Pustaka
Bahasa Indonesia

Kultivasi Dewa

37.0K · Ongoing
Abi Kusumah
31
Bab
2.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Bujang Lapuk keluar dari perguruan beladiri, untuk menjalankan misi terakhir dari gurunya, sambil membalaskan dendam kedua orangtua dan saudara-saudaranya, yang telah dibantai oleh para penjabat.

Pengembara WaktuactionCinta Pada Pandangan PertamaFantasipembunuhankultivasipendekarpetarungDewasaZaman Kuno

01. Ujian Terakhir

Di sebuah Perguruan Ilmu Beladiri Gentar Bumi, terdapat seorang murid berumur tiga puluh tahun, tapi masih bujangan. Dia sangat serius belajar ilmu beladiri, ilmu batin dan tenaga inti. Bukannya dia tidak ingin seperti teman-temannya, untuk hidup berumah tangga, tapi yang dia inginkan, adalah menjadi orang yang kuat dan hebat terlebih dahulu, karena dia sendiri menyimpan rasa dendam, kepada orang-orang yang telah menyengsarakan hidupnya. Orang yang telah membunuh kedua orangtuanya dan saudara-saudaranya, hingga dia hidup sebatang kara.

Sudah dua puluh tahun lamanya, murid bujangan itu belajar ilmu beladiri. Semua ilmu dari gurunya, telah dia pelajari. Dari mulai pukul Gentar Bumi, yang mampu mengguncangkan bumi dan menghancurkan puluhan ribu musuh, jurus Seribu Bayangan, jurus Naga Geni yang bisa membakar musuh-musuhnya, jurus Harimau Emas, jurus Cakar Rajawali Sakti, ilmu ketajaman mata, Ilmu ketajaman telinga dan Mata Dewa, serta Ilmu Tenaga Inti.

Seorang murid itu bernama Aji Saka, dia ditolong oleh seorang kakek pemilik Perguruan Gentar Bumi, ketika dia berumur sepuluh tahun, karena hanya dirinya yang selamat dari pembantaian para penjahat, sedangkan kedua orangtua dan saudara-saudaranya, dibantai oleh para penjahat, yang ingin menguasai seluruh harta dan kekayaan orangtuanya.

Waktu itu, dia dibuang ke dasar jurang, yang tak jauh dari rumah kedua orangtuanya, dan sekujur tubuhnya berdarah, penuh dengan luka-luka bekas tebasan pedang. Namun begitu dia melayang jatuh kedalam jurang, tiba-tiba seorang kakek berjubah putih, melesat terbang menangkap tubuh Aji Saka, yang sudah tak sadarkan diri.

Untungnya, seorang kakek pemilik Perguruan Ilmu Beladiri Beladiri, Eyang Gentar Bumi, yang usianya sudah ratusan tahun, yang baru selesai melakukan latihan tertutup, segera menyelamatkannya. Lalu membawanya kedalam sebuah Goa di dasar jurang, tempat khusus untuk berlatih dan berkultivasi. Eyang Gentar Bumi, segera mengobati luka-luka di seluruh tubuh Aji Saka.

Setelah dia siuman, lalu Eyang Gentar Bumi membawanya ke padepokan, hingga kini sudah dua puluh tahun belajar beladiri.

Selama berada di Perguruan Gentar Bumi, dia tidak pernah keluar dari perguruan, sehari-harinya disibukkan dengan berlatih, berkultivasi dan membaca kitab-kitab kuno, ratusan jurus tingkat Dewa, sudah dikuasainya, bahkan sudah mencapai tahap sempurna, sehingga dirinya tidak sempat untuk mengenal seorang wanita, tidak seperti teman-temannya, yang sering keluar perguruan untuk mencari hiburan, dan hampir rata-rata mereka sudah memiliki istri.

Karena itulah, Aji Saka oleh teman-temannya dipanggil dengan julukan Bujang Lapuk, hingga pada suatu hari, Aji Saka dipanggil oleh gurunya, untuk memberikan sebuah ujian terakhir kepadanya, sebelum dia meninggalkan perguruan untuk berpetualang.

"Sebelum kamu meninggalkan perguruan ini, aku ingin memberikan ujian terakhir kepadamu, yaitu kamu harus dapat menemukan makhluk yg lebih hina dan lebih buruk daripada dirimu," ujar Eyang Gentar Bumi.

"Baik guru, dalam waktu singkat, aku pasti dapat menemukannya. Hari ini juga aku akan mencari makhluk yg lebih buruk daripada diriku," jawab Bujang Lapuk, sangat yakin akan menemukan makhluk yang dimaksud oleh gurunya. "Aku undur diri pamit, Kakek Guru," tambahnya.

Eyang Gentar Bumi menganggukkan kepalanya tersenyum, seraya mempersilakan muridnya untuk melaksanakan tugas terakhirnya, sebelum meninggalkan perguruan.

Kemudian Aji Saka keluar dari perguruan, berniat mencari makhluk yang dimaksud oleh gurunya. Dalam batinnya terus bertanya-tanya, makhluk apakah yang dimaksud oleh gurunya itu, sehingga makhluk itu lebih hina dan lebih buruk daripada dirinya.

Dia berjalan menyusuri pinggiran hutan, dia berniat pergi menuju ke kota terdekat, dengan berjalan kaki menyusuri jalanan berdebu.

Ditengah perjalanan, dia melihat seorang pria setengah baya sedang bermabuk-mabukan. Dalam pikirannya, mungkin makhluk ini yang dimaksud oleh gurunya, lebih buruk daripada dirinya.

Dia bertanya kepada pemilik warung ditempat itu, menurut pemilik warung, pria setengah baya itu setiap hari selalu mabuk-mabukan. Dalam hatinya dia berkata-kata, inilah orang yang dimaksud oleh gurunya. Sepertinya, pria setengah baya adalah makhluk yg lebih buruk darinya. Setiap hari dia habiskan hanya untuk bermabuk-mabukan, sedangkan dirinya selalu rajin beribadah.

Namun dalam perjalanan pulang ketempat gurunya, dia berpikir lagi, sepertinya sipemabuk itu belum tentu lebih buruk darinya. Sekarang dia mabuk-mabukan, tapi siapa tau di akhir hidupnya, dia mendapatkan hidayah. Akhir hidupnya bisa lebih baik dari dirinya.

Sedangkan dirinya, walau rajin ibadah, belum tentu akhirnya baik. Berarti pria pemabuk itu, belum tentu lebih jelek daripadanya.

Bujang Lapuk pun kemudian kembali melanjutkan perjalanannya, untuk mencari orang atau makhluk yg lebih hina dan buruk dari dirinya.

Di tengah perjalanan, dia bertemu dengan dua orang penjahat, yang dulu membantai seluruh keluarganya. Dia masih ingat ciri-ciri yang dimiliki oleh para anggota penjahat, seperti yang bertemu dengan Aji Saka kali ini. Kedua anggota penjahat itu, salah seorangnya memiliki codet di pipi sebelah kanan, dan dua-duanya memiliki tato gambar kalajengking di tangan kanannya.

Aji saka, langsung menghadang kedua penjahat anggota kelompok Kalajengking Hitam. "Kalian masih ingat denganku?" Tanya Aji Saka, menatap kedua penjahat.

"Kamu siapa? Beraninya menghalangi perjalananku!" Seru seorang anggota penjahat, yang pipinya codet.

"Kalian ingat dengan peristiwa tujuh belas tahun lalu, waktu kalian membatai keluarga Tirta Prawira Atmadja," ucap Aji Saka.

"Kamu siapanya Tirta Atmadja?"

"Aku adalah anaknya yang kau buang ke dasar jurang."

Kedua penjahat itu terkejut, mendengar anaknya Tirta Atmadja, yang dia buang ke jurang itu masih hidup, dan kini akan menuntut balas, atas kematian kedua orangtua dan saudara-saudaranya.

"Sekarang sudah saatnya kalian harus membayar, apa yang sudah kalian lakukan terhadap keluargaku," ucap Aji Saka. "Rasakan ini.... Pukulan Gentar Bumi!" Seru Aji Saka, dia langsung mengerahkan pukulan intinya, dari Eyang Gentar Bumi.

Duarr.... Duarr....

Ledakan yang sangat dahsyat, benar-benar menggentarkan bumi. Sesuai dengan namanya, Pukulan Gentar Bumi.

Kedua penjahat, begitu terkena hantaman pukulan jarak jauh yang sangat hebat, keduanya terlempar kebelakang puluhan meter, dan langsung muntah darah. Hanya Si Codet pipinya, yang masih hidup, sedangkan temannya sudah tidak bergerak lagi.

Aji Saka segera melesat loncat menyusul si Codet, kearah terlemparnya.

"Katakan, siapa yang menyuruhmu untuk menghabisi keluargaku?" Tanya Aji Saka, sambil mencengkram leher si Codet.

Argh.... Uup.... Aahhh....

Si Codet gelagapan, lehernya terasa sakit dan tidak bisa bernafas.

"Katakan yang sebenarnya, kalau tidak, hari ini tamat riwayatmu!" Seru Kan Aji Saka, menindasnya dengan aura kekuatan Pendekar Dewa Bumi.

"Ba.... baik, Tuan Muda," balas Si Codet gelagapan. "Yang menyuruhku adalah Tuan Rajasa, karena dia ingin menguasai seluruh harta kekayaan kekayaan yang dimiliki oleh Tirta Atmadja," tambahnya menjelaskan.

Klek.... Argh....

Si Codet lehernya patah di fighting oleh Aji Saka, dan jatuh tergeletak di tanah.

"Rupanya adik tiri ayahku, otak dari semua pembantaian itu!" Serunya didalam batin Aji Saka. "Tunggu saja pembalasan dariku," tambahnya.

Diapun berlalu meninggalkan tempat itu, untuk melanjutkan melaksanakan tugas terakhir dari gurunya.

Aji Saka terus berjalan menuju kearah kota, yang sudah tidak jauh dari tempatnya berjalan.

Dipertengahan jalan, dia bertemu dengan seorang pengemis yang sangat menjijikan, tubuhnya bau busuk karena penuh dengan korengan dan budug.

Dalam pikiran Aji Saka, mungkin orang yang sedang mengemis ini, makhluk yang dimaksud oleh gurunya. Karena selain pengemis itu tubuhnya bau, juga dirinya tidak pernah ibadah.

Lekas dia hendak pulang menuju ketempat gurunya, namun belum jauh dari tempat itu, dia berpikir lagi. Bagaimana kalau akhir hidupnya dia sama seperti pria pemabuk, sama-sama mendapatkan hidayah. Akhir hayatnya lebih baik dari dirinya.

Aji Saka pun mengurungkan niatnya untuk pulang, dia meneruskan perjalanannya kearah kota, untuk mencari makhluk yang paling hina dan lebih buruk daripada dirinya.

Bersambung.....