11. Posesif
Bulan memandang rumah minimalis berlantai dua di depannya. Bintang tidak mengatakan apapun, dan tiba-tiba mengajaknya kesini. Dia bahkan tidak tahu-menahu soal barang-barang miliknya yang sudah dipindahkan kesini. Semua foto dirinya dan Bintang sudah terpajang dengan rapi di dinding, menghiasi sebuah foto pernikahan mereka yang besar sekali.
Bahkan dirinya juga kaget melihat ekspresi dia dan Bintang yang benar-benar klop. Di foto itu, dia dan Bintang saling berhadapan dan tersenyum manis, dan terlihat sekali kebahagiaan yang terpancar disana.
"LAN!" Teriak Bintang dari lantai 2.
Bulan segera menghampiri Bintang yang entah sejak kapan dia ada disana. Di depan kamar yang di cat abu-abu itu, Bintang mengajaknya masuk, menunjukkan jendela yang langsung terhubung dengan balkon. Dan pemandangan yang asri masih bisa tersaji disini.
"Abang Bintang, boleh tanya sesuatu?" Bintang mengangguk.
"Foto anak laki-laki yang kemarin itu siapa?" Bintang hanya diam, dia memilih berlalu pergi. Lebih baik cari aman daripada melihat Bulan sakit, lebih baik dia diam untuk selamanya.
Bulan memandang kepergian Bintang dengan hati yang terluka. Memangnya salah jika dia bertanya, dia akan berusaha mengingat tapi tidak harus memaksakannya. Lalu pada siapa lagi dia akan bertanya tentang hal ini. Semua orang menutup rapat mulut mereka. Bulan hanya bisa menanti celah untuk mencari tahu kenyataan ini sendiri.
Bulan turun ke lantai bawah, dia melihat Bintang sedang duduk di gazebo belakang rumah. Bulan membuatkan minuman dingin dan ikut duduk disampingnya, menikmati langit sore ini. Bulan tahu, semua orang masih menyembunyikan sesuatu darinya. Dan suatu hari nanti, dia akan tahu semuanya.
"Maaf, kita baikan?" Bulan mengacungkan jari kelingkingnya, dan berhasil membuat Bintang tersenyum.
"Lan," Bulan memandang Bintang yang sedang menatapnya intensif. "Boleh aku ... cium kamu?"
Bulan mengedipkan kelopak matanya perlahan, dia tidak salah dengarkan ya? Bintang meminta ijinnya untuk mencium Bulan, haruskah ini perlu?. Bukannya mereka sudah menikah? Lantas untuk apa dia harus ijin Bulan.
"Silahkan."
Satu kata yang membuat Bintang maju sedekat itu, dan mengikis jarak mereka berdua. Mencium bibir Bulan dengan lembut dan penuh cinta. Membuat Bulan terbuai dengan ciuman lembut Bintang. Ciuman sore yang tidak akan pernah Bulan lupakan.
***
Rangga berjalan di koridor yang sepi, entah mengapa dia ingin berjumpa dengan Bulan. Ada sesuatu hal yang ingin dia katakan ke Bulan. Tadinya dia ingin langsung menghubungi nomor bulan, tapi sayangnya dia tidak punya. Dia berjalan menuju kelas Bulan pun masih tetap sepi.
Rangga memilih keluar, mungkin saja dia sedang berada diluar bersama Keenan. Tapi bukan Keenan yang dia lihat, melainkan orang lain, bahkan lelaki itu memakaikan jaketnya untuk Bulan. Oh rasanya ada hawa panas yang menyelimutinya saat ini.
"Rembulan Salsabila" mereka berdua menengok kearah samping, tepat dimana Rangga berdiri.
"Ya Pak?"
"Keruangan saya segera ya!" Bulan hanya mengangguk kaku.
Keruangan Rangga a.k.a Park Hae Jin, bisa-bisa dia akan diintrogasi oleh para fans fanatiknya disana. Sama dengan cari mati. Oh sungguh Bulan benci hal ini. Dia menggenggam tangan Bintang yang sedari tadi menggenggamnya, dia ingin meminta tolong pada Bintang, tapi ini tidak mungkin.
"Ngapai lo berdua gandengan kek orang nyebrang? Ayo masuk ke ruangan Pak Rangga." Keenan menarik bulan dari Bintang.
Berjalan bersama Keenan, membuat Bintang benar-benar dilanda cemburu. Dia ingin sekali mengikuti kemana mereka berdua pergi. Dia benar-benar takut jika Rembulannya akan pergi lagi dan melupakannya. Ah terlalu berlebih-lebihan, tapi memang begitulah rasa cemburunya.
Keenan manrik tangan Bulan agar berhenti berjalan. Dia benar-benar tidak dikabari apapun selama tiga hari ini. Bulan meminta cuti selama tiga hati dengan alasan, pulang ke Ban dung karena acara keluarga. Dan baru saja tadi dia melihat Bulan dan Bintang sedang bergandengan tangan. Ini apa coba maksudnya.
"Jelasin ke gue! Lo sama Bintang?" Bulan mengangguk.
"Ntar gue jelasin, ayo buruan ke ruangan dia." Bulan kembali menarik Keenan menuju ruangan Rangga.
Mereka mendengarkan Rangga berbicara, ini mengenai kelompok yang belum mereka kumpulkan. Bulan dan Keenan tahu, jadwal pengumpulan tugasnya masih minggu depan, tapi kenapa Rangga seakan menginginkan tugas mereka dikirim hari ini. Keenan tahu sekali, jika Rangga sedari tadi berbicara, hanya memandang Bulan.
"Kami segera kirimkan Pak, karena saya juga baru pulang kampung." Rangga mengangguk, "permisi Pak!."
Bulan mengajak Keenan segera pergi dari ruangan Rangga. Masih ada waktu untuk mengerjakan tugas Rangga, sebelum matkul dimulai. Mereka berdua menuju perpustakaan, dan telah berkutat berdua didepan laptop Keenan. Bulan mencari referensi dan Keenan yang akan mengetiknya.
***
Bintang telah mengirimkan pesan, agar Bulan menemuinya di kantin manajemen. Dia menunggu Bulan datang, yang katanya bersama dengan Keenan. Bintang gelisah, dia benar-benar sedang ingin bersama Bulan saja, bukan teman-temannya juga.
"Lo kenapa, Tang?" Tanya Farel.
"Nggak papa, lagi nunggu cewek gue aja." Ketiganya menyemburkan minuman, karena kaget dengan pernyataan Bintang.
Apa tadi, cewek? Bintang punya cewek? Pacar?. Sejak kapan Bintang suka sama cewek. Dia bahkan selalu dingin dengan siapapun, lalu pacar Bintang yang mana. Mereka bertiga tetap tidak mau pergi, walaupun sudah berkali-kali diusir Bintang.
Bintang tersenyum dan melambaikan tangannya, saat melihat Bulan datang bersama Keenan. Mereka bertiga berdiri mematung, melihat Bintang yang tanpa sungkan-sungkan, mencium pipi Bulan. Bahkan Rafael yang memang mencintai Bulan pun, sudah menganga sekian menit.
"Kalian pacaran?" Pertanyaan itu diulang oleh Keenan.
"Kita udah nikah." Bintang menarik Bulan agar mendekat ke arahnya.
"Nikah?" Beo keempatnya.
"Berisik kalian! Yang, mau pesan makan?" Bulan mengangguk, dan Bintang berdiri untuk memesan makanan.
"Lan, lo serius nikah sama Bintang?" Bulan mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Keenan.
Bulan menceritakan segalanya ke mereka berempat. Yang lebih menyakiti hati Rafael adalah, saat Bulan menyetujui pernikahan ini. Karena memang dia mencintai Bintang sejak awal. Sayangnya pernyataan cinta Bulan, tidak diketahui oleh Bintang.
"Lan, apa nggak ada kesempatan buat gue?" Bulan hanya diam sejenak, lalu dia menggelengkan kepalanya pelan.
"Dia istri gue, dan lo ... jangan banyak bacot!" Peringat Bintang.
Bintang menarik tangan Bulan untuk pergi dari kantin. Tidak ada gunanya berada di sana untuk saat ini. Tidak saat hatinya terluka. Bukan salah Bulan, hanya saja ... dia sangat cemburu. Kenyataan memang menyakitkan, mengetahui siapa saja yang menyukai istrinya. Wow luar biasa menguras energi.
Bulan tersenyum dan menggelengkan kepalanya, dia tidak tahu jika akhirnya Bintang memang seposesif ini. Sedikit merasa terbebani, namun dia sadar. Jika cinta yang dimiliki Bintang tulus. Benar-benar tulus mencintai dirinya, yang apa adanya.
***
