Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

08. Memburu Raja Dholim

Di Pendopo Perguruan Beladiri Bangau Putih, Aji Saka, Juminten, Layang Seta dan Layang Kumitir, dijamu oleh dua orang tokoh tua aliran putih, Eyang Pertala dan Eyang Dharmala, sebagai tuan rumah pemilik dan pendiri perguruan.

Dua tokoh tua itu, hampir seumuran dengan Eyang Gentar Bumi, yang telah kembali ke Alam Dewa. Dan keduanya, masih sahabatnya Eyang Gentar Bumi.

"Silahkan dinikmati jamuannya. Hanya segini adanya," ucap Eyang Pertala.

" Terimakasih, Pak Tua," balas Aji Saka.

"Tuan Muda, apakah Tuan Muda ini muridnya sahabatku, Gentar Bumi?" Tanya Eyang Dharmala.

Aji Saka, Juminten, layang Seta dan Layang Kumitir, menatap dua tokoh tua sambil menganggukkan kepalanya berbarengan.

"Benar Pak Tua. Apakah Pak Tua ini juga para Dewa, yang turun ke Alam Bumi?" Jawab Aji Saka, balik bertanya.

"Oh, kalian semua sudah tau tentang asal usul Gentar Bumi?" Tanya Eyang Pertala.

"Kami sudah diberi tau, Pak Tua," jawab Aji Saka.

"Syukurlah, kalau kalian sudah diberi tau, berarti kalian juga sudah tau caranya masuk ke Alam Dewa," ucap Eyang Dharmala, bicaranya bergantian dengan Eyang Pertala.

"Sudah Pak Tua, hanya kami belum waktunya untuk masuk ke Alam Dewa, karena ranah kami masih rendah," balas Aji Saka.

Kedua tokoh tua menganggukkan kepalanya tersenyum, karena keduanya tau ranah kekuatan Aji Saka baru berada ditingkat Abadi Tahap Puncak, dan Juminten baru ditingkat Abadi Tahap Awal. Sedangkan persyaratan masuk ke Alam Dewa, serendah-rendahnya harus sudah mencapai tingkat Dewa Abadi Tahap Puncak.

"Ya, aku mengerti. Serendah-rendahnya, ranah kekuatan kalian, harus sudah berada ditingkat Dewa Abadi Tahap Puncak, baru kalian bisa masuk ke Alam Dewa," sambung Eyang Pertala.

"Iya, Pak Tua. Kami harus berlatih terus, untuk meningkatkan kekuatan kami," sahut Juminten, ikut berbicara.

"Kalian berdua, sudah menjadi sepasang kultivator hebat di alam ini, dan jagalah kekasihmu jangan sampai kenapa-napa," ucap Eyang Dharmala.

Aji Saka dan Juminten, terkejut atas ucapan dari Eyang Dharmala, karena dia tau Aji Saka merupakan sepasang kekasih, reinkarnasinya sepasang suami istri anak dan mantunya Dewa Niskala.

"Kok Pak Tua bisa tau semuanya?" Tanya Bujang Lapuk penasaran.

"Sebelum dia kembali ke Alam Dewa, kami sudah diberi tau tentang diri kalian. Dan dia berpesan, agar kami bisa membantu kalian, jika kalian memerlukan bantuan dari kami," sambung Eyang Pertala.

"Terimakasih Pak Tua, atas kebaikan kalian berdua. Hanya kami penasaran, apakah Pak Tua juga dari Alam Dewa?" Tanya Aji Saka.

"Kami adalah sahabatnya Gentar Bumi," ucap Eyang Dharmala, menatap Aji Saka, Juminten, Layang Seta dan Layang Kumitir bergantian.

Lalu kedua tokoh tua itu, menuturkan tentang perjalanan ketiganya ke Alam Bumi, keduanya bercerita saling melengkapi. Dari mulai awal turun ke Alam Bumi, hingga sama-sama mendirikan perguruan beladiri, untuk menyamarkan identitas dirinya.

Eyang Gentar Bumi mengajak kedua sahabatnya, untuk mencari anak dan menantunya ke Alam Bumi, karena sebelum anak dan menantunya terbunuh ketika kekacauan melanda Alam Dewa, ratusan tahun lalu, keduanya berucap akan hidup kembali di Alam Bumi.

Karena itulah, Eyang Gentar Bumi mengajak kedua sahabatnya, turun ke Alam Bumi, dengan mendirikan Perguruan Beladiri Gentar Bumi, untuk menyamarkan dirinya, sampai bertemunya kembali dengan anak dan menantunya.

Eyang Gentar Bumi sendiri nama aslinya adalah Dewa Niskala, seorang Dewa yang mampu membunuh Raja Iblis, yang membuat kekacauan di Alam Dewa. Dan sebelum Raja Iblis mati di tangan Dewa Niskala, Raja Iblis mengancamnya, akan membalaskan dendam lewat tangan anaknya, yang sekarang tengah digodok di kawah api Gunung Neraka, di Alam Neraka Besar.

Untuk menghadapi keturunan dari Raja Iblis, Eyang Gentar Bumi sudah mempersiapkan anak dan menantunya, yang sekarang sudah masuk kedalam tubuh Aji Saka dan Juminten. Telah lahir kembali dalam wujud yang lain, namun kekuatannya akan sama dengan anak dan menantunya.

"Begitulah ceritanya, jika kalian memerlukan sesuatu, jangan sungkan-sungkan untuk meminta bantuan kepada kami," ucap Eyang Pertala.

Aji Saka, Juminten, Layang Seta dan Layang Kumitir, menganggukkan kepalanya tanda mengerti, apa yang dikatakan oleh kedua tokoh tua.

"Terimakasih Pak Tua, sekarang kami akan menata dan membangun kembali Kota Raja, untuk menjadi pusat kekuasaan di daratan Nusantara," ucap Aji Saka.

"Bagus itu Tuan Muda, kami siap membantunya bila diperlukan," ucap Eyang Dharmala.

"Terimakasih, Pak Tua."

Lalu mereka merencanakan pembangunan dan penataan di Kota Raja, yang telah berganti menjadi Kota Nusantara, terutama membangun dulu sebuah Istana Penguasa Nusantara, yang besar dan megah. Pembangunan istana ditargetkan tujuh bulan harus segera selesai, seiring dengan berjalannya pembangunan sebuah dermaga, untuk berlabuhnya semua perahu yang membawa dagangan dari luar Kerajaan Nusantara.

Layang Seta dan Layang Kumitir, yang diperintahkan untuk mengawasi pembangunan dan penataan Kota Nusantara, setiap hari terus berkeliling dari satu lokasi bangunan ke bangunan lainnya, dengan begitu, semua kendala akan cepat ditanganinya.

Sedangkan Aji Saka dan Juminten, mengejar para petinggi, Panglima dan Raja di seluruh Nusantara yang hendak kabur, karena mereka sudah ketakutan terlebih dahulu, ketika seorang kultivator muda mampu mengguncangkan bumi, hingga semua bangunan roboh porak-poranda.

Aji Saka dan Juminten, terus memburu mereka yang melarikan diri. Dari informasi yang diperoleh oleh Aji Saka, bahwa Raja-raja seluruh Nusantara, diundang oleh Raja Gandra Seta, di Tatar Pasundan. Tentu saja Aji Saka sangat senang sekali, satu kali menyelam, dapat banyak ikan. Artinya, satu kali menggepur kota Raja Tatar Pasundan, semua Raja di Nusantara dapat ditaklukkan, untuk menjadi bawahannya.

Aji Saka dan Juminten, terus memacu kudanya dengan kecepatan tinggi, menuju kearah Kota Raja Tatar Pasundan.

Tak memerlukan waktu lama, Aji Saka dan Juminten, tiba di gerbang Kota Raja, dan keduanya langsung dihadang oleh ribuan prajurit kerajaan, yang sebelumnya sudah dipersiapkan untuk menghalau Aji Saka.

Baik Aji Saka, maupun Juminten. Setelah keduanya menambatkan kudanya disebuah pohon besar, keduanya melesat terbang ke udara, sambil menghantamkan pukulan Gentar Bumi yang dialiri oleh kekuatan inti petir, kepada ribuan prajurit kerajaan.

Duarr.... Duarr.... Duarr.... Bom.... Bom.... Duarr.... Duarr....

Ledakan demi ledakan, saling bersahutan dari arah gerbang kota Raja. Menghancurkan ribuan prajurit menjadi debu, dan mengguncang Kerajaan Tatar Pasundan, membuat semua bangunan roboh, serta sebagiannya lagi hancur rata dengan tanah.

Aji Saka dan Juminten, terus melesat kearah tempat persembunyian para Raja se Nusantara, yang pada berkumpul disebuah perguruan beladiri Kelelawar Hitam, yang merupakan perguruan beladiri aliran hitam.

Duarr.... Duarr.... Duarr.... Bom.... Bom....

Aji Saka dan Juminten, langsung menggempur perguruan beladiri aliran hitam, begitu keduanya tiba di atas perguruan tersebut.

Duarr.... Duarr.... Duarr....

Beberapa kali ledakan terus terdengar, menghancurkan seluruh bangunan perguruan beladiri, dan membunuh seluruh murid aliran hitam, para petinggi, panglima dan para raja se Nusantara, termasuk Raja Gandra Seta dan antek-anteknya.

Duarr.... Duarr.... Duarr.... Bom.... Bom....

Aji Saka dan Juminten, terus menggempur perguruan aliran hitam, satu orangpun tidak ada yang dibiarkan lolos, mereka semua dibantai dengan sadis.

Setiap bertemu dengan antek-anteknya Raja Gandra Seta, langsung dibantai tanpa ada ampunan lagi bagi mereka, karena telah mendukung kedzaliman seorang raja, yang sudah menindas dan membohongi rakyatnya.

Begitu pula dengan para petinggi, Panglima dan Raja seluruh Nusantara. Satupun tidak ada yang dibiarkan hidup, karena mereka sama-sama berkhianat terhadap rakyatnya sendiri. Hanya ada beberapa Senopati dari berbagai kerajaan di Nusantara, setelah Aji Saka memindai mereka dengan mata Dewanya, hati dan sikapnya tegas, serta bijak dan loyalitasnya tinggi terhadap pimpinan.

Kedua belas Senopati dari dua belas kerajaan di Nusantara, diundang oleh Pendekar Aji Saka ke kota Nusantara, untuk membicarakan langkah selanjutnya tentang penyatuan seluruh kerajaan di Nusantara.

Usai memporak-porandakan kota Raja Tatar Pasundan, Aji Saka dan Juminten melesat terbang kearah gerbang kota, kembali lagi ketempat dimana kuda putihnya ditambatkan.

Keduanya mendarat didekat kuda putihnya, setelah melepas tali pengikatnya, gegas mereka loncat ke atas punggung kuda, dan segera memacu kudanya berlari kencang, meninggalkan kota Tatar Pasundan yang sudah hancur porak-poranda.

Bersambung...

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel