10. Kapten Arsa
Aku kini berdiri di barisan depan bersama beberapa anggotaku. Upacara laporan korp dan kenaikan pangkat ku dan beberapa yang lainnya.
Kapten Arsalaan Shaqueel Alfarezel
Setelah menjadi Danton, sekarang aku menjadi Danki. Farhan teman semasa AKMIL mengucapkan selamat kepada ku bersama dengan Reyka.
Ayah berdiri disana bersama dengan ibu. Ayahku seorang Laksamana Madya. Memakai PDU dan Ibuku dengan seragam Jalasenastri membawa buket bunga Azalea untuk ku.
"Selamat sayang" Ibu memelukku dan memberikanku bunga Azalea itu. Ya Allah aku jadi ingat dengan Lea.
Terakhir kali aku lihat postingan di Instagram miliknya, dia sedang menjalani intership di Surabaya. Kapan dia akan kembali ya Allah?. Aku melakukan sholat istikharah selama satu tahun ini, dan hasilnya aku bermimpi melihat Lea tersenyum manis kepada ku dan didampingi oleh ibu.
"Sudah jadi Danki, berarti tinggal cari ibu Danki ya nak" ah ibu. Andaikan saja semudah itu menemukan Lea. Pasti aku tidak akan sepusing ini dibuatnya.
"Itu Azlan kan? Iya itu Azlan" aku mengikuti arah pandang ayahku. Lho itukan komandan ku. Jendral Azlan Dylan Alfarizqi. Eh tunggu dulu, Alfarizqi? Kok nama belakangnya samaan kayak Lea?
"Apa kabar Azlan?" Sapa ayah. Komandan tersenyum dan menjabat tangan Ayah. "Alkhamdulillah baik Aizan. Jadi Arsa anak kalian?"
"Ya. Anak kami. Oh ngomong-ngomong anak kalian perempuan atau laki-laki?" Aku menoleh ke ayah. "Perempuan, ada apa?"
"Bolehlah kita jadi besan"
Mampus....
"Kita dulu pernah bilang ke Aila" tidak ada tanggapan dari komandan. Tersirat akan wajah sendu saja. Hape komandan berdering panjang. "Maaf saya harus pergi. Permisi"
Tunggu dulu...
"Ayah. Komandan itu suaminya mantan ayah?" Ibu tertawa dan mengangguk. "Benar sekali" jawab ibu riang..
???
Pindah tempat ke rumah dinas rasanya aneh. Biasanya aku tinggal di mess dengan yang lainnya, kini tinggal di rumah dinas. Ah terasa sepi, harusnya cari istri nih.
"Muka kusut amat Danki?" Tanya Farhan. "Gak bisa tidur gue semalam. Eh katanya ada anak baru ya? Pindahan dari Surabaya?" Farhan mengangguk.
"Siap. Mohon ijin menghadap" lelaki itu memberi hormat. "Perkenalan"
"Siap Danki. Saya Lettu Galang pindahan dari Surabaya" Arsa mengangguk.
"Siap. Mohon ijin Danki. Ada yang mencari Danki" aku mengangguk dan mengikuti pratu Heru menuju pos penjagaan.
Seorang perempuan berhijab sedang memunggungiku. Hatiku berdegup kencang napas ku memburu. Berasa de javu saja.
"Permisi, mencari saya?" Perempuan itu berbalik badan dan tersenyum manis. Aku mematung dibuatnya. Mimpilah? Atau bagaimana ini?.
Ku cubit tanganku rasanya sakit, ini tidak mimpi, ini nyata. Lea ada di depanku. Lea nyata bukan halu.
"Haiy Danki maaf mengganggu waktunya" aku mengangguk kaku. "Ini dompet anda jatuh" dia memberikan dompetku.
"Terimakasih" dia tersenyum lagi. "Saya permisi ya. Om terimakasih ya" Lea melambaikan tangannya pada mereka yang berjaga di pos.
Kenalkah?
Bego Arsa. Harusnya Lo ajak dia makan. Aishhhh begonya kebangetan.
Semoga kita bertemu lagi Lea, calon ibu Danki ku.
???
"Assalamu'alaikum" ku buka pintu rumah dan disana sudah ada Sertu Dika bersama seorang perempuan.
"Waalaikumsalam. Ayo masuk Dik"
"Siap Danki"
"Bentar ya" aku masuk kedalam dan mengambil minuman kemasan untuk mereka. Maklumlah jomblo ya gitu. Cuma ada minuman kemasan dan untungnya dingin.
"Silahkan diminum. Maaf lho cuma ada ini" kataku.
"Siap, tidak masalah Danki. Maaf kedatangan kami kesini mengganggu aktivitas Danki" ah aku sudah tahu maksudnya. Aku begitu malas saat harus pindah ke rumdin sebelum menikah.
Mereka akan mencariku untuk menghadap sebelum pernikahan mereka. Aish sedangkan aku sendiri jomblo mau sok-sokan kasih wejangan ke mereka yang mau nikah.
"Ya gak papa Dik, kalian sudah tahu kan, kalau sudah menikah nanti, nama kamu juga ikut dibawa istrimu. Jadi bersikaplah ramah dan jangan sampai nama baik suami kamu jelek. Dan kamu Dika, jangan sampai main tangan dengan istrimu walaupun basic jamu militer"
"Siap Danki"
"Saya rasa itu saja, kalian pasti sudah tahu selanjutnya bagaimana ya" mereka mengangguk. "Mohon Danki. Ibu Danki dimana?" Tanya Dika.
Aku mencoba tertawa hambar, menghilangkan rasa sepi di diriku. "Lagi intership. Doakan saja agar segera nyusul kalian ya" mereka mengangguk.
Aku tidak bohong kok. Memang Lea sedang intership, tapi aku juga masih mencari informasi tentang Lea.
???
Reyka dan aku dikirim ke luar kota untuk tugas. Entah kebetulan atau bagaimana, yang jelas aku dari kemarin ingin bertanya tentang Lea padanya.
"Rey" Reyka menaruh minuman dinginnya kembali. "Siap bang"
"Adik kamu, maksud saya Lea itu Azalea yang ini bukan?" Aku menunjukkan foto Azalea yang sedang duduk.
"Siap. Iya betul bang. Abang tahu darimana? Eh Abang kenal Lea?" Aku mengangguk. "Kami pernah bertemu sekitar satu tahun yang lalu"
"Dia gagal masuk Akmil" Reyka mengangguk. "Iya bang. Sebenarnya Lea ini adek sepupu saya, jarak kami terpaut satu tahun, jadi ya lumayanlah akrab. Ayah Lea juga dinas disana"
"Siapa?" Tanyaku penasaran. "Jendral Azlan bang"
Hah? Jadi besanan beneran nih ayah dan ibu.
"Dia sudah punya kekasih?" Reyka menggeleng. "Belum bang. Om orangnya overprotektif sama Lea. Bunda Lea meninggal saat melahirkan Lea, jadi Om yang mengurus Lea dari kecil"
"Reyka, saya suka sama Lea" Reyka memang ku tak percaya. "Saya ingi melamar Lea"
Reyka mengangguk antusias. "Lamar ke om langsung bang. Nanti saya bantuin bicara sama Om"
Oke langkah selanjutnya adalah melamarmu langsung ke komandan.
???
Bulan benar-benar ingin berlari pulang ke rumah saja. Dia bahkan berdiri kaku didalam kamar Bintang. Ini benar-benar kamar lelaki, dan dia baru pertama kalinya masuk kesini. Dia melihat foto Bintang mulai dari SD hingga SMA saat kelulusan itu. Dan ada sebuah foto lelaki kecil bersama seorang gadis berusia 8 tahun. Bulan memegang foto itu, dia tahu jika gadis kecil yang di foto itu dirinya, lalu lelaki itu siapa.
"Akh!" Bulan memegang kepalanya yang kembali sakit.
Bahkan dia sudah terduduk di tepi tempat tidur, karena rasa sakit itu melandanya kembali. Dia masih belum bisa mengingat siapa anak lelaki yang ada dalam foto ini. Dia terus berusaha mengingat, dan dia terus merasakan sakit di kepalanya.
Pintu kamar terbuka, Bintang melihat Bulan memegang kepalanya dan ditangan satunya, dia memegang figura foto dirinya dan Rembulan. Bintang mendekat dan memegang tangan Bulan.
"Lan? kamu kenapa?" Bulan menangis terisak, antara dia merasakan rasa sakit ini dan ingin berusaha terus mengingat masa lalunya.
Bintang mengambil paksa foto digenggaman tangan Bulan, dia segera menyembunyikan foto itu di laci. Dia lupa menyembunyikan foto ini dari Bulan. Dan Bulan pasti berusaha mengingat masa lalu mereka. Bintang mendekap kepala Bulan didekat dadanya, dia juga membelai kepala Bulan lembut.
"Stop Lan! Aku nggak minta kamu mengingatnya sekarang. Please stop Lan!" Pinta Bintang.
Helaan nafas dari Bulan mengakhiri rasa sakit ini. Dia benar-benar harus sabar untuk menanti ingatannya kembali. Bintang mengusap lembut kepala Bulan, dia benar-benar ikut merasakan sakit jika melihat Bulan kesakitan seperti ini.
"Bulan" dia mengangguk didalam pelukan Bintang, "kita turun yuk, makan!" Bulan menggelengkan kepalanya.
"Aku disini aja, boleh gak sih Bang?" Bintang mengangguk.
"Aku siapin makan ya, kamu siapin obat kamu!" Hanya anggukan dari Bulan yang Bintang rasakan.
Bintang membantu Bulan untuk istirahat di tempat tidur, dan tak lupa dia mengecup kening Bulan, yang mampu membuat jantung Bulan berdetak tak karuan. Dia meraba debaran jantungnya yang cukup mampu terdengar jika dia sendirian seperti ini.
Bintang turun ke ruang makan, tepat saat mereka semua berkumpul. Erna mencari keberadaan menantu barunya yang tak kunjung terlihat. "Bulan kemana Kan?".
"Dikamar Mi, kepala dia sakit lagi. Aku lupa sembunyikan figura fotoku sama dia." Erna menepuk pelan bahu Bintang, dia tahu, jika anak bungsunya juga terluka.
"Sabar ya sayang," Bintang mengangguk. "Kamu ambilkan makanan buat kamu dan Bulan ya, kalian berdua makan dikamar aja!" Bintang mengangguk.
Bintang naik kembali dengan membawa nampan berisi makanan dan minuman. Kalandra duduk dan memandang Bintang dari kejauhan, dia memang tidak pernah merasakan seperti Bintang. Tapi dia juga merasa kasihan, jika adiknya harus terus terluka jika masa lalu mereka tidak bisa lagi Bulan ingat.
"Sampai kapan Mi, Bulan seperti itu?" Erna menggelengkan kepalanya, "aku kasihan lihat Kana."
"Berdoa saja semoga Bulan cepat ingat janji mereka dulu!"
Berdoa. Cuma ini yang mereka bisa lakukan, karena bagaimanapun Tuhan yang selalu menentukan kehidupan seseorang. Manusia tidak bisa melawannya. Semoga Bulan bisa mengingat masa lalu mereka secepatnya.
***
