Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kepergok Kai

Kai masih membeku, pikirannya kabur dan melayang-layang.

Baiklah, ini saatnya … batin Kai pasrah.

Namun, tepat saat senjata Kai menyentuh mulut liang Wanita tersebut, seketika hatinya gundah dan perasaannya berguncang.

Tiba-tiba di dalam benaknya muncul pertanyaan-pertanyaan, bagaimana jika ibunya tahu kalau uang yang ia hasilkan ternyata dari tindakan tidak bermoral seperti ini?

Bagaimana kalau ia justru terjebak dan akhirnya tak bisa lepas dari lingkaran setan ini?

Tapi, ibu dan Raihan membutuhkan uang dan akulah satu-satunya yang mereka harapkan?

Seketika, Kai membulatkan keputusan.

Tepat saat miliknya sudah tenggelam di mahkota sang Wanita paruh baya, ia segera mendorong wanita tersebut dengan lembut hingga miliknya terlepas dari liang si wanita.

Dengan terburu-buru Kai mengenakan celana kembali dan keluar dari mobil. Lalu dengan cepat. Kai berlari pergi dari tempat itu.

Wanita itu sempat mengejarnya seraya mengenakan dressnya kembali, namun karena Kai berlari dengan kencang, ia tak mampu menggapai Kai dan hanya berteriak-teriak kesal.

Saat Kai sadar ia sudah berlari terlalu jauh, seketika timbul perasaan bersalah karena telah menyia-nyiakan kesempatan untuk mendapatkan uang.

"Bodoh-bodoh. Kenapa tadi gue malah lari," umapat Kai pada dirinya sendiri. "Padahal tadi uang sudah di depan mata," gerutunya menyesali kebodohannya.

"Apa besok gue ke sana lagi, ya? Iya. Harusnya sih gitu biar cepet dapat uang, gue gak boleh jadi pengecut kaya gini," gumamnya.

Kai bertekad, demi uang, besok akan mencoba kembali. Ia pun bergegas pulang.

Sesampainya di rumah, ia disambut dengan tatapan heran oleh ibunya.

“Kok tumben pulagnya cepat, Kai?” tanya Ibu yang belum tidur karena sedaang mengadoni kue untuk ia jual besok pagi.

Ibu Ruminah merasa heran karena Kai pulang kerja tidak seperti biasanya.

Kai membuang nafas dan tersenyum.

“Hari ini Kai dapat pulang lebih cepat karena bos pemilik restoran meninggal, Bu. Makanya Restoran tutup lebih cepat,” bohong Kai.

“Innalillahiwainnailairojiun. Kok bisa?”

“Kai juga nggak tahu kronologisnya bagaimana, Bu, tapi waktu Kai datang juga teman-teman yang lain sudah siap menutup restoran karena mereka di minta untuk datang ke rumah duka untuk membantu proses pemakaman. Begitupun Kai yang ikut kesana.”

Entah sejak kapan Kai jadi lancar sekali berbohong. Namun, dibalik kebohongan Kai. Kai juga menyelipkan doa agar Bos bajingannya itu mati. Kai sangat menyimpan dendam karenya ia kehilngan pekerjaan dan karena Bos itu juga Kai di permaluukan. Bukannya Kai memang Kai selalu di permalukan karena Kai memang memalukan?

“Yasudah kalau gitu mending kamu tidur. Atau kamu mau makan dulu, tadi ibu masak sayur kangkung kesukaan kamu.”

“Wah, kayaknya enak, Bu.”

Mengetahui ibunya masak, membuat berut Kai berbunyi. Kai memang belum makan sedari pagi saat di kontrakan Fathan. Jadi pantas saja perut Kai sudah minta di isi lagi. Bayangkan saja, sekarang sudah jam 10 malam, tapi Kai belum makan apapun.

“Yaudah kamu makan dulu, gih. Biar nyenyak tidurnya."

Ibu Ruminah mwngusap tersenyum pada Kai. Lantas, ia kembali melanjutken pekerjaannya menguleni kue. Kai mengambil piring dan mengambil nasi juga lauknya yaitu sayur kangkung. Meskipun hanya dengan sayur kangkung, tapi itu sudah cukum nikmat bagi Kai karena memang lauk yang ada hanya itu.

Menyedihkan sekali, apalagi saat Kai melihat ibunya yang jam segini masih kerja.

“Bukannya Ibu tidak punya uang, tapi kok bisa belanja bahan-bahan kue?” tanya Kai baru menyadari jika uang ibunya tadi pagi di ambil Ibu pemilik kost.

“Alhamdulillah Ibu masih ada simpanan uang di bawah bantal, jadi ibu masih bisa belanja.”

Kai sampai menggeleng-gelengkan kepalanya. Untung saja ibunya ini fintar, uang modal dan uang hasil jualan di pisah. Jadi ibu tidak terlalu pusing memikirkan besok jualan apa.

“Alhamdulillah suah beres,” ucap Ibu Ruminah.

Ibu Ruminah menggeliat untuk meluluskan pinggangnya yang terasa pegal karena terlalu lama duduk.

Trok Trok

Suara tulang-tulang Ibu Ruminah sampai terdengar oleh Kai. Kai sebenarnya tidak tega melihat ibunya bekerja keras seperti itu. Inginnya Kai saja yang bekerja dan ibunya bisa menikmati hari tuanya dengan diam di rumah.

Namun, masalah ekonomi mereka yang serba kekurangan dan Kai sulit mendapatkan pekerjaan membuat Kai tidak bisa melarang Ibu Ruminah agar tidak bekerja.

Kai langsung mencuci piring bekasnya makannya. “Ibu tidur duluan saja! Biar Kai yang beresin,” ujar Kai melalarang Ibunya untuk membereskan bekas membuat kue.

“Nggak apa-apa. Bar ibu aja yang bersin. Lagian ‘kan kamu juga baru pulang. Mending kamu istirahat duluan.”

“Nggak apa-apa, Bu. Kai belum ngantuk.”

Kai langsung membantu pekerjaan inbunya, niatnya agar ibunya berhenti membereskan tempat itu. Namun, yang terjadi malah mereka malah saling membantu hingga acara memberersakan tempat itu selesai dan mereka istirahat bersama. Kai di ruang tamu, sementara Ibu Ruminah di kamar bersama Reihan yang sudah terlelap sedari tadi.

Pagi-pagi sekali ibu Kost sudah menagih kembali, untung saja Kai sudah punya uangnya jadi tidak terjadi keributan seperti kemarin.

“Nah gitu dong, kalau di tagih langsung ngasih. Ini harus di ancam di usir dulu baru bayar,” seru ibu kost sumringah karena Kai sudah membayar uang kostnya bulan lalu. “Dan jangan lupa bulan sekarang jangan sampai telat!” lanjut ibu kost.

“Iya, Bu.”

“Jangan iya-iya doing, tapi bayar,” sentak Ibu kost.

“Iya, Bu. Sekarang itu, ‘kan di bayar.”

Ibu kos mendengus sebelum meninggalkan tempat itu. Lantas Ibu Ruminah menghela nafas lega. Akhirnya satu-satu hutangnya terbayar.

“Sudah pergi, Bu?” tanya Kai saat melihat ibunya kembali masuk.

“Sudah.”

Ibu ruminah duduk di samping Kai. “Kamu dapat uang itu dari mana? Kok bisa secepat itu kamu dapat uang sebesar itu?”

Tadi saat ibu kost datang, Kai langsung memberikan uang yang semalam ia dapat dari bosnya kepada Ibu Ruminah karena Ibu Ruminah nampak kebingungan. Sudah dapat di pastikan Ibu Ruminah akan memohon untuk meminta waktu panjang agar ia tidak di usir kalau sampai Kai tidak memberikannya uang.

“Kai pinjam dari Fathan, Bu.” Lagi-lagi Kai berbohong.

Kai tidak ingin ibunya tau jika semalam Kai di pecat secara tidak hormat oleh bos sialan itu. Kai bahkan menyumpahi Jonathan mati secepatnya.

“Yaampun. Nak Fathan memang sebaik itu, ya. Dia udah ngajak kamu kerja dan sekarang dia minjemin kamu uang.”

“Iya, Bu. Dia memang baik.”

“Ibu harus berterimakasih padanya,” ucap Ibu Ruminah sembari beranjak dari duduknya.

“Ibu, mau kemana?” Kai panik karena takut ibunya benar-benar menemui Fathan.

“Ibu mau jualan sambil nganterin sedikit Kue buat Nak Fathan,” ujar Ibu yang langsung mmbuat Kai panik.

Bisa-bisa kebohongannya terbongkar jika ibu menemui Fathan.

“Gimana kalau aku aja yang anterin kuenya ke kosan Fathan, Bu. Sekalian aku juga mau berangkat ke pasar.” Kai menawarkan diri.

“Kan, Ibu harus jaga Raihan. Biar kekalian aja kuehnya aku yang jual sambil nungguin pelanggan yang mau di angkut barangnya.”

Ibu Ruminah menyerengit, tidak biasanya Kai ma menjual kuenya. Bahkan Bu Ruminah sudah terbiasa menjual kuenya sambil menggendong Raihan. Kenapa Kai sekarang tiba-tiba mau membantunya menjual kue?

“Ah, nggak apa-apa biar Ibu aja. Kalau sambil jualan kamu nanti nggak fokus ngangkut barangnya.”

“Udah, Bu. Izinin Kai sehari ini aja bantu ibu jualan. Please,” mohon Kai.

Kai sangat berharap ibunya mengizinkan Kai. Melihat Kai yang sepertinya sangat berharap dan ingin membantunya. Akhirnya Ibu Ruminah hanya bisa menghela nafas pasrah.

“Yasudah, tapi hati-hati, ya. Soalnya ini modal terakhir ibu.”

“Iya, Bu.”

Bu Ruminah mengambil wadah berisikan kue-kuenya dan ia meyerahkannya pada Kai dan Kai langsung memungutnya.

“Berikan Nak Fathan 3 kuenya, ya!”

“Iya, Bu.”

Kai buru-buru pergi setelah menerima wadah dan pesan dari ibunya agar jualannya laris.

Sesampainya di tempat Fathan, Kai tiba-tiba dikejutkan oleh pemandangan yang hampir membuat jantungnya berhenti!

Seorang wanita seksi tanpa pakaian tengah berhubungan badan dengan Fathan!

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel