Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 12

Alfa datang ke toko milik Zara, ia seperti masih penasaran akan sesuatu. Ia juga hendak menjemput Sahira, sudah cukup lama ia tak bertemu dengan gadis itu.

Alfa berdiri dengan bersandar ke mobil sport miliknya menunggu Sahira datang. Dari lantai atas Zara memperhatikannya melalui jendela, rasa rindu itu semakin memuncak. Haruskah dia mengakui kalau dirinya Zara, bagaimana kalau Alfa sudah tidak mengharapkannya lagi dan kedatangan Zara malah membuat Alfa terusik. Tetapi tak bisa di pungkiri, obrolannya kemarin bersama Alfa dan dia bisa berada dekat dengan Alfa dalam waktu yang cukup lama itu mengobati rasa sakitnya. Faktanya Alfa memang lentera yang ia butuhkan selama ini. Kehadiran Alfa dan juga kehadiran Ali yang begitu berarti dalam hidupnya.

Tatapan Alfa semakin menajam saat tatapannya tertuju ppada sosok Lamia yang baru saja menuruni tangga dan kini menyapa para karyawannya. Alfa terus memperhatikan pergerakan dari Lamia seakan mengamati seluruh gerak tubuhnya. Bukan karena dia memiliki niat jahat, tetapi ia mencurigai sesuatu dan ia hanya ingin meyakinkannya.

"Kakinya tak pincang," gumam Alfa dan ia terus memperhatikan gerakannya. Tanpa Alfa sadari, Sahira yang awalnya senang melihat kedatangan Alfa menjadi sendu karena saat ia ingin menyapa Alfa, tatapan Alfa hanya terttuju pada  atasannya saja. Apa itu berarti Alfa sudah berpaling darinya, ataukah Sahira hanya terlalu percaya diri berpikir Alfa menyukai dirinya.

"Gerakan kakinya?" gumam Alfa seakan menangkap keganjilan dari cara berjalan Lamia.

Saat otaknya tengah berputar mencari jawaban dari semua itu, gerakannya terhenti karena sapaan seseorang.

"Mr. Alfa," seruan itu menyadarkan Alfa dan ia sempat terhentak kaget saat Lamia kini berdiri di hadapannya.

"Ah Miss Lamia," seru Alfa tersenyum kecil.

"Sepertinya kamu sedang memikirkan sesuatu yang serius sampai tidak menyadari kehadiranku," seru Zara dengan nada candaan membuat Alfa tersenyum.

Senyuman tampan Alfa membuat Sahira semakin merasa terluka dan cemburu, senyuman itu bukan lagi untuk dirinya. Tetapi apa yang bisa ia harapkan dari seorang Alfa, Hakim terkenal dengan wajah yang sangat rupawan. 'Alfa memang serasi dengan Miss Lamia yang begitu lembut dan baik.' batin Sahira.

"Ah ini aku ingin mengembalikan mantelmu, terima kasih karena sudah meminjamkannya kepadaku," seru Lamia. Dan kegiatan itu masih dalam pengawasan Sahira.

"Sama-sama," jawab Alfa seraya menerima mantel dari uluran tangan Lamia.

"Oh jadi ini alasannya kamu menghindariku," seruan itu membuat Lamia dan Alfa menoleh ke sumber suara.

"Rival?" seru Alfa dan terlihat jelas perubahan dari sikap tubuh Lamia karena kedatangan Rival. Tatapannya menatap ke bawah dan sedikit menunduk.

"Oh jadi kau yang menjadi sainganku?" seru Rival.

"Apa maksudmu?" tanya Alfa terlihat bingung.

"Apa dia alasanmu menolakku, Lamia?" tanya Rival tetapi Lamia malah sedikit mundur dan secara spontan mendekat ke arah Alfa.

"Kau bersikap anggun dan sok jual mahal kepadaku, ternyata seperti ini sikapmu pada pria yang kau inginkan? Sungguh murahan!" cibir Rival.

"RIval, jaga ucapanmu!" bentak Alfa.

"Kenapa? kau tidak terima wanitamu aku rendahkan? Apa kau begitu puas dengan permainan ranjangnya? Lagipula kau ini hakim yang begitu di idolakan dan terkenal dengan sikap cool dan pribadi yang baik. Ternyata kelakuanmu juga tak sehina diriku, Brother!"

Plak

Semua keadaan menjadi hening saat tangan mungil itu dengan spontan menampar pipi Rival. Lamia berdiri dengan tubuh bergetar hebat dan tangannya yang juga bergetar sangat hebat saat tangannya untuk pertama kali berani melawan Rival, Kakak kandungnya yang begitu membencinya.

Butiran--butiran keringat sebesar biji jagung sudah memenuhi tubuh dingin Lamia. Dadanya naik turun dengan nafas yang tersenggal.

"Beraninya kau!" amuk Rival.

"Kalian?" seruan dari suara tegas itu membuat mereka menoleh dimana Ali berdiri di antara mereka. Tatapan Ali langsung tertuju kepada Lamia yang berdiri dengan tubuh bergetar.

"Datang satu lagi pria, apa kau selalu melayani-melayani pria-pria dari pemerintahan, daripada seorang pengusaha sepertiku?" tanya Rival sungguh merendahkan Lamia.

"Jaga ucapanmu, RIval! Kau tidak tau siapa Lamia! Lamia itu-"

"Kak Ali!" seru Zara segera menghentikan ucapan Ali.

"Siapa Lamia?" tanya Alfa yang semakin mencurigai sesuatu.

"Dia wanita baiki-baik," jawab Ali.

Sebenarnya Ali sudah sangat geram dan ingin sekali mengatakan segalanya pada mereka. Dan Ali ingin memberi pelajaran pada Rival yang berani menghina Zaranya.

"Aku- aku permisi ke dalam dulu, permisi," seru Zara, baru saja akan melangkah tubuhnya ambruk begitu saja dan Alfa dengan spontan menahan tubuhnya.

"Miss Lamia?" seru Alfa tangan merasa canggung untuk menyentuhnya karena ia memahami agama yang di anut oleh Lamia. Alfa melihat ke arah Ali.

"Tidak apa-apa, kau bisa membantuku membawanya ke kamarnya?" tanya Ali yang merasa Alfa lebih berhak menyentuh Zara karena ia Kakak sedarahnya berbeda dengan dirinya yang jelas-jelas oranglain.

"Baiklah." Alfa memangku tubuh Zara alabridal style, dan membawanya masuk ke dalam toko dan di arahkan oleh salah seorang karyawan menuju kamarnya.

"Dan kau Rival! Jangan harap aku akan melepaskanmu karena ucapanmu tadi!" seru Ali penuh penekanan.

"Kau pikir aku takut?" seru Rival dengan gaya songongnya dan berlalu pergi meninggalkan Ali. Ali berjalan masuk ke dalam toko.

Alfa merebahkan tubuh Zara di atas ranjang, ia menarik selimut untuk menutupi tubuhnya. Tetapi saat ia berusaha mengangkat kedua kaki Zara untuk mengambil selimut, gamis merah yang di gunakan Zara sedikit terangkat hingga di atas mata kaki dan tatapan Alfa langsung tertuju pada garis bekas operasi.

Tatapan Alfa menajam dan ia langsung menatap ke arah wajah Zara yang tertutup cadar dan masih tak sadarkan diri.

'Apa dia....?'

Karena rasa penasarannya, Alfa berjalan perlahan mendekati kepala Zara. Tangannya terulur perlahan ke arah cadar Zara. Alfa ingin membuktikan kecurigaannya. Benarkah dia adiknya?

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel