Bab 13
Karena rasa penasarannya, Alfa berjalan perlahan mendekati kepala Zara. Tangannya terulur perlahan ke arah cadar Zara. Alfa ingin membuktikan kecurigaannya. Benarkah dia adiknya?
"Bagaimana keadaannya?" pertanyaan itu menghentikan gerakan Alfa yang hampir saja menyentuh salah satu sisi cadar Zara.
Alfa segera menegakkan tubuhnya kembali dan menoleh ke arah Ali. "Kelihatannya dia kelelahan, sebaiknya kau hubungi Dokter." Ali menganggukkan kepalanya.
"Aku pergi dulu, sampai jumpa Ali." Alfa menepuk pundak Ali dan beranjak pergi meninggalkan Ali sendirian yang kini menatap lurus ke arah Zara yang tak sadarkan diri.
"Sampai kapan kau menyiksa dirimu seperti ini," gumam Ali dan menghubungi Dokter yang menangani Zara.
***
Rival mengamuk karena kesal, ia melemparkan semua barang yang ada di dalam kamarnya.
"Ah wanita sialan! berani sekali selama ini dia menolak dan menghinaku, sedangkan pada Alfa dan polisi sialan itu dia mau! Apa yang dia harapkan? Apa harta?" amuk Rival membanting semua barang-barang.
"Oh God! Rival apa yang kau lakukan?" jerit Amanda.
"Sialan!" amuk Rival.
"Rival hentikan!"
"Pergi, Mom!" bentakan Rival membuat Amanda ketakutan dan berlalu pergi.
Setelah puas melemparkan semua barang-barang dan membantingnya, Rival mengambil salah satu botol alkohol koleksi miliknya dan juga alat hisap shabu untuk dirinya menenangkan diri.
***
"Alfa?" seru Sahira saat ia keluar dari rumahnya untuk berangkat bekerja dan ia melihat Alfa berdiri tegap dan bersandar ke mobil sport miliknya.
"Kau akan berangkat bekerja?" tanya Alfa.
"Eh, iya."
"Ayo, biar aku antar," seru Alfa dan berjalan memasuki mobilnya.
Walau ragu, Sahira akhirnya memutuskan menaiki mobil Alfa. Dan Alfa langsung menginjak gas mobilnya meninggalkan area rumah Sahira.
"Kemarin kau pulang lebih dulu?" tanya Alfa karena saat ia menuruni tangga, semuanya sudah sepi dan Sahira telah pulang.
"Ah iya," jawab Sahira.
"Kenapa? Aku datang kesana kan untuk menjemputmu pulang," ucap Alfa dengan wajah dingin.
“Maaf, aku pikir kamu hendak menemui Mrs. Lamia, “ seru Sahira. Mendengar nama itu ekspresi Alfa menjadi menegang, ekspresinya berubah keras tak terbaca.
****
Alfa dan Sahira sampai di toko, Alfa entah kenapa ingin mampir masuk ke dalam dan menyapa Lamia yang tengah berdiri di dekat meja kasir tengah memberikan arahan.
“Assalamu’alaikum, “ ucapan salam itu membuat mereka menoleh ke arah Sahira dan Alfa.
“Wa’alaikumsalam, “ jawab Lamia menatap ke arah Alfa.
Belum sempat mereka saling menyapa, suara dari televisi mengalihkan mereka.
Di acara televisi menayangkan penangkapan besar seorang pengusaha hebat Mr. Abraham terkait kasus penggelapan uang dan pembunuhan terhadap Mr. Ben yang merupakan pengusaha dari perusahaan pesaingnya.
Tatapan Zara menajam begitu juga dengan Alfa, berita itu menggeparkan mereka berdua dengan penuh keterkagetan. Cukup lama menatap layar televisi karena kaget, Zara menoleh ke arah Alfa yang tampak dingin tak terbaca menatap layar persegi itu.
“Akhirnya dia mendapat hukuman, “ seru Alfa penuh kebencian membuat Zara mengernyit.
‘Apa Kak Alfa menyimpan dendam pada Mr. Abraham karena aku?’ batin Zara.
****
Di kediaman Abraham Miranda dan Meysa menangis karena Abraham di tangkap polisi beserta anak buahnya. Sedangkan Rival duduk termenung di sofa single dengan wajah yang kacau.
Berita ini sangat menghebohkan kota dimana Abraham merupakan pengusaha terkenal, dan bahkan sebentar lagi akan bergabung dengan pemerintahan sebagai menteri. Tetapi sebelum itu terjadi, takdir menariknya ke dalam situasi seperti ini.
“Ini semua karena ketidakbecusan kamu mengurus perusahaan, Rival. Daddy mu jadi harus turun tangan membersihkan para pesaing terbesarnya,“ isak Miranda.
“Dan sekarang kita jatuh miskin, kita tak memiliki apapun lagi! Semua harta di sita bank, termasuk rumah ini juga yang sudah di jaminkan. Sekarang kita harus bagaimana!” jerit Miranda.
“Mom, tenangkan dirimu, “ seru Meysa mengelus pundak Miranda.
Tanpa kata, Rival beranjak dari duduknya.”Kamu akan kemana, Kak?” tanya Meysa tetapi Rival tetap membisu dan terus berjalan meninggalkan kediamannya.
****
Rival sampai di kantor Alfa dan kini tampak berhadapan dengan Alfa yang duduk angkuh di kursi kebesarannya dengan bersidekap.
“Aku tau apa yang membawamu kemari, “ ucap Alfa. “Tapi kamu tak akan mendapatkannya, “ jawab Alfa dengan nada yang begitu dingin nan menusuk.
“Dia Ayah kandungmu, aku tidak ingin memohon kepadamu dan aku masih kesal kepadamu karena Lamia!” seru Rival dengan nada angkuhnya.
“Dia bukan Ayahaku! Dia hanya orang yang menurunkan darahnya untukku, “ ucap Alfa.
“Kau sudah buta dan tak tau terima kasih, kau lupa bahwa darimana biaya kau sekolah hingga sampai ke titik sekarang ini. Setidaknya berbalas budi lah!” ucap Rival.
“Aku tidak meminta itu semua pada Ayahmu!” ucap Alfa sangat menyulut emosi Rival.
“Jadi kau akan tetap berkeras hati, dan tak ingin membantunya keluar dari penjara?” tanya Rival.
“Tidak!” jawab Alfa dengan tegas. “Sudah seharusnya dia mempertanggungjawabkan perbuatannya itu.”
Rival tersenyum kecut, tanpa kata ia beranjak pergi.
“Kau tampak kacau, apa itu karena Lamia?” tanya Alfa menghentikan gerakan Rival yang hendak memegang knop pintu.
“Bukan urusanmu!” jawab Rival berlalu meninggalkan ruangan Alfa.
****
