Pustaka
Bahasa Indonesia

Lelaki Panggilan

41.0K · Ongoing
snjan
40
Bab
1.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Memiliki adik yang berkebutuhan khusus, ibu yang hanya penjual kue keliling, kerap membuat kehidupan mereka direndahkan. Sekolah Kai yang hanya tamatan SMA, membuatnya tidak diterima bekerja di manapun, terlebih Kai selalu berpenampilan lusuh karena tidak memiliki pakaian yang layak, demikian untuk makan pun susah. Kai bertekad ingin mengangkat derajat orang tuanya dan mengobati sang adik, menjadi seorang gigolo membuat Kai dengan mudah mendapatkan uang. Namun, dibalik pekerjaannya itu, ada resiko yang harus Kai ambil. Rentetan masalah berdatangan, hingga membuat Kai harus berhadapan dengan orang-orang yang sama sekali tidak Kai kenal. Lantas, Apakah Kai akan selamat dan hidup bahagia menjadi seorang gigolo? Atau justru ia harus terperosok jatuh pada jurang kesengsaraan. Cover by Canva Pro IG: s.njan47

actionOne-night StandTuan MudaDewasaMemanjakan

Butuh Uang Pinjaman

Kai mengusap punggung Ibunya yang terkulai lemas melihat Raihan-Putra keduanya kembali tertidur setelah menangis kejang. Semalaman Ibu Ruminah tidak tidur karena Raihan terus menangis dan harus menenangkan Raihan. Baru sekarang Raihan tertidur. Mungkin karena lelah dan mungkin juga kaki Raihan sudah lebih nyaman.

Menatap sendu putranya sembari mengusap rambut tipis Raihan, nafas lelah ia hembuskan, tetes air matanya membasahi pipi yang sudah mulai keriput itu di usap dengan punggung tangan.

Raihan terkena penyakit Pagel. Penyakit yang disebabkan karena kelainan metabolik hingga membuat pertumbuhan tulang Raihan tidak normal dan membuat Raihan lemah. Hal ini sering terjadi di saat Raihan merasakan nyeri ia akan menangis kejang.

Kaifan tidak hentinya berusaha untuk menenangkan ibunya. Ia juga merasa sangat menyesal karena belum bisa membawa Raihan untuk berobat, padahal Kaifan adalah anak tertua dan seharusnya Kaifan sudah membantu ekonomi keluarga.

Baru saja Raihan tertidur, Raihan harus kembali membuka matanya karena teriakan dan gedoran di pintu.

"Woy buka! Semalaman berisik aja ganggu anak kos yang lain."

Tiba-tiba ibu kos datang dengan suara lantangnya sembari menggedor-gedor pintu Kost-an itu. Dengan terpogoh-pogoh Ibu Ruminah segera menghampiri pintu dan membukanya. Sementara Kaifan dengan sigap memangku Raihan karena Raihan kembali terbangun, terkejut dengan teriakan ibu kost.

"Bu," rilih Ibu Ruminah saat pintu telah dibuka dan berhadapan langsung dengan ibu kost.

"Ba-bu-ba-bu! Kalau malam-malam itu jangan berisik usahain dong anaknya biar gak nangis terus! Anak kos yang lain pada gak tenang tidurnya."

"Maaf, Bu."

"Maaf-maaf."

Ibu kos langsung menggeser ibu ruminah dan berusaha untuk masuk. Karena teriakan ibu kos dan gunjangan di pintu yang cukup keras membuat Raihan kembali terbangun.

Namun, Kai kali ini memangku Raihan dan menenangkan Raihan agar Raihan diam. Meski tangis Raihan tetap saja tidak bisa di tahan.

"Sekarang mana uang kontrakan? Udah dua minggu kalian nunggak," tagihnya.

"Ini lagi diusahakan, Bu."

"Usahakan-usahakan, kalau usaha mana hasilnya? Masa sampai sekarang udah dua minggu kontrakan belum dibayar juga? Gue bikin kontrakan ini karena gue butuh duit! Anj*Ng Lo emang," hardik ibu kost.

"Tolonglah, Bu. Sebentar lagi kita akan bayar, tunggu uangnya terkumpul dulu." Ruminah memohon agar ibu kos bisa sedikit saja memberikannya kesempatan.

"Mau sampai kapan nunggu uangnya terkumpul dulu? Lo gak mikir apa gue itu butuh makan juga."

"Gimana kalau seadanya dulu aja, Bu?"

Ibu ruminah mengambil dompetnya dari kamar, lalu kembali dengan menenteng dompet kecil, lusuh karena tidak ingin terlalu lama ibu kos ada disana mengingat Raihan baru saja tertidur.

"Ini, Bu ada segini."

Tanpa menunggu Bu Ruminah menyerahkan uang itu, ibu kos langsung merebut dompet Bu Ruminah.

"Bisa sopan dikit nggak sih, Bu?" sentak Kai emosi.

"Lo berani sama gue?"

"Sudahlah, Nak!" Bu Ruminah menenangkan Kai agar Kai tidak emosi.

Ibu kos langsung melotot melihat hanya ada satu lembar uang merah dan recehan dua rebuan di dalam dompet lusuh Bu Ruminah.

"Apa nih?"

"Cuman ada segitu, Bu. Itupun modal saya berjualan kue, saya nggak punya uang lagi bahkan untuk makan hari ini pun saya bingung, jadi jangan di ambil recehannya, ya, Bu." Bu Ruminah sampai menitihkan air mata melihat uang recehan yang dipegang oleh Ibu Kos.

"Lu gila kali, ya? Uang kontrakan ini 500.000 per bulan, dan ini aja udah kurangnya gede banget. Dan lo minta lagi buat lo makan."

"Tolong, Bu. Nanti anak saya mau dikasih makan apa kalau uangnya dibawa semua?"

Melihat ibu kos mengantongi uang 100.000 beserta recehan 2000-an itu membuat Ibu ruminah merasa sangat sedih. Ia bingung harus mencari uang di mana lagi untuk makan anak-anaknya.

Kai yang melihat ibunya bersedih pun tidak bisa berbuat apa-apa karena ia juga belum gajian dan bingung harus melakukan apa.

"Gue nggak peduli, lo jangan mikirin makan lo terus! Gue juga perlu makan. Makanya punya anak yang gede itu jangan tidur mulu, suruh kerja kek."

Ibu kos berniat meninggalkan kos-kosan sempit itu, tapi kemudian dia berbalik kembali melihat ke arah tiga orang manusia dengan generasi yang berbeda sedang bersedih di dalam.

"Kalau sampai besok jadwalnya nggak ada, lo mendingan keluar dari kontrakan gue! Gue bakalan kontrakin kontrakan ini sama orang lain. Yang jelas lebih bertanggung jawab bayar kontrakan ini tiap bulan."

Melihat ibu kos pergi Kai hanya bisa mengepalkan tangannya menahan emosi.

Ibu Ruminah terduduk lesu di kasur lusuh yang ditiduri oleh Kai. Ia bingung untuk makan hari ini saja ia tidak punya uang.

Kai ikut duduk di samping ibunya masih dengan memangku Raihan. Ia mengusap bahu ibunya untuk sedikit menenangkan ibunya.

"Ibu tenang saja, Kai akan pastikan kalau Kai akan dapat uang hari ini juga."

"Kamu mau dapat uang dari mana, Kai? Kamu kerja juga belum sampai 2 minggu."

"Kai akan usahakan, Ibu tenang saja."

Kai menyerahkan Raihan ke pangkuan ibunya. Lantas ia berdiri dan mengambil jaketnya yang tergantung di tembok langsung mengenakan jaket itu. Kai juga mengambil uang tips yang diberikan oleh Tante-tante girang semalam berupa uang 100.000 dan menyerahkannya ke tangan Bu Ruminah.

"Ini buat makan ibu sama Rai."

Ibu Ruminah tidak langsung menerima uang dari Kai, Ia belum tahu dari mana Kai mendapatkan uang itu. "Kamu dapat uang sebanyak ini dari mana, Kaifan?"

"Kai, dapetin semalam dari pelanggan resto sebagai tips," ujar Kai dengan senyum.

Ibunya tidak tahu jika Kai kerja di klub malam, yang ibunya tahu, Kai bekerja di restoran.

"Alhamdulillah, tapi ini terlalu banyak. Sebaiknya kamu simpan buat makan kamu."

"Nggak papa ibu ambil aja, aku bisa cari lagi nanti."

"Kenapa kita gak makan dulu aja sebelum kamu berangkat."

"Aku belum lapar, Bu."

"Emang kamu mau cari uang kemana, Kai?"

"Kai juga bingung. Tapi, Kai mau coba cari pinjaman dulu sama temen kerja, Kai. Siapa tahu mereka mau bantu kita."

Ibu Ruminah sampai meneteskan air mata, terharu dengan perjuangan Kai. Ia jadi merasa bersalah karena tidak bisa memenuhi kebutuhan kedua anaknya.

Ibu Ruminah mengusap pipi Kai. "Maafkan Ibu yang belum bisa menjadi Ibu yang baik untuk kamu, Kai."

"Ibu tidak boleh bicara seperti itu. Ibu adalah ibu terbaik bagi Kai dan Raihan."

Kai meraih tangan ibunya. Ia tidak bisa melihat ibunya menangis seperti ini, Kai selalu merasa menjadi anak tidak berguna jika melihat ibunya menangis.

Kai hanya bisa menatap prihatin kedua orang yang sangat ia sayangi itu. Sedari dulu kehidupan mereka tidak berubah, selalu saja hidup dalam tindasan orang.

Kai dan keluarganya baru pindah ke kontrakan ini sekitar 3 bulan yang lalu. Dan selama 3 bulan ini Kai bekerja serabutan.

Awalnya Kai hanya membantu ibunya membuat kue di kontrakan, tapi karena kebutuhan yang lumayan banyak jadi Kai mencari pekerjaan lain. Namun, Kai yang hanya lulusan SMP tidak pernah mendapatkan pekerjaan yang bagus.

Jadi Kai bekerja serabutan seperti menjadi kuli panggul atau apapun itu. Setiap ada orang yang menyuruhnya bekerja, Kai akan kerjakan.

Kai bekerja di klub malam belum 2 minggu ini, itupun diajak oleh Fathan tetangganya di kontrakan itu.

Fathan sempat menyuruh Kai untuk membawakan barangnya dari dalam mobil ke kontrakannya. Fathan yang selalu memperhatikan Kai dan akhirnya mereka berkenalan. Hingga seiring berjalannya waktu Kai dan Fathan sering ngobrol bersama.

Fathan juga mengajak Kai untuk bekerja bersamanya karena Fathan merasa kasihan dengan Kai yang selalu dimarahi oleh ibu kos galak itu.

"Gue butuh kerjaan," ujar Kai.

Kai datang ke kamar kost Fathan. Kai merasa butuh bantuan Fathan untuk itu dia datang ke kamar kos Fathan hari ini.

"Ya ampun, Kai gue masih ngantuk, lo ganggu gue aja." Fathan kembali berbaring di tempat tidur lusuhnya.

"Tolongin gue, Fathan. Gue butuh duit buat bayar kontrakan."

Fathan terbangun dan duduk. "Gue belum gajian. Lo tahu sendiri 'kan?" Dengan lemas Fathan menjawab.

Fathan berdiri dan berjalan ke kamar mandi. Kai hanya bisa menghela nafas dalam. Ia bingung harus kemana lagi meminjam uang.

Temannya disini hanya Farhan. Karena meskipun Kai selalu bekerja serabutan apa saja yang disuruh orang-orang kost sana, tapi tetap saja mereka tidak sedekat Kai bersama Fathan. Kai tidak punya keberanian untuk meminjam uang pada mereka.

Kai perlahan membaringkan tubuhnya di kasur lusuh Fathan seraya menatap langit-langit kamar, bingung dengan semua ini.

Fathan keluar dari kamar mandi dan mengambil ponselnya yang tersimpan di samping tempat tidur.

"Gue bingung banget harus nyari duit kemana lagi. Gue bakal diusir dari kontrakan kalo sampe gue gak bayar besok."

"Emangnya lu butuh duit berapa?"

"500.000," jawab Kai lesu.

"Kalau segitu gue nggak ada. Gue bener-bener nggak punya duit, selain buat makan."

"Oke nggak apa-apa. Kalau lo nggak punya."

Seraya menatap langit-langit kamar, Kai memijat pelipisnya sendiri, kakinya disilangkan. Pergolakannya untuk mendapatkan uang demi menghidupi ibu dan adiknya.

"Tapi kalau lo mau gue ada kerjaan baru buat lo, sambil lah sama kerjaan lo di club," ujar Fathan menawarkan pekerjaan yang mungkin saja bisa membantu perekonomian Kai.

"Kerja apaan?" Kai langsung bangun mendengar Fathan menawarkannya pekerjaan. Rona cerah di wajahnya kembali terpancar, terlihat Kai sangat antusias dengan tawaran pekerjaan dari Fathan.

"Kalau mau lu bisa kerja jadi laki-laki panggilan bareng temen gue."

Kai terhenyak.