tiba. Mungkin sakit ini belum seberapa dengan sakit yang Dirga tanggung kala itu. Anya sudah siap dengan semua konsekuensinya dan inilah dia. Konsekuensi yang harus Anya ambil untuk masa depan sang pujaan hati.

Anya masuk ke dalam mobil miliknya. Menenggelamkan kepalanya di kemudi mobil dan terisak sesenggukan. Menyakitkan sekali rasanya saat mengingat Dirga akan menikah resmi secara hukum dan agama dengan sang Kakak. Menjalani hari yang pastinya akan sangat menyenangkan seumur hidup.

"Tuhan, bolehkan aku egois dengan memintanya kembali padaku?" bisiknya parau tanpa tahu bahwa Dirga memperhatikannya dari jarak yang cukup jauh.

Tidak! Anya menggeleng kuat. Dia tidak bisa seperti ini. Ini adalah keputusannya. Sudah seharusnya ia merelakan Dirga dan kakaknya untuk menjalani kehidupan baru mereka. Anya tidak boleh egois! Dia harus kuat demi Sasa.

Ya, semuanya hanya demi Sasa.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel