Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 4 Preman Angka Sepuluh

Fairy berlalu dari kerumunan begitu saja, berniat mencari tempat penginapan untuk malam ini, sepertinya banyak vila yang hanya satu kamar di sini, dia merasa punya cukup uang setelah beberapa jam tadi menunggu perahunya di sewa wisatawan, dia pun mengadakan perjanjian, besok satu hari lagi perahunya di sewakan agar dia punya cukup uang buat ongkos ke kota tujuannya yang katanya masih jauh, setelah itu, ia berikan sepenuhnya kepada si pemilik perahu rental. Dan hanya akan di ambil jika suatu saat di butuhkan tanpa diminta lagi uang sewanya, asalkan perahunya di jaga dan di rawat baik-baik.

Dia tak lagi memedulikan perkataan dari para gadis yang sebagian menginginkan baju yang ia kenakan dan sebagian lagi mencemoohnya. Tubuhnya sudah terlalu capek setelah berjuang mengarungi lautan entah dari mana dia pun tak tahu, bahkan kota ini pun dia tak tau namanya. Dia hanya menginginkan tidur di kasur yang empuk dan nyaman dengan segala kebutuhan yang sudah tersedia setelah sekian tahun dia hanya tidur beralaskan batu.

Baru saja ia berjalan menuju resepsionis untuk memesan sebuah kamar untuknya, tiga orang pria berpakaian seperti preman dengan sengaja menabraknya.

Fairy terhuyung nyaris jatuh, beruntung dia dengan cepat berpegangan ke tiang lampu jalan.

"Hay manis, kamu habis syuting ya?" goda salah satu preman itu tanpa merasa berdosa telah menabrak gadis polos itu. Sementara Fairy hanya menggeleng cepat.

"Alah, gak usah malu-malu, kamu itu model pakaian adat tradisional kan?" timpal preman satunya yang jaraknya cukup dekat dengan Fairy. Tangannya yang jail mencolek dagu Fairy sambil menjulurkan lidah menyapu bibir hitamnya yang membuat Fairy bergidik mual.

"Ini berlian yang sudah jarang sekali di temui di kota besar ini, kulitnya nampak bening dan bersih, pasti dia masih perawan, waaah bayarannya pasti gede nih kalau sampe ke tangan mamih," seru preman yang ketiga sambil ikut menjulurkan lidah dan menyapu bibirnya sama persis seperti kedua temannya, mereka seperti sekelompok buaya dengan air liur daei lidahnya yang terlihat sangat menjijikan.

Fairy memang memiliki paras yang sangat cantik bak boneka Berbie, kulit putihnya yang mulus alami membuat siapapun nampak iri terutama kaum hawa, yang pastinya banyak sekali yang rela mengeluarkan cuan banyak demi hasil memuaskan, sementara Fairy alami tanpa perawatan hanya mengandalkan tanah liat dari celah bebatuan goa yang sudah di bersihkan oleh ibu angkatnya yang percaya bahwa jaman dahulu perawatan kulit bisa hanya dengan tanah liat saja, dan hasilnya memang terbukti, kulit Ibu Rumi nampak sehat dan bersih begitupun kulitnya pa Jaya dan termasuk Fairy sendiri walau hidup jauh dari peradaban.

Fairy membulatkan mata tak percaya, dia sedang letih-letihnya malah bertemu dengan kucing garong modelan begini. Fairy celingukan mencari celah kemana ia harus berlari, sedangkan ketiga pria itu mulai mengelilinginya, kebetulan tempat itu sudah mulai sepi karena sudah menjelang malam.

"Sebenarnya aku bisa saja melawan mereka, berbekal latihan dengan Ayah Jaya dan Ibu Rumi, tapi itu akan menyulitkan aku nanti dengan deretan kasus yang tak diinginkan," gumam hati Fairy waspada. Sementara para lelaki hidung belang yang penuh dengan tato itu semakin mendekati Fairy dengan segala ocehannya yang kaluar dari mulut baunya mirip seperti sampah.

"Buset, ini preman makan sampah apaan sih, bau bener?" gerutu Fairy lagi dalam hatinya, merasa jengkel.

"Aku harus bisa meloloskan diri, enak saja mau dijadikan kupu-kupu malam," tekadnya yang kemudian menendang tepat di selangkangan salah satu preman itu, dan langsung berlari sekencang mungkin.

Kedua preman yang lainnya terus mengejar dan tak menghiraukan temannya yang guling-guling akibat tongkat ajaibnya di tendang oleh gadis itu.

"Hei ... berhenti, mau lari ke mana kamu gadis sialan?" teriak salah satu preman yang tubuhnya agak bulet itu sambil kepayahan mengejar Fairy yang berlari cukup kencang.

"Woyy ... berhenti kau jalang, berhenti kamu!" teriak preman yang satunya bertubuh kurus kering, larinya yang pontang panting mirip sekali orangan sawah.

Fairy terus berlari tanpa arah, hingga menemukan perempatan, tapi setelah semakin dekat rupanya itu hanya pertigaan karena jalan yang satunya menuju sebuah rumah besar.

Tanpa berpikir panjang lagi Fairy terus berbelok ke arah jalan yang menuju rumah besar itu yang terlihat gerbangnya masih jauh sementara jalan itu hanya satu titik mengarah ke sana.

"Aku harus mencari bantuan, siapa tahu di sana ada penghuninya yang bisa menolongku!" gumam Fairy di tengah-tengah deru nafasnya yang tak beraturan.

Jleb.

Sesuatu menancap di bahu kanan Fairy, tak mau ambil pusing Fairy tak menghentikan larinya, meskipun rasa sakit mulai menjalar di area tersebut, hingga sesuatu yang ia tabrak tanpa sengaja.

Bruk ....

"Aduh ..." pekik seseorang bersuara laki-laki, Fairyi yang terkejut langsung bersembunyi di bawah kolong mobil di hadapan pria tadi sebelum orang itu menyadarinya.

Ketakutannya semakin menjadi tatkala yang dipikirkan olehnya ialah lelaki tersebut masih komplotan preman yang hendak menculiknya.

Sementara lelaki tadi celingukan mencari sesuatu yang tadi menubruk punggungnya, karena posisinya tadi sedang membungkuk di hadapan kap mobil yang sedang ia perbaiki.

"Apaan tadi ya, yang menabrak ku? Kok ga ada apa-apa? Halo ... siapa di sana? Ada orang kah?" teriak pria itu berharap menemukan sesuatu yang menabraknya barusan.

Saat hendak akan berjongkok ke bawah mobil, yang ia rasa ada sesuatu di sana.

Jlebb.

"Aww ..." pekik pria itu sambil meraba bagian belakang. Ternyata ada sesuatu yang menancap di bokongnya, pas posisi baru saja nungging dengan badan miring kesamping sebelum jongkok, berniat memeriksa di bawah kolong mobilnya.

Saat pria itu sedang sibuk berusaha mencabut sesuatu yang menancap tadi, datanglah dua orang pria bertampang aneh menurutnya, yang satu pendek agak bulet, yang satu lagi tinggi kurus kering mirip angka sepuluh, berlari tergopoh-gopoh kearahnya.

"Bang liat cewek lari ke arah sini ga?" tanya si kurus tinggi, sambil meringis mengatur nafasnya yang berjarak seperti senen kamis.

"Cewek?" tanya balik pira itu yang kebingungan. "Gak ada manusia ke sini sebiji pun bang, kecuali saya di sini seorang diri sejak tadi, lagi pula ini kan bukan jalanan umum, anda salah jalur kali bang," jawab pria itu ketus.

"Tapi bener bang, tadi ada wanita yang lari ke arah sini, makanya kita kejar kemari, dia itu orang gila yang lepas bang," sahut si tubuh bulat dengan perut buncit menggelambir sambil ngap-ngap ngatur nafasnya kaya ikan loncat dari air.

"Mana ada? Noh lihat sekeliling sini ada orang gak? Dari tadi saya di sini sendirian, atau ... jangan-jangan ini modus kalian ya, hayo ngaku, kalian mau maling kan?" tuduh pria itu dengan galaknya.

"Bu ... bukan bang, kami bukan maling, sumpah."

"Halah alesan, pergi gak kalian dari sini, kalo tidak saya lapor polisi!" gertak si pria tersebut, yang langsung membuat kedua preman itu kocar kacir.

Pria itu hanya menggeleng pelan melihat kelakuan tamu yang tak di undang itu. Dia lupa sama apa yang tadi ia cari, sesuatu yang menabraknya, bahkan dia lupa ada yang masih menancap di bokongnya.

Kemudian ia melanjutkan aktivitas nya mengotak ngatik mobil, ia menyalakan lampu senter karena harus ke bawah kolong mobil mengecek mesin dari bawah.

Begitu sampai di kolong ia pun terkejut nyaris berteriak, "Huaaaa ... a ... ada ma .. mayat ...." pekiknya yang langsung ditahan oleh sesuatu yang membungkam mulutnya.

Bersambung ....

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel