Pustaka
Bahasa Indonesia

Lentera Hati

27.0K · Tamat
Indriani sonaris
40
Bab
734
View
7.0
Rating

Ringkasan

Lanjutan Novel Az-ZahraPenyiksaan di masa kecil yang Azahra Lamia alami menjadi trauma mendalam bagi dirinya. Hidupnya terus di hantui rasa paling menakutkan.Rasa percata dirinya hilang, dan hidupnya penuh dengan rasa takut. Hidupnya sebatang kara dan ia berusaha mencari pegangan untuknya bertompang hidup.Akankah Azahra menemukan Lentera untuk mampu menerangi kembali hidupnya yang kelam dan gulap gulita?

Cinta Pada Pandangan PertamaRomansaBillionaireSweetRevengeKeluargaMemanjakanBaper

Bab 1

Malam itu keluarga Abraham makan malam bersama salah satu koleganya di sebuah restaurant mewah. Abraham datang membawa Amanda, Rivaldo, Alfando dan juga Meysa.

Mereka duduk bersama seraya menikmati makanan mereka dengan suka cita. Alfa hanya diam membisu, ia tadi melihat Zara mengintip dari balik jendela melihat kepergian mereka. Sedangkan Zara di tinggal sendiri bersama tukang kebun juga satpam di rumah. Awalnya Alfa menolak hadir tetapi Abraham memaksanya bahkan mengancamnya akan menyiksa Zara.

Alfa merasa ia tak berguna menjadi seorang Kakak, ia merasa tak mampu menjaga adiknya itu. Ingin sekali ia membawa Zara pergi dari rumah yang seperti Neraka itu.

"Jadi kalian 3 bersaudara?" Tanya seorang wanita yang di kenal sebagai istri kolega Abraham.

"Meysa begitu beruntung memiliki 2 kakak laki-laki yang sangat menyayangi dan memanjakannya." Amanda berkomentar.

"Tidak, kami 4 bersaudara. Meysa memiliki Kakak perempuan setelah Rival," ucap Alfa dan itu berhasil membuat Abraham memelototinya penuh kekesalan.

"Benarkah itu? Kenapa tidak kalian ajak juga dia?" Seru wanita itu.

"Itu hanya anak pembantu yang kami angkat sebagai anak. Dan kebetulan dia tidak bisa ikut karena sedang kurang sehat." Amanda menjawab dengan santai.

Alfa ingin kembali berucap dan melawan ucapan Amanda tetapi pegangan tangan Abraham di lengannya membuatnya bungkam. Alfa tau itu adalah ancaman untuk dirinya.

"Begitu yah, Mr. Abraham dan Mrs. Amanda memang berhati besar sampai mau mengangkat anak pembantu sebagai anak sendiri," puji kolega Abraham membuat Alfa muak.

Alfa permisi ke toilet dan ternyata Rival mengikutinya.

"Kak," panggil Rival saat mereka berada di lorong menuju toilet.

"Apa?"

"Ada apa sih dengan Kakak? Kenapa Kakak begitu membela anak cacat itu!" Tanya Rival tampak ketidaksukaan tertera di wajahnya.

"Dia adalah adikku, dan aku ingin melindunginya," ucap Alfa.

"Dia bukan adikmu, aku adikmu! Tidakkah Kakak sadar, dia penyeban Ayah meninggalkan Bunda!" Ucap Rival penuh kekesalan.

"Itu bukan kesalahannya!" Ucap Alfa.

"Lalu kesalahan siapa? Karena Bunda selalu membelanya itu membuat Ayah muak dan akhirnya meninggalkan Bunda! Membuat kita berpisah dari Bunda. Dan sekarang kau melakukan hal yang sama, aku tidak mau terpisah denganmu juga karena anak cacat itu! Dia itu hanya malapetaka buat keluarga kita! Dia adalah pembawa sial!"

"JAGA UCAPANMU, RIVAL!" Bentak Alfa.

"Lihatlah bahkan Kakak membentakku karena anak cacat itu! Sampai kapanpun juga aku akan selalu membencinya, sangat membencinya!" Ucap Rival dan berlalu pergi meninggalkan Alfa sendiri.

***

Kini mereka sampai di kediaman Abraham, dan ketiga anak-anaknya berlalu masuk ke dalam kamar masing-masing.

"Alfa tunggu!" Seru Abraham membuat Alfa menghentikan langkahnya dan berbalik ke arah Abraham.

"Berani sekali kau menyebut anak cacat itu sebagai anggota keluarga di depan kolegaku!" Amuk Abraham.

"Itu memang kenyataannya, Zara adalah adikku, darah dagingmu-"

"DIAM!" Bentak Abraham. "Jangan sekali kali kamu mengatakan hal memuakan itu. "Dia bukan putriku, dia bukan darah dagingku! Kau paham!" Bentak Abraham berlalu pergi meninggalkan Alfa sendiri.

Alfa menghela nafasnya dan berbalik hendak menaiki tangga tetapi langkahnya terhenti saat ia melihat Zara mengintip dari balik dinding. Alfa membatalkan niatnya untuk pergi ke kamarnya, ia memutuskan mendekati Zara.

"Kenapa belum tidur, hm?" Tanya Alfa.

Zara tersenyum kecil lalu tiba-tiba memeluk tubuh Alfa. "Terima kasih Kak, terima kasih banyak."

"Untuk apa?" Tanya Alfa.

"Karena selalu melindungi dan membelaku," ucap Zara tanpa terasa air matanya menetes membasahi pipi.

"Kamu adikku, sudah seharusnya aku menjagamu," ucap Alfa melepaskan pelukannya dan merangkul pundak Zara, membawanya ke kamarnya.

Tanpa mereka sadari, Abraham memperhatikan dari lantai atas. Menatap penuh kebencian pada Zara.

Alfa menyelimuti tubuh Zara lalu mengusap kepala Zara dengan lembut.

"Kakak,"

"Iya,"

"Apa menurut Kakak, Zara adalah pembawa sial?" tanya Zara.

"Kenapa kamu berkata seperti itu? Kamu bukanlah pembawa sial." Alfa berucap dengan lembut.

"Lalu kenapa mereka berkata seperti itu? Katanya aku adalah pembawa sial, dan karena aku ibuku meninggal, karena aku juga Bunda bercerai dengan Ayah dan itu membuat Rival begitu membenciku. Dan sekarang Kakak terus bertengkar dengan Ayah karena aku. Maafkan Zara yah Kak, mungkin kalau Zara gak ada, semuanya gak akan kayak gini."

"Kamu ini ngomong apa sih Zara? Mereka itu terlalu di butakan oleh kehormatan dan juga emosional. Kamu bukanlah pembawa sial, dan Kakak mohon berhentilah menyalahkan dirimu sendiri, ini semua bukanlah kesalahan kamu."

Zara tersenyum manis seperti biasanya selalu menenangkan hati Alfa.

"Beristirahatlah, ini sudah malam." Alfa mencium kening Zara dan berlalu pergi meninggalkan kamar Zara.

Zara menatap kepergian Alfa dengan tatapan sendu.

Keesokan harinya, Zara sedang sibuk membereskan ruang kerja milik Abraham. Ini pertama kalinya Abraham memintanya masuk ke dalam ruang kerjanya dan membersihkannya. Sebelumnya Abraham selalu tak percaya dan menuduh Zara macam-macam.

Zara menghela nafas setelah selesai bersih-bersih. Ia hendak berlalu pergi tetapi sudut matanya menangkap tas hitam yang relsletingnya terbuka dan tergeletak begitu saja di pojok ruangan dekat lemari.