Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

ARENA

Berbeda dengan Sabtu pagi sebelumnya, hari ini Shenina lebih suka menghabiskan waktunya di sebuah rumah yang tak terlalu besar, terletak jauh di belakang pekarangan rumah Shenina. Rumah yang terlihat terlantar dari luar tapi menyimpan banyak rahasia di dalamnya. Rumah itu dijadikan markas sementara selama “para jagoan” itu datang.

Para Jagoan yang di maksud adalah Andares, Keanu, Kim, Renier, dan Leo. Mereka menyulap tempat itu layaknya sarang mafia yang siap melakukan kejahatannya.

“Lo udah cek bener-bener 'kan, Ken?” tanya Leo.

“Udah, kemarin tuh anak nyamperin gue,” jawab Keanu.

Leo manggut-manggut. “Waktu Kevin cegat mereka, cuma anak itu aja yang gak ada di TKP, gue pikir dia udah mati.”

“Siapa yang mati?” tanya Shenina yang baru datang dari arah dapur, ia baru saja selesai menyiapkan bahan untuk acara bakar-bakar nanti malam.

“Mau party, ya? Di mana?” tanya Andares mengalihkan pembicaraan.

Shenina mengangguk tegas. “Nanti malam di rumah Om Putra,” jawabnya lalu ikut duduk di sisi Kim.

“Sama siapa?”

“Sama temen-temen gue lah.”

“Ada Yudith?”

Shenina terdiam, dahinya mengerut samar. “Kayaknya ada.”

“Kira-kira mereka masih inget sama lo gak, Res?” tanya Kim antusias.

Andares mengedik bahu. “Mereka kenal gue sebagai Andares, kalo gue dateng sebagai Jhovan mereka gak akan kenal.”

“Shen,” panggil Renier pelan, menatap teduh gadis itu.

“Hmm.”

“Ada Karina juga?” tanyanya.

Shenina diam, kemudian menggeleng pelan. “Karina jadi aneh semenjak Kevin nyerang. Makin jadi pendiam, irit ngomong, mukanya juga tambah serem soalnya gak ada ekspresinya.”

Kim dan Leo terkekeh, gemas mendengar penuturan Shenina. Sementara Renier semakin menundukan kepalanya, tersenyum getir, merasakan dadanya yang sesak.

Karina adalah kisah lama yang tak selesai, bahkan mungkin tak akan bisa dilanjutkan. Karina adalah semesta bagi seorang Elgassa Renier Fatou, gadis yang menjadi alasan dirinya untuk tetap ada di dunia, gadis yang memastikan bahwa dirinya masih hidup, gadis yang memaksanya melepas hubungan yang tak pernah ada.

“Rindu? Hm?” tanya Shenina. Renier memejamkan mata lalu mengangguk pelan.

“Gue bisa bunuh keluarga Anggara sekarang juga kalo lo mau,” tegas Shenina, sorot mata cewek itu menajam, tangannya mengepal kuat, hanya ada emosi yang tertahan di dalam jiwanya.

“Calm down my sister,” ucap lembut Keanu sambil mengelus punggung Shenina.

*****

Malam itu tepat pukul 18.45, semua inti Ghaveldaz, Avika, dan Shenina sudah berkumpul di kediaman Adyaksa alias rumah Bagas dan Bima. Terlihat Avika dan Shenina sedang menyiapkan ayam dan jagung untuk dibakar, Yudith dan Arsen membuat minuman, Bagas dan Fathan membuat bara api, sedangkan Bima duduk santuy sambil main gitar.

“PANAS OGEB!” pekik Fathan.

“Masa setan bisa kepanasan,” sahut Bagas.

“Bacot banget anjir!”

“Makanya gak usah lebay!”

“Ayang, hati-hati nanti kena api!” seru Avika tak jauh dari mereka.

“Ayang lo nih, Vik, bikin arang segini aja udah kayak manusia purba baru ngeliat api!” seloroh Fathan.

“Bacot! Apa bedanya sama lo, nuang minyak tanah aja kayak pengen bakar rumah orang!” tukas Bagas.

Fathan terkekeh, memperhatikan api yang semakin besar karna ulah mereka berdua. Lelaki itu beranjak dari duduknya menghampiri Avika dan Shenina yang sedang mengoles jagung dengan saus mentega.

“Mau dibantuin gak?” tawar Fathan.

“Gantian nih,” kata Avika sambil menyerahkan kuas olesan ke tangan Fathan. “Gue mau nemenin ayang gue.”

Fathan memajukan bibirnya, menye-menye meledek Avika. Pelan tangannya mengoles jagung-jagung itu, sesekali memperhatikan tangan Shenina mengikuti tutorial dari tangan gadis itu.

“Kalo ada Karina pasti udah kelar daritadi,” gumam Fathan.

“Maksud lo, gue lambat gitu?”

Fathan yang menyadari ucapannya langsung terkekeh canggung. “Tangan lo gak biasa susah ya, Shen?”

Gadis itu mengangguk. “Sorry ya, soalnya gue gak pernah ikut acara kayak gini.”

Fathan membulatkan bibirnya, mencuri pandang ke arah Shenina. 'Cantik' batinnya berbicara, memandangi Shenina adalah anugrah tersendiri untuknya. Tertarik? Tentu saja, cewek seperti Shenina terhitung langka di dunia. Cantik, anggun, dan jago bela diri.

“Shen, waktu itu lo keren banget,” kata Fathan. “Gue kira cupu ternyata suhu. Manusia kayak si Kevin aja bisa lo bikin roboh.”

Shenina tersenyum lebar, ia kembali mengingat kejadian waktu itu. Kejadian yang sangat memancing emosinya, andai saja Leo tidak datang mungkin jati dirinya akan terungkap saat itu juga.

“Gue cuma nolongin kalian aja kok,” jawab Shenina lalu mengangkat nampan berisi jagung dan ayam yang sudah siap dibakar. Fathan membawa sisa olesan lalu mengikutinya berjalan menuju teman-temannya yang sudah duduk di depan bara api.

“Pokoknya lo keren banget, Shen,” racau Fathan. “Kapan-kapan ajarin gue.”

“Berguru sama Bima, gue sering duel sama dia,” kata Shenina.

Bima yang merasa namanya disebut, lantas menghentikan petikan gitarnya. Tatapannya menginterupsi mereka berdua. “Ngomongin apa?” tanya Bima tapi tak dijawab oleh mereka berdua. Fathan terus saja meracau memuji kemampuan Shenina, cowok itu benar-benar dibuat gagal moveon dengan kejadian waktu itu.

“Betewe muka lo sekilas mirip Kevin, Shen,” ucap Fathan. Spontan semua terdiam, mata mereka menatap ke arah Shenina, memperhatikan gadis itu dalam-dalam.

“Dikit sih ...,” lirih Avika yang duduk tepat di samping Shenina.

Merasa diperhatikan, Shenina hanya tersenyum simpul. “Kan gue udah pernah bilang, muka gue pasaran.”

Kevin Dazz Anggara, ketua geng Vomeyouz, dikenal sebagai bocah SMA paling berbahaya, sampai saat ini hanya Ghaveldaz yang mampu mengalahkan mereka jika sedang musim tawuran. Bukan hanya tawuran, tapi mereka memang dua kubu yang tak akan pernah berhenti bertengkar.

Hati Shenina sedikit risih, jelas saja jika ia memiliki rupa yang sekilas mirip, hampir mirip, bahkan sangat mirip dengan sosok Kevin. Ada rasa tersinggung dan emosi yang membuncah di dalam hatinya.

“Ngaco lo semua!” pekik Bagas membuyarkan lamunan mereka. “Mau makan atau mau ngomongin tuh kecoa busuk!”

Mereka mulai mengambil jagung dan ayam lalu membakarnya di atas bara api. Berbeda dengan Yudith, cowok itu malah beranjak dari duduknya lalu melangkah menuju halaman samping rumah.

“Lo mau kemana?” tanya Arsen.

“Gue gak mood,” jawab Yudith. Arsen ikut bangkit dari duduknya lalu berlari kecil mengikuti langkah Yudith.

“Ah, dasar setan!” maki Bagas. “Gara-gara lo si Yudith jadi bete.”

Fathan hanya bergeming sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.

“Gue juga pamit deh,” ucap Shenina tiba-tiba.

“Lah, mau kemana?” tanya Bima.

“Sebenernya gue ada janji,” jawabnya, ia melirik sekilas kearah Arsen dan Yudith.

“Ih, jadi gak asik begini!” cibir Avika sambil melempar jagung dari tangannya, raut wajahnya kesal melihat suasana yang seharusnya menyenangkan tapi malah jadi suram.

“Sorry,” lirih Shenina.

“Gak pa-pa, Shen,” potong Bima. “Maaf juga udah bikin lo gak nyaman.”

“Emm ... bukan gitu—“

“Dah sana pergi!” usir Avika mencebik kasar, mulut manyunnya semakin maju. Shenina tersenyum canggung, lalu pergi meninggalkan mereka.

*****

Suasana arena balap semakin ramai, beberapa wanita berpakaiann mini dan sexy berkumpul di tempat itu. Sebagian dari mereka menemani para lelaki, sebagian lagi sibuk mencari lelaki yang minta ditemani.

“Lo doang yang paling sopan, Shen,” kata Kim meledek Shenina yang penampilannya jomplang dari cewek-cewek di tempat itu.

“Mana betah gue di luar pake beha doang,” jawab Shenina sambil membuka resleting jaket jeansnya.

“Jangan dibuka, nanti masuk angin,” ledek Keanu, disambut pukulan pelan dari tangan Shenina.

“Ladies and Gentlement!” seru suara dari toa yang dipegang seorang pria yang tubuhnya di penuhi tattoo.

“Please welcome, Alvander Keanu. Owner of this place,” lanjutnya. Sontak semua orang di arena itu menatap ke arah Keanu. Riuh tepuk tangan dan sorak sorai terdengar bersahutan, deruman motor-motor gede juga meraung menyambut Keanu, beberapa di antara mereka menghampiri cowok imut itu memberinya salam pertemuan.

“Gila, Ken! Gue kangen banget sama lo,” ucap Jarix, pria yang tadi memegang toa. “Akhirnya lo balik lagi setelah sekian lama.”

Keanu mengangguk lalu memberikan pelukan persahabatan. “Taruhan siap?”

Jarix mengangguk. “Taruhan dan judi udah diatur, lo tinggal terima beres.”

Keanu tersenyum senang, harum duit seolah sudah tercium sangat dekat. Sesuai moto hidupnya 'Tampang Boleh Imut, Kelakuan Tetap Mafia Berkelas'

“Siapin kuburan buat mereka yang berani macam-macam di sini,” bisik Kim di telinga Jarix, lelaki itu mengangguk patuh.

Jarix adalah tangan kanan Keanu sekaligus sahabat lama Andares dan Leo, ia adalah orang yang cukup berpengaruh di arena balap itu. Selama Keanu pergi, Jarix tak pernah absen menyetor segala kegiatan di arena tersebut. Entah sudah berapa dolar yang ia hasilkan dan sudah berapa liter darah yang tumpah di arena itu, Jarix tak pernah mengecewakan Keanu.

Tak lama kemudian, suara deruman motor dari arah lain meraung kuat, mereka semua menengok ke asal suara, Keanu dan Kim memicingkan mata. Shenina melotot, ia jelas mengenalinya. Cewek itu maju menghadap mereka, tangannya terlipat di dada, senyum lebarnya mengembang senang.

“Kirain gak bakal dateng,” kata Shenina. Mereka membuka helm, memperlihatkan wajah mereka masing-masing.

“Wow!” seru Kim. “Punya nyali.”

Orang-orang di tempat itu saling melempar pandang, beberapa di antara mereka sudah tak asing dengan lima cowok ini, tapi tak sedikit juga yang bertanya-tanya siapa mereka.

“Lo kenapa sih, Shen? Tiba-tiba nyuruh kita ke sini?” tanya Bagas membuka suara, ia tak menyangka gadis itu berpamitan dari acara barbeque hanya untuk datang ke tempat ini.

Shenina bergeming, ia melempar pandangnya ke arah Arsen. “Lawan Kim, biar gue yang jadi taruhannya.”

Semua terperangah, begitupun dengan Jarix. Ia ingin bicara tapi ditahan oleh Keanu. Arsen memajukan langkahnya ke arah Shenina, berdiri berhadapan dengan gadis itu.

“Gue gak takut,” bisik Arsen tepat di telinga Shenina.

Gadis itu tersenyum simpul. “Good luck.”

*****

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel