3. Istirahat sekolah
Jam istirahat Sekolah.
Aku berjalan bersama Mela selepas dari koperasi sekolah. Istirahat? Makan? Jajan? Aku tidak memiliki cukup uang untuk itu. Mengenaskan bukan? Tidak, aku tidak ingin di kasihani. Lagi pula aku ke koprasi dengan tujuan menemani Mela yang membeli Bolpoint di sana. Aku tidak pernah makan di kantin, ataupun jajan di koprasi.
Lalu, bagaimana aku menahan lapar dari pagi hingga sore hari di Sekolah? Aku membawa makanan sendiri. Membawa bekal masakan ibuku. Itu jauh lebih lezat dari masakan kantin yang membuat uangku terkuras habis.
"Ca," panggil Mela saat kami sama sama berjalan menuju ruang kelas.
"Kenapa?" tanyaku tanpa menghentikan langkah kami.
"Besok dan lusa kayaknya aku nggak bisa masuk,"
Aku mengangkat sebelah alisku dengan susah payah. Susah sekali ternyata menirukan gaya tokoh- tokoh dalam buku novel.
"Kenapa?" tanyaku ke arah Mela.
"Aku harus pulang ke Probolinggo, ada sesuatu yang sangat penting di sana."
Aku menganggukan kepalaku. Aku tidak akan mencari tau lebih dalam tentang sesuatu yang penting untuk Mela. Menurutku itu adalah hal pribadi dan aku tidak patut untuk bertanya lebih meskipun Mela adalah sahabatku.
"Oke deh, Mel. Hati- hati pulangnya ya," ucapku yang membuat Mela menganggukan kepalanya.
Langkahku terhenti saat dengan tiba- tiba Mela juga ikut menghentikan langkahnya. Ada apa?
"Kenapa, Mel?"tanyaku ke arah sahabatku yang diam tak berkutik dengan mata yang terfokus pada suatu titik.
Mataku ikut melihat ke arah sesuatu yang juga di lihat Mela.
Astaga, pangeran. Setampan itu?
Cowok itu sangat tampan. Tapi sama sekali tidak ada semburat senyum di wajahnya. Seperti cowok dingin dankaku. Ooh astaga, wajahnya, bentuk tubuhnya semua sangat mirip dengan tokoh tokoh novel yang banyak di idam idamkan kaum hawa. Benar benar sangat nyata, aku tidak hanya membayangkan seperti apa sosok laki laki tampan. Tapi, kali ini dia benar benar di hadapanku.
"Ganteng banget," gumam Mela lirih saat siswa laki laki itu akan berjalan di sebelah kami.
Sepertinya siswa baru. Dia juga di antar oleh pak Joko, guru BK di sekolah ini. Ah apa peduli orang itu dengan dua gadis berpenampilan cupu yang sekedar mengangguminya saat pria itu berjalan.
Saat sampai di samping kami, aku sangat melihat jelas wajah berkulit putih bersih itu sama sekali tidak melirik ke arahku dan Mela. Namun, pak Joko sempat menyapaku yang memaksakan senyum di wajah jelek ku ini.
"Itu tadi siapa ya, Ca?"
Aku mengedikan bahuku acuh. Pura- pura tidak kagum di hadapan Mela. Lalu melanjutkan jalanku tadi yang sempat tertunda.
"Pindahan kali ya, Ca."
Aku tidak menggubris celotehan dari sahabatku yang sama sekali tidak ku ketahui jawabannya.
Kami berdua sampai di ruang kelas. Lalu duduk di meja kami yang berada di barisan paling depan. Tempat yang paling di takuti anak anak lain saat belajar di kelas.
Aku merapihkan buku bukuku yang berserakan di atas meja. Dan ber iringin dengan itu Bunga masuk sambil berteriak dengan suara cemprengnya.
"Oh my God. Waaaaaaww this is waaaaaaaw," teriaknya yang membuat Cila dan Sindi langsung menghampirinya dengan antusias.
"Apa apa, Nga?"
"Sumpah-sumpah sih, ini sumpaah. Waaaw. Gue masih nggak percaya OMG,"
Alay sekali. Terlalu mendramatisir perannya sebagai tokoh antagonis sekaligus alay. Aku hanya diam, sambil Mela yang melirik ke arahku. Aku tau, pasti dalam hatinya juga sama sepertiku. Bergidik jijik melihat kelakuan kelima orang itu yang selalu mem bully kami.
"Kenapa?"
"Ada cowo ganteng banget, keren banget, sumpah gue nggak nyangka. Dia se ganteng itu sampai sampai semua orang pada lihatin dia. Kulit putih banget, mancung, keren banget deh pokoknya," jelas Bunga panjang lebar.
"Siapa ya?" Kata Cila penasaran.
"Ohh jadi, Hero si kaya itu jadi sekolah di ini.."
"Hero siapa deh, Sin?"
"Ya itu, rumor Hero pindahan dari Bandung yang anak orang kaya itu. Dia jadi pindah di sini,"
"Anak orang kaya? Waaaaw. Udah kaya, ganteng banget lagi. Gue harus deketin dia.."
"Gue juga mau dong,"
"Sindi, hellooow lo ngaca dong. Masih cantikan gue di bandingkan lo. Jadi, mending Hero buat gue aja.."
"Bunga. Ya nggak boleh gitu dong. Gue sama Sindi juga pengen punya cowok kaya dan ganteng kayak Hero,"
"Mimpi aja deh kalian berdua," kata Bunga ke arah Sindi dan Cila sambil menghempaskan ramputnya ke belakang.
Dari kejauhan Aku menyimak percakapan mereka. Jadi laki laki berparas tampan tadi bernama Hero. Sesuai namanya. Cowok itu sangat tampan seperti malaikat. Dan sangat mustahil untuku. Ah bicara apa aku ini. Tidak jangan berpikir yang macam- macam. Yang penting tugasku belajar dan membantu ibu sekarang. Toh, lagi pula tidak akan ada laki laki yang mau dengan seorang gadis seperti ku. Si gadis cupu.
