Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Memilih Pakaian

"Tapi mereka itu, 'kan orang-orang yang ditakutin banget di pasar ini. Lo hebat banget sampai ngajar dia, gue aja kagak berani."

Kai juga tidak tahu dapat keberanian dari mana menghajar mereka, yang jelas Kai benar-benar tidak terima jika uangnya di rampas begitu saja. Mungkin jika saja mereka memintanya baik-baik, Kai akan sisihkan uang sedikit untuk mereka, tapi yang mereka lakukan benar-benar keterlaluan.

Apa mereka tidak tahu jika ibunya membuat kue ini semalaman, dan Kai mendapatkan uangnya ini dengan susah payah karena harus menjajalkan kue-kue itu ke pembeli.

"Benar-benar bangsat," kesal Kai sembari mengepalkan tangan.

"Siapa yang bangsat?" tanya Bang Jamrot karena Kai tiba-tiba berkata kasar.

"Siapa lagi kalau bukan preman itu."

"Iya mereka emang bangsat. Mereka udah biasa sih minta duit sama pedagang di sini, tapi mungkin Ini pertama kalinya sama lo dan tiba-tiba langsung di ulti sama lo. Hahaha, mampus."

"Ya udahlah gua mau balik. Dagangan gue juga udah sedikit, kalau mau ambil aja," Kai menyerahkan 3 bungkus kue itu ke tangan bang Jamrot.

Bang Jamrod menerimanya dengan senang hati. "Beneran nih dikasih ke gua?"

"Kalau nggak beneran ngapain gue serahin."

"Hahaha. Makasih, ya."

"Iya."

Kai segera pulang, ia sudah tidak sabar ingin pergi ke tempat pekerjaan barunya. Sampai di rumah Kai langsung di mendapat banyak cacaran pertanyaan dari Ibunya.

"Itu kenapa wajah kamu jadi babak belur kayak gini?" tanya ibu Ruminah saat melihat wajah lembam Kai.

Kai tadi sempat menerima gembokan dari anak buah preman itu, jadi ada sedikit lembam di bagian ujung bibir Kai.

“Nggak apa-apa, Bu. Tadi jatuh di pasar,” bohong Kai.

“Jangan bohong, Kai! Masa lembam kaya gini jatuh?”

Ibu Ruminah memegang luka Kai, hingga Kai merintih kesakitan. “Auw … sakit, Bu.”

“Kamu jujur sama Ibu, ini kamu kenapa?”

Raihan yang sedang duduk di kasur lapuk Kai ikut bicara. “Jangan-jangan, Abang di pukul orang jahat lagi,” ucapnya terlihat khawatir.

Kai menghampiri Raihan dan duduk di samping adiknya itu. “Abang nggak apa-apa, kok.” Kai mengusap rambut Raihan dengan lembut.

“Bener kamu di pukul orang?” Ibu Ruminah ikut duduk dan kembali memperhatiakan Luka Kai.

“Nggak, Bu.”

“Halah … udah ketahuan pun kamu masih aja bohong, Kai-Kai.”

Ibu Ruminah beranjak dari duduknya dan pergi ke dapur untuk menyiapkan air untuk membasuh luka kai. Seharusnya dengan air es, tapi karena Bu Ruminah tidak punya Kulkas, jadi hanya menggunakan air bersih dari kompan yang lumayan dingin.

Ibu Ruminah kembali dengan membawa satu mangkuk air dan kain tipis lalu mendaratkan bokongnya di kasur lapuk Kai. “Sini biar, Ibu bersihin luka kamu.”

“Biar Kai aja, Bu.”

“Sudah, biar ibu aja.”

Kai akhirnya pasrah dengan ibunya.

"Kamu cerita sama Ibu kenapa bisa sampai kayak gini! Nggak mungkin kan jatuh merahnya di ujung bibir seperti ini, mana ada wajah kamu langsung nemplok di tembok yang merah di ujung bibir doang."

"Hehe, iya juga, ya."

Kai menggaruk kepalanya sendiri yang tidak gatal.

Kai merasa bersalah karena ketahuan berbong, tapi jika Kai cerita takut ibunya khawatir.

“Jadi kamu kenapa bisa kaya gini?”

Raihan memperhatikan Kai dan Ibunya,

“Tadi ada pereman yang mau ngerampas uang hasil jualan kue, Kai ngga terima lah uang Kai di ambil,” cerita Kai sembari mengambil uang dari sakunya.

“Yaampun, Kai. Kenapa nggak di kasih aja. Biar kamu nggak sampe kaya gini.”

“Tapi, ‘kan ini uang ibu. Jadi Kai nggak mau uang iu di ambil.”

Ibu Ruminah sampai terharu. Ibu Ruminah segera memeluk Kai. Ia merasa sangat beruntung memiliki Kai. Ibu ruminah juga tidak lupa membawa Raihan ikut kedalam pelukannya.

“Lain kali jangan seperti itu lagi, ya! Ibu takut kamu kenapa-napa.”

“Iya, Bu.”

“Uang bisa di cari, tapi kamu?”

“Iya, Bu. Maaf, Kai janji tidak akan pernah melakukan itu lagi.”

Kai mengurai pelukannya. Lantas ia mengambil tangan Ibu dan menggenggamnya, seolah meyakinkan Ibu ruminah jika ia tidak akan melakukan hal yang sama seperti yang tadi ia lakukan.

Saat sore tiba Kai ijin pada Bu Ruminah untuk bekerja kembali dengan alasan sekarang dia ada shif sore. Makanya Kai berangkat lebih awal. Bu Ruminah dengan mudah mempercayainya. Kai datang ke kostsan Fathat terlebih dahulu seperti rencana awal.

“Kai,” ucap Fahan saat membukakan pintu untuk Kai.

Kai kali ini mengetuk pintu dulu karena tidak ingin kejadian seperti tadi pagi terulang.

“Masuk,” lanjutnya.

Fathan menggeser tubuhnya agar Kai bisa masuk, dan Kai pun berjalan masuk melewati Fathan.Fathan menutup pintu dan mengikuti Kai yang duduk di kasur lapuk Fathan.

“Lo beneran mau ngambil pekerjaan ini?” tanya Fathan sekali lagi.

Fathan terlihat tidak yakin Kai bisa melakukannya. Kai terlihat polos dan seperti tidak sanggup melakukan pekerjaan ini.

“Lo nggak yakin sama gue?”

“Bukan nggak yakin, ngeliat lo kok kaya lemes banget. Apalagi bibir lembam lo. Emang lo kenapa?” alasan Fathan.

“Tadi gue berantem sama pereman pasar.”

“Hah, yang bener? Jangan ngadi-ngadi lo!”

Fathan tidak percaya begitu saja karena ia tidak tahu keahlian Kai dalam bela diri. Apalagi Kai hanya orang miskin yang tidak mungkin sempat latihan bela diri karena sibuk mencari uang. Namun, melihat lembam di bibir Kai, membuat Fathan beramsumsi jikamemang Kai berkelahi Kai kalah karena mendapatkan gembokan dari para preman itu.

“Tadi dia ngambil duit kue gue,” jawab Kai lesu.

“Terus lo nggak apa-apa?”

“Lo bisa lihat sendiri.”

Kai mengangkat tangannya ke udara menyombongkan diri.

“Palingan duit lo ilang, ‘kan?”

Kai hanya mengangkat bahu tidak ingin lagi melanjutkan pembahan itu.

“Katanya lo mau minjemin gue baju. Mana?”

“Oh, iya. Gue lupa, tapi gue penasaran dulu. Gimana itu nasib preman?”

“Ya nggak gimana-gimana.”

Fathan menghela nafas lelah. Kai ini mungkin tidak mau Fathan tau kekalahannya bertengkar dengan preman itu. Fathan tidak tahu saja Kai mengalahkannya.

“Yaudah, lo mau pakai baju yang mana?”

Fathan berdiri dan menghampiri lemarinya.

“Lo pilih aja yang cocok buat gue,” ujar Kai tidak ingi ikut memilih. Kai merasa segan jika harus ikut memilih, pasalnya ini kali pertama Kai meminjam pakaian pada orang lain.

Fathan mengambil baju terbaiknya. Fathan ingi, Kai berpenampilan rafih dan bisa memiliki pelanggan yang banyak agar Kai bisa cepat dapat uang.

“Lo coba dulu yang ini deh.” Fathan menunjukan pakaiannya pada Kai. Kaos oblong yang nampak kekinian berwana hitam, di padukan dengan celana jeans. Tidak lupa Fathan juga mengambilkan sepatunya yang dirasa cocok dipadukan dengan pakaian itu.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel