Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

MEREKA KEMBALI

Di kamar bernuansa pastel aesthehtic, gadis itu duduk termenung dengan mata yang masih sembab. Diam memandang langit pagi dari luar jendela kamarnya. Karina menarik nafas dan membuangnya perlahan, senyum tipisnya mengembang tiba-tiba.

“Gimana kabar kamu? Semoga kamu bahagia,” lirihnya bermonolog.

Pertemuannya dengan Leo kemarin sore cukup membuat rasa rindunya kembali terusik. Rasa rindu pada seseorang yang telah membuatnya menjadi cewek tanpa perasaan seperti saat ini.

Pikirannya berkecamuk, kembali mengingat kejadian tiga tahun silam. Bulir bening di matanya kembali mengalir, tangannya mengepal kuat, ada rasa sesak di dalam dadanya.

“Abang Leo sudah kembali, tapi ... lo di mana Andares?!”

*****

Dddrrrttt ...

Ponsel Shenina bergetar, sontak ia menghentikan sendokan baksonya. Senyum lebarnya terukir di sana, membuat teman-temannya kebingungan.

“Hallo,” sapa Shenina

“Lo di mana?” sahut suara di seberang sana.

“Di sekolah.”

“Iya gue tau, gue di gerbang nih.”

“HAH?” Spontan ia beranjak dari kursinya, pergi meninggalkan teman-temannya yang kebingungan.

“Bidadari, mau kemana?” teriak Fathan.

“Ke gerbang bentar,” sahut Shenina sekenanya. Langkahnya dipercepat, sampai di jarak tak jauh dari pandangannya ia bisa melihat cowok yang baru saja menelponnya, cowok itu tersenyum hangat sambil melambaikan tangannya.

Shenina berlari, segera menubruk tubuh semampai cowok itu, mendekapnya erat seperti bayi koala, membuat orang-orang yang melihat mereka mengerjap kaget melihat interaksi Shenina dangan cowok asing itu.

“Aaarrgghh!” pekik Shenina. “Gue kangen banget sama lo, Keanu.”

Cowok itu tertawa lebar, merasa geli. “Gue juga, Shen.” Ia menurunkan Shenina dari gendongannya.

“Kapan sampe Indonesia?” tanya Shenina.

“Tadi pagi, dan gue langsung ke sini,” jawabnya. Mata Shenina membola, ia selalu kagum dengan cowok di hadapannya ini.

Alvander Keanu, cowok ini bertubuh atletis tapi berwajah imut. Senyuman dan tutur kata cowok ini selalu manis, tapi ia juga punya sisi lain sama dengan Shenina. Sisi lain yang di ungkapkan jika memang waktunya telah tiba.

“Pulang jam berapa?” tanya Keanu.

“Satu setengah jam lagi,” jawab Shenina sambil melirik arlojinya.

“Yaudah, gue tungguin. Kita pulang bareng.”

Lama mereka berbincang sampai tak menyadari ada satu sosok yang diam-diam memperhatikan mereka. Bersembunyi di balik tembok, wajahnya sendu menatap kedekatan Shenina dan Keanu.

Pelan ia meremas kaus bagian dada, tersenyum getir. "Kenapa rasanya sesak?" lirihnya. Ia buru-buru membetulkan ekspresinya ketika melihat Shenina hendak berbalik menuju ke arahnya.

“Shen,” tegur Yudith, gadis itu menoleh, menatapnya bingung.

“Yudith? Lo ke mana aja?” tanya Shenina.

Cowok itu menggeleng. “Senyum, Shen,” ucapnya. Shenina diam, ia jelas merasa bingung. Tapi tanpa banyak bertanya, ia hanya menurut saja lalu mengembangkan senyumnya.

“Cantik,” puji Yudith lalu ikut tersenyum samar. Gadis itu hanya geleng-geleng kepala, heran dengan kelakuan orang di hadapannya ini.

“Gue ke kelas duluan, ya,” pamit Shenina dan pergi begitu saja. Yudith mengangguk pelan lalu menoleh ke arah gerbang. Cowok itu masih di sana, duduk di atas bumper mobil sembari main ponsel. Bisik-bisik wanita rahim hangat mulai terdengar, kali ini bukan memuji Yudith tapi terpesona dengan pemandangan Keanu di depan sana.

Cowok yang diliputi rasa penasaran itu bergerak maju ke arah gerbang, hentakan kakinya yang berat menginterupsi Keanu, membuatnya menoleh ke arah sumber suara datang.

“Anak mana?” tanya Yudith.

Keanu tersenyum, entah senyuman seperti apa tapi jelas itu senyuman yang tak bisa diartikan.

“Gue baru tinggal di sekitar sini,” jawabnya.

“Lo ... kenal Shenina?” Pertanyaan itu lolos begitu saja dari mulut Yudith.

Keanu diam, lalu mengangguk keras. “She's my everything.”

Yudith menghela nafas, rona wajahnya berubah merah, ada rasa sesak ketika mendengar jawaban itu. Tanpa aba-aba apa pun, ia melenggang pergi dari hadapan Keanu. Lelaki itu hanya tersenyum sinis memandang Yudith, lalu kembali membuka ponselnya, mengetik sesuatu, lalu meletakan di telinganya.

“Hallo Kak Andares, anak itu ada di sini.”

Bel pulang sekolah berbunyi, Shenina buru-buru merapihkan alat tulisnya, wajahnya terlihat berbinar ceria beda dari biasanya.

“Shen, pulang bareng lagi gak?” tanya Avika.

Gadis itu menggeleng. “Gue di jemput.”

“Sama sia—“ Belum sempat ia bertanya, Shenina sudah melenggang keluar kelas.

“Ih, ngeselin!” cebik Avika lalu menggandeng tangan Karina buru-buru menyusul Shenina yang jejaknya sudah tak terlihat. Dari jarak yang tak terlalu jauh dari gerbang, mereka bisa melihat interaksi Shenina dan Keanu yang sangat dekat.

“Lo kenal dia, Gas?” tanya Fathan. Bagas menggeleng.

“Lo kenal, Bim?” Bima juga menggeleng.

“Ayang, Shenina sama siapa?” tanya Avika pada Bagas. Lagi-lagi cowok itu menggeleng. Detik kemudian, Keanu membuka pintu mobil dan mempersilahkan Shenina untuk masuk. Ada sesuatu yang menarik perhatian Arsen, ia kembali melihat ukiran yang samar terlihat persis seperti milik Shenina tepat di pergelangan tangan kiri cowok itu.

“Tatto ...,” gumam Arsen yang masih bisa di dengar.

“Hah? Tatto apaan?” beo Fathan, membuat semua menoleh ke arah Arsen. Cowok itu menggeleng kuat, menghela nafasnya lalu beralih menuju motornya. Pikirannya kembali berkecamuk, rasa penasarannya kembali menyeruak. Hatinya terus bertanya-tanya siapa Shenina dan apa hubungannya dengan tatto itu.

“Lo kenapa?” tanya Yudith pada Arsen, ia jelas menyadari gelagat aneh sahabatnya itu.

“Hati-hati sama Shenina,” jawabnya ambigu.

“Maksud lo?”

Arsen memejamkan matanya. “Dia nyembunyiin sesuatu dari kita.”

*****

Arsen melempar tas nya ke sembarang arah, lalu mengambil laptop dari ruang kerja Papa nya.

“Ngapain, Ar?” tanya sang Papa.

“Pinjem bentar, Pa. Laptop Arsen nge-lag.”

Pria paruh baya itu hanya mengangguk dan kembali menyeruput kopinya. Sedangkan Arsen mulai sibuk mengotak-atik isi laptop, wajahnya yang serius terpancar jelas. Kadang ia terlihat frustasi kadang juga terlihat sedikit lega, sampai akhirnya ia menemukan sesuatu yang memang ia cari selama ini.

“Scalazzar?” Dahi pria itu mengerut. “Ngapain kamu cari itu?”

“Papa tau Scalazzar?”

Pria itu diam, lalu menggeleng pelan. “Itu dongeng anak-anak,” jawabnya.

“Dongeng apa serem begini?” gumam Arsen sambil memandangi lambang ular mengitari sebuah mahkota berbentuk segitiga dengan pucuk permata berbentuk lingkaran permata di atasnya.

“Waktu itu umur papa masih remaja,” ucap pria itu mulai bercerita. “Ada satu kelompok yang gak pernah keliatan wujudnya tapi memang berbahaya. Yang papa ingat pemimpinnya seorang mafia tua yang kaya raya. Mafia itu tinggal di Kanada.”

Mata Arsen membola, ia sedikit terperangah antara percaya gak percaya dengan cerita itu.

“Mafia itu punya dua anak kembar, satu laki-laki dan satu perempuan. Yang laki-laki lama tinggal di Kanada, yang perempuan stay di Indo sampai akhirnya menikah dengan lelaki yang juga berasal dari kalangan mafia.”

Arsen makin tertarik mendengar cerita itu. “Terus, Pa?”

Pria itu kembali menyeruput kopinya hingga tandas. "Kelompok itu udah lama gak ada kabarnya, tapi—“

“Tapi apa, Pa?” tanya Arsen bersemangat.

“Ada yang bilang, keturunannya masih ada sampai sekarang. Masing-masing dari mereka punya tatto tulisannya Scalazzar,” jawabnya lalu menjeda.

“Udahlah gak usah dipikirin, itu cuma dongeng,” ucap pria itu sambil menepuk pelan pundak Arsen. Cowok itu terdiam, cerita dari Papa nya membuat ia semakin yakin bahwa Scalazzar memang masih ada dan Shenina adalah salah satunya.

*****

Gadis itu duduk manis di sebuah ruangan bernuansa abu-abu. Banyak lukisan ular dan pahatan patung berbentuk ular di sana. Tawanya jelas menggelegar akibat terlalu senang bercanda dengan Keanu.

“Jangan teriak-teriak, Shen!” seru sebuah suara dari lantai dua. Sontak gadis itu menoleh, matanya semakin berbinar. Ia langsung berlari dan memeluk lelaki itu.

“Kak Jhovan,” lirihnya hampir menangis. “Shen, kangen banget.”

“Lebay lo!” ketus lelaki itu.

Dia adalah Andares Jhovan, punya wajah yang sama imutnya dengan sang adik, Keanu. Lelaki yang punya kepribadian yang kuat, bahkan tak di sangka-sangka.

“Jangan nangis sepupu ku yang cantik,” ucap Andares sambil menghapus air mata di pipi Shenina.

“Dia nangis terus, Kak,” sahut Keanu.

“Lo yang bikin nangis?” tanya Andares.

Keanu mengedik bahu. “Kata dia, itu air mata bahagia.”

Andares tersenyum, kembali merengkuh tubuh gadis itu. Sepupu yang amat sangat ia rindukan setelah lama tak bertemu.

“Lah, malah uwu-uwu,” sanggah sebuah suara di belakang mereka.

“Iri?” cetus Andares.

Shenina terperangah menatap empat orang yang kini berdiri di hadapannya.

“Kim? Renier? Bang Leo? Kak Salma?” seru Shenina, rasanya seperti sedang mendapat surprise dadakan, kedatangan Keanu dan Andares sudah cukup membuatnya heboh hari ini. Sekarang ditambah empat orang lagi yang sama-sama ia rindukan selama ini.

“Gak usah sok kaget. Kemarin kita udah ketemu,” tukas Leo sambil mengacak pelan rambut Shenina. Gadis itu mengangguk, lalu memeluknya sekilas. Tatapannya menginterupsi Kim dan Renier, lalu memeluk mereka berdua.

“Apa kabar, Shen?” Suara Salma membuyarkannya. Shenina menghapus air matanya lagi, kedatangan Salma kembali membuatnya merasakan sesak yang mendalam tapi juga menjadi obat penawar rasa sakit di dadanya.

“Kak, jangan pergi lagi ..." Shenina memeluk perempuan itu.

Salma mengangguk. “Kami semua di sini untuk kamu, Shen.”

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel