5. Hero
Aku mengerjapkan mataku saat cahaya di sekitarku terlihat sangat silau. Semuanya tampak buram dan kabur. Pandanganku tak terlihat jelas. Di mana aku sekarang, suara suara kecil dari orang di sekitarku masih bisa aku dengar.
"Hey, kamu udah bangun?" kata seorang yang bisa ku tebak itu suara laki laki.
"Eh..i..iya," jawabku gugub.
Pria yang entah siapa itu membantuku untuk duduk di atas ranjang kecil ini. Lalu dengan sangat baiknya dia memberiku kaca mataku. Yah pantas saja pandanganku memburam. Ternyata kedua mataku yang satunya lagi belum aku pasang.
Setelah aku memakai kacamataku, aku mengucapkan terimakasih pada laki laki itu. Dan bersamaan saat itu aku sangat terkejut, karena itu adalah Hero. Si pria tampan dan kaya yang menjadi primadona baru di SMA ini.
Aku sangat bingung, antara ini benar benar baik atau ada maksut terselubung setelah ini. Ah janganlah aku berburuk sangka. Ini akibat menjadi manusia yang sering di manfaatkan makanya aku jadi orang yang sangat curigaan. Ini tidak baik, Ica ingat ini tidak baik.
Yah, bukannya aku menerka nerka. Aku hanya antisipasi dengan segala kejadian yang menimpaku. Kalian tau? Di sini mereka yang kaya sering menindasku. Dan aku takut, Hero juga sama seperti mereka.
"Kamu udah nggak papa?"
Pria ini berbicara sangat halus denganku. Benar benar lembut, sangat cocok dengan paras tampannya. Dan entah kenapa aku merasa sesuatu yang aneh di hatiku saat berada di dekatnya. Aku merasa gugup sendiri, rasanya keringat dingin membanjiri keningku di ruang UKS yang ber AC ini.
"Hey," panggilnya lagi sambil mengibas ngibaskan telapak tangannya di depanku. Aku tersadar dari lamunanku kemudian segera menggelengkan kepala ke arahnya.
Suster penjaga ruang UKS itu tersernyum ke arahku sambil memberika sebutir obat berwarna putih.
"Ini nanti di minum ya, setelah makan."
"Makasih, Sus."
"Sama sama. Saya permisi dulu,"
Aku pun menganggukan kepalaku sebagai jawaban untuk suster penjaga UKS sekolah mahal ini.
Oh ya, aku harus minum obat ini setelah makan. Makan? Iya brarti aku minum obat ini setelah pulang ke rumah nanti. Kataku dalam hati.
"Kamu udah makan?" Tanya Hero yang membutku tersontak ke arahnya.
Aku menggelengkan kepalaku jujur sambil sedikit tersenyum canggung ke arahnya.
Hero tampak tersenyum ke arahku kemudian mengulurkan tangan kanannya dan berkata" namaku Hero,"
Aku menyambut uluran tangannya kemudian berkata. "Monica.."
"Nama kamu cantik," katanya yang berhasil membuatku tersipu malu. Yah, namaku yang cantik bukan orangnya. Dalam hati aku ingin tertawa keras mendengar pujian dari Hero yang membuatku merasa geli sendiri. Bagaimana bisa orang setampan dia memuji namaku yang cantik meskipun parasku jelek?
"Makasih," jawabku lugu sambil menundukan kepalaku. Malu, rasanya sangat malu melihat wajahnya yang tak berhenti melihat ke arahku. Entah aku yang percaya diri atau sedang darah tinggi, ah yang jelas Hero sedang melihatku.
"Nama panggilan kamu siapa?" Tanyanya lagi yang membuat dadaku semakin sesak di hadapkan dengan pria tampan ini.
"I..Ica," jawabku semakin gugub.
Tapi, kenap Hero masih terlihat baik setelah kepergian suster tadi? Aku kira dia hanya basa basi dengan seorang gadis cupu sepertiku. Atau benar benar Hero ini orang baik?
"Kamu kenapa kok diem aja?"
"Enggak kok," kataku sambil tersenyum ke arahnya.
"Oh ya. Btw makasih ya," lanjutku yang di angguki Hero,
"Sama sama," jawabnya.
Aku turun dari ranjang UKS. Berniat untuk kembali ke kelasku. Setelah selesai memakai sepatu aku memutar tubuhku ke arah Hero sambil berkata.
"Aku balik ke kelas dulu ya. Sekali lagi terimakasih," kataku yang membuatnya kembali bersuara.
"Eh. Kok balik ke kelas sih?"
"Iya.. balik ke kelas," jawabku dengan ceringisan di wajahku.
"Kamu kan belum makan dan harus minum obat. Kamu nggak ke kantin untuk makan dulu?" tanya Hero yang membuatku menundukan kepala.
Aku sama sekali tidak punya uang. Harus apa aku? Aku tidak bisa makan di tempat mahal seperti itu. Harga makanan di kantin sekolahku lebih mahal dari harga biasanya. Mungkin satu porsi makanan dapat di beli dengan tiga kali uang saku ku.
Aku menggelengkan kepalaku untuk menjawab pertanyaan Hero.
"Kenapa? Nanti kamu pusing lagi,"
"Aku nggak punya uang," jawabku sambil melihat ke arahnya.
Hero tersenyum kemudian berjalan ke arahku. Pria itu menggandeng tanganku untuk berjalan. Aku mencoba bertanya namun pria itu hanya menyuruhku untuk ikut saja. Baiklah aku diam.
Dan ternyata Hero mengajaku ke kantin sekolah. Aku benar benar bingung. Aku benar benar tidak punya uang untuk ini. Aku harus apa. Ya Tuhan,
"Kamu mau makan apa?" Tanyanya ke arahku tampa melepaskan tautan tangan kami.
Aku menggelengkan kepalaku. Karena benar benar aku tidak punya sepeser pun uang sama sekali di saku ku.
"Tenang aja, Ca. Aku yang traktir kamu. Kamu tinggal pesen makanan aja sesuka kamu," katanya yang membuatku membulatkan mata.
Aku segera menggelengkan kepalaku cepat cepat. Tidak, aku tidak mau merepotkan Hero.Aku tidak mau memanfaatkan kebaikannya. Aku takut ini hanyalah awal dari maksut terselubung Hero yang bersikap baik kepadaku.
"Jangan sungkan. Anggap aja ini hadiah perkenalan aku sama kamu. Karena kamu temen pertama aku di sekolah ini," jelasnya sambil tersenyum manis.
Ya Tuhan, jangan mengeluarkan senyum mautmu itu Hero ku mohon. Lama lama itu bisa merobohkan benteng pertahanan ke jombloan tingkat angkut ku. Astaga ganteng banget dan sangat sempurna dengan segala lekukan wajahnya.
"Icaa. Kamu kenapa ngelamun lagi?" tanyanya yang membuatku kembali tersadar.
"Aku nggak mau, Hero. Makasih, kamu udah terlalu banyak bantuin aku.." jelasku mencoba menolak tawaran baiknya.
"Ayolah, ini wajar kok. Aku bantu kamu karna kita sama sama makhluk sosial. Kalau kamu nggak mau pesen biar aku yang pesenin dan kamu harus makan okey," katanya tegas yang sama sekali tidak memberiku kesempatan untuk menolaknya.
Hero kembali menggandeng tanganku ke arah meja makan. Kantin masih sangat sepi karna jam istirahat belum di mulai.
Setelah duduk menunggu pesananku. Maksutnya pesanan Hero untuku dan aku masih berusaha mengatur napasku yang tidak beraturan. Untuk kembali berkonsentrasi pada pria di hadapanku.
