Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 5 Kencan Pertama

Siang itu Aldrich memiliki janji temu dengan seorang rekanan bisnisnya, dia tiba di café tempat pertemuan itu diadakan dan saat dia duduk, dia menerima telepon dari rekanannya yang mengabarkan akan datang terlambat dan memintanya menunggu. Aldrich bukan orang yang sabar menunggu dan dia berpikir untuk membatalkan saja pertemuan itu saat dia melihat Nadia memasuki café. Pria dimeja sebelahnya langsung berdiri dan menyambutnya, entah apa yang membuat Aldrich langsung menyalakan aplikasi perekam pada HP nya, dia ingin mengetahui pembicaraan mereka tetapi dia tidak terlalu paham bahasa, rencananya dia akan meminta penerjemahnya untuk menterjemahkan pembicaraan Nadia dengan pria itu, karena dia melihat Nadia tidak terlalu suka bertemu dengan pria itu. Dia mendengar pria itu menyebut tentang 'Adritz', dia menyimpulkan ini pasti ada kaitannya dengan pembajakan karyawan yang akhir-akir ini terjadi di maskapai yang akan diakusisinya.

Dia memperhatikan raut wajah keduanya dari samping dan menyadari jika pria itu marah dengan apa yang dikatakan Nadia. Nadia berjalan keluar meninggalkan lelaki yang sedang emosi itu, Al penasaran dengan apa yang dikatakan Nadia sehingga membuat lelaki itu marah. Apakah Nadia menolak untuk bergabung sehingga lelaki itu marah? pikirnya. Dia melihat saat lelaki itu berlari menyusul keluar cafe dan menahan Nadia, Al memperhatikan interaski keduanya di depan café dan dia merasa lelaki itu akan mengasari Nadia, dengan cepat dia menyusul keluar dan dia tiba tepat waktu untuk menahan tangan lelaki itu menampar Nadia.

Dia merasakan pukulan pada rahang sampingnya dan merasakan darahnya, rupanya lelaki ini perlu diberi pelajaran, dia menahan tangan lelaki itu saat akan memukulnya kembali, dia tidak masalah jika dia yang terluka tetapi dia tidak rela melihat Nadia terluka. Dia mengancam untuk memperkarakan lelaki itu dan rupanya ancamannya mengena, lelaki itu langsung pergi setelah dia melepaskannya.

Hati Al sangat berbunga-bunga, akhirnya kesempatan untuk berkenalan dan mendekati Nadia terpenuhi. Nadia mengobatinya dengan telaten, dan dia merasakan hembusan nafas Nadia diwajahnya, jantungnya berdegup kencang. Al tidak pernah merasakan perasaan seperti ini seumur hidupnya, termasuk saat bersama dengan Gladys padahal dia merasa dia sangat mencintai mantannya itu, tetapi setelah mereka putus Al menyadari dia tidak mencintai Gladys, karena dia hanya marah karena mengetahui Gladys berselingkuh dan membodohinya, setelah itu dengan mudah dia melupakan wanita itu. Berbeda dengan saat dia dekat dengan Nadia, dia selalu ingin dekat dengannya, dia ingin melihat senyum dan tawa Nadia, dia ingin mendengar suara lembut Nadia, dan semua yang ada pada Nadia dia menyukainya.

Al menggunakan kesempatan itu untuk berkenalan dan dia tidak menduga Nadia masih mengenalinya, betapa senangnya Al saat Nadia berjanji mengantarkannya keliling kota Jakarta, mereka bertukar nomor telepon dan berjanji untuk saling menghubungi.

Scott tiba di café dan melihat wajah atasannya yang terluka, tetapi sorot matanya terlihat tenang dan senang, bahkan senyum tidak hilang dari bibirnya, "Apa yang terjadi tuan? Mengapa bibir anda terluka?" tanyanya dengan kuatir.

"Tidak apa-apa, coba kamu hubungi kembali apakah pertemuan ini akan tetap dilanjutkan?"

"Baik tuan" Scott langsung menghubungi relasi bisnis yang ingin menemui tuannya itu. Walau dalam hatinya dia masih bertanya-tanya apa yang terjadi sehingga membuat atasnnya terlihat bahagia dan dengan senang hati menunggu, padahal itu bukalah sifatnya, atasannya itu tidak menyukai orang yang tidak menghargai waktu dan tidak suka menunggu, tetapi hari ini atasannya sama sekali berbeda.

Scott sudah mengikuti Aldrich sejak 5 tahun lalu, dia sudah mengebal sifat atasannya itu, dan dia belum pernah melihat atasannya sebahagia hari ini.

"Scott, aku perlu menterjemahkan rekaman percakapan secara langsung, apakah kamu bsia mengaturnya?"

"Baik tuan, saya akan segera meminta Niken untuk menemui anda" Niken adalah sekretaris dari pimpinan Andritz Jakarta, kemampuannya menguasai 4 bahasa membuatnya diperbantukan sebagai penterjemah jika para pimpinan Abdritz pusat datang berkunjung.

Aldrich memperdengarkan percakapan Nadia dengan Ernest pada Niken saat mereka sudah tiba di kantor pusat Andritz, dia meminta Niken menterjemahakan perkalimat dari percakapan itu. Scott yang ikut mendengarkan cukup kaget, dia tidak menyangka secara tidak sengaja atasannya menangkap basah perbuatan kotor maskapai yang membajak karyawan mereka. Dia tidak mengetahui siapa dua orang yang bercakap-cakap itu tetapi dia yakin jika atasannya itu berinisiatif merekam pembicaraan itu artinya dia mengenali mereka. Scott kagum pada wanita yang ada dalam rekaman itu, bagaimana dia membuat lawan bicaranya tidak bisa berkata-kata, dan dia menduga mereka berdua pernah membina satu hubungan dan sudah berpisah karena wanita lain, tiba-tiba dia tersadar apakah atasannya terluka berhubungan dengan rekaman pembicaraan itu, dia memperhatikan perubahan raut wajah atasannya itu.

"Selidiki lelaki yang bernama Ernest ini" Kata Al pada Scott saat Niken sudah meninggalkan mereka berdua.

"Bagaimana dengan wanita dalam rekaman itu? Apakah perlu saya menyelidikinya juga?" Scott sebenarnya mencoba memancing karena dia menduga kebahagiaan atasannya berkaitan erat dengan wanita dalam rekaman itu.

"Tidak perlu, aku sudah mengenalnya. Dia Nadia"

"Apakah tuan menyukai pramugari itu?" tanya Scott secara langsung, dia sudah mengenal atasannya ini, dan dia sudah terbiasa bertanya langsung. Baru kali ini dia melihat atasannya begitu perduli dengan seorang wanita, bahkan pada mantannya dulu dia tidak seperti ini.

"Menurutmu bagaimana?"

"Saya rasa tuan menyukainya, saya tidak pernah melihat tuan begitu menaruh perhatian pada seorang wanita sampai meminta saya menyelidikinya dan rela terluka untuknya. Jika saya boleh jujur, dari hasil penyelidikan dan mendengar rekaman suara ini saya yakin dia wanita yang baik"

"Hahaha....dia memang wanita yang baik, dia yang mengobati lukaku dan aku akui aku menyukainya sejak melihatnya di pesawat waktu itu."

"Selamat tuan, akhirnya tuan menemukan wanita yang anda sukai."

Aldrich tertawa mendengar ucapan selamat dari Scott, mungkin benar pikirnya akhirnya dia menemukan wanita yang dicarinya,"Apakah menurutmu aku harus menghubunginya lebih dulu?"

"Tentu harus tuan, jangan sampai wanita ini lepas dari genganggam anda tuan. Saya yakin wanita ini akan membuat tuan bahagia"

"Baiklah, apakah kamu bisa mendapatkan jadwal terbangnya?"

"Pasti bisa, tuan. Segera saya kirimkan ke email tuan"

"Terima kasih, Scott. Oh ya, jangan katakan apapun pada keluargaku aku tidak ingin membuat mereka kecewa ataupun mereka ikut campur dan mengakibatkan kekacauan, aku ingin mendapatkan hati wanita ini terlebih dahulu."

"Tenang saja tuan, saya tidak akan mengatakan pada siapapun. Orang tua anda pasti senang jika mengetahui anda sudah menemukan wanita yang anda cari selama ini"

"Pasti, sekarang cepat carikan saya jadwal terbangnya"

"Baik tuan"

"Kamu dijebak untuk bertemu dengan si muka dua sama Fanny?" tanya Della saat Nadia mengatakan dia bertemu dengan Ernest.

"Iya, saat aku tiba di café itu tidak ada Fanny disana tetapi Ernest yang ada disana"

"Astaga Nadia, kamu masih saja menyebut namanya. Dan kenapa kamu tidak mengajak kami?" Tanya Tika, dia kesal karena Nadia masih tetap menyebut nama si muka dua.

"Fanny bilang dia mau curhat dan minta bertemu hanya berdua, aku tidak kepikiran jika itu jebakan, tetapi aku kembali berhasil membuatnya marah" Kata Nadia dengan senang.

"Kamu membuatnya marah? dia tidak berbuat kasar padamu?" tanya Della.

Nadia akhirnya menceritakan pertemuannya dengan Ernest, saat selesai bercerita kedua sahabatnya itu langsung berteriak maha, "Dasar si muka dua bisanya menyakit wanita" kata Della

"Dia benar-benar mau menamparmu?" tanya Tika dan di beri anggukan oleh Nadia

"Dasar lelaki tidak punya malu, berani-beraninya memukul wanita" kata Tika kembali.

"Iya...tetapi pria asing yang menolongmu itu benar-benar baik, bagaimana rupanya? Tampan?" tanya Della dengan antusias.

"Tinggi dan tampan. Aku pernah bertemu dengannya saat penerbangan DC yang lalu dan dia juga mengenaliku."

"Untung ada dia, jika tidak aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi." Kata Tika

"Benar dia tampan? Kamu ada minta nomor teleponnya?" tanya Della dengan antusias.

"Aku berjanji mengajaknya berkeliling dan menikmati kuliner Jakarta"

"Nad...jangan-jangan dia jodohmu? Ayo gunakan kesempatan ini untuk mendekatinya" sahut Tika.

"Hahaha......kalian tadi marah-marah, sekarang jadi mak comblang"

"Nadia cantik....kami ini mengkuatirkanmu, jangan hanya sibuk berkeliling dunia dan jangan jadikan pengalamanmu yang lalu sebagai hambatan, bukalah hatimu untuk cinta" kata Della dengan puitisnya.

"Iya, aku setuju denganmu Del....Nadia harus membuka hatinya untuk cinta. Ayo Nad...gimana kamu menilai pria ini?" tambah Tika

"Kalian berdua cocok kalau sudah membahas soal cinta...lelaki ini kelihatanya baik, aku ingat waktu dipesawat penumpang lain mengomel karena keributan yang ditimbulkan tetapi lelaki ini tidak dia tidak perduli dan sibuk dengan dokumennya. Tadi melihat bibirnya berdarah aku langsung panic dan saat mengobatinya dia tidak pernah melepaskan pandangannya dariku dan itu membuatku semakin grogi, jantungku berdegup kencang dan tanpa sadar aku sudah berjanji mengantakannya keliling kota"

"Nad...apa itu benar-benar pertanda? Pokoknya kamu harus menghubunginya, selain untuk ungkapan rasa terima kasihmu juga untuk melihat apakah dia juga memiliki rasa tertarik padamu" sahut Della dengan cepat.

"Sudah...sudah...kalian berdua jangan terlalu mendramatisir, bagaimana jika dia sudah memiliki pacar atau tunangan atau istri?"

"Makanya Nad....gunakan janjimu itu untuk mengetahui dan mengenal tentang dirinya." Kata Tika

"Yah...terserah kalian, aku menganggapnya sebagai teman dulu saja, untuk berikutnya biarkan waktu yang akan menjawabnya"

"Hahaha....ketularan puitisnya Della" sahut Tika dan disambut gelak tawa mereka semua.

"Tik....kamu tidak mulai bersiap-siap, bukankah kamu ada jadwal malam ini?" tanya Nadia

"Huh....ngomong-ngomong soal jadwal gara-gara si muka dua kita jadi sengsara, jadi kerja rodi. Oh ya, bagaimana dnegan pengurangan cutimu?" kata Tika

"Harus terima keputusan manajemen, tetapi aku tetap diberi 3 hari dan aku rasa itu sudah cukup. Dan aku boleh mengambil cuti lagi setelah semua stabil." Jawab Nadia.

"Ya sudah, aku bersiap-siap dulu. Kalian terbang besok pagi? Rute panjang atau pendek?" tanya Tika kembali sambil dia berjalan kekamarnya.

"Aku dapat rute panjang" jawab Della "Aku rute pendek" jawab Nadia

"Wah....Nad jangan lupa gunakan kesempatan ini, mumpung rute pendek kamu punya waktu mengajaknya bertemu" kata Della pada Nadia sepeninggalan Tika.

"Sudahlah...aku hanya ingin berteman dan lihat bagaimana nanti kelanjutannya, dijalani saja. Aku mau menyelesaikan tugas dari kapten Smith dulu, supaya bisa cepat kukembalikan"

"Hahaha....kudoakan jika dia adalah jodohmu" Della menyahuti komentar terakhir Nadia sebelum Nadia menghilang di balik pintu kamarnya.

Nadia mengeluarkan berkas dari dalam amplop yang diberikan kapten Smith, ternyata cukup banyak juga yang harus dia nilai, tetapi entah mengapa pikirannya kembali ke Aldrich. Apakah benar apa yang dikatakan sahabat-sahabatnya tadi? Dia harus mencoba membuka kembali hatinya untuk cinta, dia memang merasakan sesuatu yang berbeda saat didekat Aldrich, tetapi dia tidak ingin terlalu berharap cukup dua kali dia merasakan sakit hati dan dia tidak ingin mengulang rasa sakit itu, untuk itu dia ingin menemukan yang terakhir, lelaki yang bisa memahami mimpinya, bisa menerima semua kelebihan dan kekurangannya, setia dan mencintai keluarga. Entah kapan dia akan menemukan lelaki itu, tetapi dia yakin saat itu akan datang.

Siang itu Aldrich mengirim pesan pada Nadia, bertanya apakah Nadia bisa menemaninya makan malam. Sepanjang sisa hari itu Al gelisah menunggu balasan dari Nadia, dia benar-benar ingin melihat dan bertemu Nadia, apakah ini yang dinamakan rindu? pikirnya. Dan akhirnya menjelang pukul 8 akhirnya dia menerima balasan.

"Maaf, baru bisa membalas pesan, saya baru saja selesai bertugas. Apakah sudah makan malam?"

"Tidak masalah, saya belum makan malam, apakah kita bisa bertemu?"

"Boleh"

"Baiklah, ijinkan saya akan menjemputmu"

"Saya sedang dalam perjalanan pulang ke apartement, apakah anda bersama supir?"

"Iya, kebetulan saya bersama supir. Kirimkan alamatmu, saya segera menjemputmu"

Nadia mengirimkan alamat apartementnya dan saat dia tiba di apartementnya yang kosong karena kedua sahabatnya sedang bertugas dengan cepat dia membersihkan dirinya dan berganti pakaian santai sambil berpikir akan mengajak Aldrich makan dimana.

Aldrich segera meminta supir mengantarkanya kealamat yang dikirimkan Nadia, sesampainya disana dia turun di lobby dan meghubungi Nadia, tidak lama kemudian dia melihat Nadia dengan pakaian casual dan santainya berlari kecil dari arah lift ke lobby,Al senang sekali bisa melihat Nadia kembali.

"Maaf membuatmu menunggu" kata Nadia sambil melihat pada Aldrich, dia hampir saja tertawa melihat betapa berbedanya pakaian mereka. Aldrich masih menggunakan setelan kerja lengkapnya dan dia hanya menggunakan kaos dan jeans.

"Tidak masalah, jadi kita makan dimana?"

"Sebenarnya aku ingin mengajakmu mencoba nasi bebek dibelakang apartement ini, tetapi..." Nadia ragu melanjutkan perkataannya

"Tetapi kenapa?" tanya Al binggung

Nadia tersenyum, aslinya dia sedang menahan tawanya "Tempat makan itu hanya warung kecil dan pakaianmu rasanya tidak cocok untuk makan disana"

Al melihat pakaiannya dan akhirnya dia tertawa, dia melihat Nadia akhirnya juga tidak bisa menahan tawanya, mereka tertawa bersama. Al langsung membuka jas dan dasinya, kemudian dia melipat lengan kemejanya, membuka dua kanjing kemejanya lalu berkata, "Bagaimana apakah sekarang sudah cocok?"

"Apakah kamu tidak keberatan makan di warung kecil?"

"Apakah makanannya enak?"

"Makanannya enak dan cukup bersih untuk kategori sebuah warung. Begini saja kita kesana jika tidak cocok kita pindah ketempat lain?"

"Boleh juga, ayo" Al mengajak Nadia menuju ke mobilnya yang amsih terparkir di depan pintu masuk.

Nadia melihat mobil yang ada didepan lobby, kelihatannya Aldrich adalah seorang pembisnis yang mempunyai kedudukan tinggi karena mobil yang digunakannya adalah salah satu mobil mewah, lalu dia berkata, "Rasanya lebih cepat kita berjalan kaki daripada menggunakan mobil, jika tidak keberatan tentunya"

"Boleh juga, aku akan meminta supir mencari parkir dan menungguku disini"

Al mendekati supir yang berdiri untuk membukakan pintu untuknya, dia memerintahkan supir itu untuk mencari tempat parkir dan menunggunya, Al juga memasukan jas dan dasinya kedalam mobil sebelum berbalik kembali ketempat Nadia menunggunya.

Mereka berdua berjalan beriringan melewati taman apartement menuju pintu keluar belakang, mereka menyusuri jalanan yang masih terlihat ramai malam itu, sampai Al melihat beberapa warung tenda berjejer dipinggir jalan.

"Apakah kamu sering makan di sini?" tanyanya pada Nadia

"Tepatnya kami, aku dan kedua sahabat seapartementku jika malas masak kami membeli makanan disini, tetapi dari semua warung yang ada kami hanya menyukai nasi bebek dan nasi goreng, selebihnya tidak terlalu enak dan tidak bersih. Apakah kamu merasa tidak nyaman? Kita bisa mencari tempat lain."

"Tidak perlu, aku ingin mencoba nasi bebek"

Mereka tiba di warung Bu Sri, Udin yang melihat kedatangan Nadia lansgung menghampiri, "Mbak Nad, mau makan disini atau bungkus?"

"Makan disini, Din. Ada tempat kosong?"

"Di pojok sana ada kursi kosong, mbak Nad duduk saja biar aku pesankan sama si mbok. Pesanannya seperti biasa kan? Tapi teman bule mbak ini juga mau makan disini?"

"Iya, dia mau mencoba masakan Jakarta." Setelah itu dia melihat pada Al dan bertanya "Mau bagian paha atau dada?"

"Yang enak yang mana, kamu pilihkan saja atau samakan dengan pesananmu"

"Ok. Din...buatin dua seperti biasa ya, minumnya kasih air mineral botol saja yang biasa"

"Baik mbak"

Nadia mendekati rombong dan menyapa bu Sri, "Apa kabar mbok? Sehat?"

"Astaga nak Nadia, lama tidak kesini. Mbok sehat nak, kamu sendiri bagaimana?"

"Sehat mbok. Ini Nadia bawa teman yang ingin mencoba nasi bebeknya si mbok"

"Ya sudah setelah ini mbok siapkan, kamu duduk dulu saja"

"Iya mbok, terima kasih"

Al melihat interaksi Nadia dan pemilik warung, saat mereka duduk Al bertanya, "Kelihatannya kamu cukup akrab dengan mereka?"

"Kebetulan Udin, putra bu Sri itu hampir seumur dengan adik bungsuku jadi aku menganggap dia seperti adikku, dan karena kami sering memesan disini, kami jadi dekat."

"Tempat ini cukup bersih untuk kategori warung tenda, dan aku yakin makanannya juga pasti bersih"

"Apakah kamu nyaman duduk ditempat seperti ini?"

"Tidak masalah, selama kamu menemaniku"

Tidak lama mereka menunggu, Udin datang membawakan pesanan mereka dan menatanya dihadapan mereka, "Wah, lalapannya banyak sekali?" Tanya Nadia saat melihat lapapan sepiring penuh dihadapannya. "Kata mbok, mbak Nad suka makan sayur, makanya sama mbok dibanyakin. Dimakan dulu mbak, Udin mau keluar sebentar mengantarkan pesanan"

"Ooh...baiklah...hati-hati dijalan"

"Iya mbak"

Aldirch melihat makanan yang tersaji dihadapannya, sejujurnya dia sangat tertarik melihat makanan itu, dia melihat Alya mengambil sendok dan garpu lalu membersihkannya sebelum diserahkan padanya. Dia juga melihat Nadia mengeluarkan tissiu basah, dan membersihkan tangannya dengan air dalam mangkok yang diberi irisan jeruk.

"Apakah kamu bisa makan pedas?"

"Tidak bisa"

"Kalau begitu jangan pakai sambel, sambel disini pedas"

Al memperhatikan bagaimana Nadia mulai menyantap makanannya dengan menggunakan tangannya, Nadia tertawa saat melihatnya kebinggungan, "Ini namanya muluk, makan menggunakan tangan. Untuk makanan tertentu di sini lebih enak jika dinikmati langsung dengan tangan. Aku yakin kamu belum terbiasa. Pakailah sendok dan garpu seperti biasa"

Al mulai mencicipi makanannya dan ternyata Nadia benar, makanan ini sangat enak, dia merasakan makanan seperti ini, perpaduan rasa yang gurih dan daging bebek yang renyah membuatnya ingin terus menyantap makanan itu, dia melihat Nadia memakan sayuran mentah dan dia juga mencobanya."Makanan ini enak sekali"

"Iya, apalagi jika kamu makan langsung menggunakan jari, lebih terasa kenikmatannya...eh....jangan mencobanya sekarang, kamu belum terbiasa nanti mengotori bajumu"

"Tapi aku ingin mencoba merasakan bedanya" Al menatap Nadia dengan tatapan memohon. Nadia memandang tangannya, sebelum dia berkata Al melanjutkan, "Bagaimana jika kamu menyuapiku?" Entah apa yang merasuki pikiran Nadia saat itu, dia mengurulukan tangannya yang berisi nasi kearah mulut Aldrich. Al dengan cepat menyambutnya walau dia merasa aneh tetapi dia menikmatinya, entah karena dia memakannya dari tangan Nadia atau karena memang makanan ini jika dinikmati dengan tangan bisa lebih nikmat, dia menguyah makanan itu ada rasa pedas yang mulai terasa, dia memandang ke Nadia dan melihat Nadia menahan tawanya, Al tersadar Nadia mengerjainya, dia lupa Nadia makan menggunakan sambel.

Nadia mengulurkan air mineral padanya, dengan cepat dia meminumnya, "Kamu mengerjaiku"

"Maaf, aku lupa jika makananku pedas" kata Nadia sambil tertawa.

"Bagaimana kamu bisa makan, makanan pedas seperti itu?"

"Di Indonesia sambel merupakan salah satu makanan favorit, orang-orang tertentu tidak bsia menikmati makanan mereka jika tidak ada sambel. Oleh karena itu lidah kami sudah terbiasa menerima rasa pedas. Selama aku berkeliling di luar negeri,menurutku tetap sambel Indonesia yang paling enak."

"Apakah kamu yakit tidak akan sakit perut karenanya?"

"Tenang saja, untuk level pedas seperti ini masih normal dan tidak akan membuat perutku sakit"

Mereka melanjutkan makan sambil mengobrol ringan, setelah selesai dia melihat Nadia kembali membersihkan tangannya di dalam mangkok, dan kali ini dia menggunakan tissue basah setelahnya. "Apakah kamu sudah kenyang? Atau mau menutupnya dengan kopi?"

"Kopi, kurasa boleh juga"

"Ayo, kita pergi ke café didepan" Nadia berdiri diikuti oleh Aldrich, Nadia mengeluarkan dompetnya, dengan cepat Aldrich menahannya, "Biar aku saja yang membayarnya, bukankah aku yang mengajakmu?"

"Hahaha.....biar ini aku yang traktir, bukankah aku sudah berjanji. Nanti belikan aku minuman saja"Aldrich memandang Nadia dan akhirnya dia melepaskan tangannya, dia melihat Nadia mengurukan uang seratus ribuan pada ibu pemilik warung dan kelihatannya si ibu ingin memberikan kembalian tetapi ditolak oleh Nadia. Nadia langsung mengucapkan terima kasih dan menarik tangannya keluar dari warung itu dengan cepat sebelum si ibu memaksa memberi kembalian padanya. Al membiarkan tangannya di penggang oleh Nadia, dia sangat menikmati saat-saat ini.

Saat sadar, Nadia langsung melepaskan pengangan tangannya dan meminta maaf. Nadia juga heran mengapa bersama Aldrich dia bisa merasa nyaman dan santai, apakah karena pembawaan Al yang santai dan hal itu mempengaruhinya. Sejujurnya saat dia mengaktifkan kemabali HP nya diperjalanan pulang dia bahagia menerima ajakan makan malam dari Al, oleh sebab itu dia langsung menyetujuinya.

Mereka duduk di café di lobby apartement, Nadia menjelaskan jika mereka sudah berjanji tidak boleh membawa pria kedalam apartement termasuk kekasih kecuali keluarga kandung, oleh sebab itu Nadia tidak menawarkannya untuk minum kopi di atas.

Aldrich benar-benar merasa santai, dia mendengarkan pengalaman Nadia saat bertugas dan berkeliling dunia. Nadia juga menceritakan cita-citanya yang ingin menerbitkan buku tentang perjalananya mengunjungi kota-kota selama perjalanannya itu.

Tidak terasa malam semakin larut dan Nadia meminta maaf padanya karena terpaksa harus mengakhiri pertemuan mereka karena besok pagi dia harus bertugas kembali dan mereka berjanji untuk saling menghubungi.

Aldrich sebenarnya tidak rela tetapi bagaimanapun Nadia harus beristirahat, Nadia menunggunya memasuki mobil dan melambaikan tangannya, kemudian dia berbalik masuk kedala lobby apartementnya, dia melihat Nadia menyapa penjaga disana, kelihatan sekali Nadia juga bahagia dan sudah terbiasa menyapa orang-orang itu.

Sepanjang perjalanan Aldrich tersenyum, dia merasa senang malam ini, kelelahannya memeriksa laporan di kantor Andritz Jakarta seharian tadi sudah hilang. Al senang sikap Nadia yang tidak menanyakan siapa dan apa pekerjaannya, Nadia menganggapnya sama seperti teman-temannya karena itu dia benar-benar bisa merasa santai bersamanya, mereka hanya mengobrol tentang Negara-negara yang pernah mereka kunjungi, kebudayaan dan kebiasan orang-orang dinegara itu, dan hal-hal lain yang membuat mereka sampai lupa waktu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel