Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

2. Bully

Terkadang semesta memang tidak mengerti kesedihanmu.

Banyak yang sepertiku tapi kenapa harus aku?

Baiklah, sekarang aku paham.

Tuhan hanya ingin menguji kesabaranku.

Tuhan hanya ingin aku tau, DIA selalu bersamaku.

Bukan menyerah untuk pulang, tapi maju untuk menang.

Di sinilah aku sekarang. Benar kan kata hatiku. Pasti ada maksut terselubung dari mereka untuk mengerjaiku lagi dan lagi. Baru istirahat tadi aku harus mengepel seluruh ruang kelas karena ulah mereka ber lima. Sekarang aku harus mencuci mobil mereka sore ini.

Menolaknya? Mudah saja. Tapi kekuasaan yang membuatku tak berdaya. Mereka anak dari keluarga kaya, sedangkan aku? Aku hanyalah anak dari pedagang kaki lima penjual roti bakar di pinggir jalan. Apa aku bisa berkutik saat aku menolak perintah mereka.

Aku membersihkan mobil hitam milik Bunga dengan penuh kehati hatian. Aku tau pasti harga mobil ini sangat mahal. Mungkin baru cukup untuk membeli mobil dengan uangku sendiri setelah aku bekerja seumur hidup sambil menjajakan roti bakar setiap malam. Aku sangat berhati- hati kali ini karena Aku takut merusak body mobil ini. aku tau dan cukup sadar diri aku tidak akan memiliki banyak uang untuk mengganti kerugian jika sampai mobil ini lecet karena ulahku.

Oh ya, jangan fikir aku Sekolah di Sekolahan keren ini karena aku mampu membayar uang gedung yang harganya cukup untuk membayar kontrakan rumahku selama satu tahun. Aku bisa Sekolah swasta di sini dengan akreditasi terbaik itu karena aku mendapatkan beasiswa dari Sekolahku sebelumnya yang bekerja sama dengan yayasan Sekolahku yang sekarang. Beruntungnya aku, tapi karena itu aku jadi mudah di deskriminasi oleh mereka yang merasa kaya. Begitu ya orang-orang? Asal mereka cantik dan punya uang mereka akan di hargai. Lalu bagaimana dengan orang sepertiku? Hahaha tidak mungkin.

"Lama amat sih cupu!" Teriak Cila dari Hall sekolah tempat mereka menunggu.

Teriakan kesekian kalinya yang tidak aku dengarkan. Malas saja aku menanggapi celotehan mereka dengan topik yang sama.

Oh astaga aku sangat lapar. Dan hari semakin gelap saat aku harus pulang jalan kaki. Mungkin waktuku tidak akan cukup untuk sekedar makan sore nanti. Ibu pasti sudah menungguku di rumah, berharap cemas anaknya yang tak kunjung pulang.

"Woy! Budek! Udah buruan. Kita mau cepetan jalan sekarang. Lo cuci mobil gitu aja lama banget sih!"

Aku sudah selesai saat Bunga berteriak memakiku. Aku mengambil ember dan bergegas mengembalikannya ke dapur sekolah. Tanpa berpamitan aku segera pergi meninggalkan mereka. Aku tidak ingin membuang waktuku untuk ini.

Aku pulang lewat pintu gerbang belakang sekolah yang sebenarnya tertutup. Tapi, mungkin dewi Fortuna berpihak padaku karena di sana ada pak Heru, si tukang kebun yang sedang menyapu. Jadi aku bisa dengan mudah pulang lewat sana karena kunci ada di tangan pak Heru.

Pikiranku cemas, aku benar benar takut ibu menungguku. Tidak, bukan takut ibu marah. Beliau tidak pernah marah. Bahkan hampir selalu lembut padaku. Dia adalah seorang yang tulus mencintaiku apa adanya tanpa memandang sedikit pun kekuranganku.

Aku berjalan lebih cepat, mempercepat langkahku karena hari mulai gelap. Aku tidak perduli dengan tatapan tatapan orang di pinggir jalan yang menatapku aneh. Seorang gadis cupu terlihat sangat buru buru. Aku biasanya menyatukan rambutku ke atas, lalu mengepangnya. Mungkin karena kaca mata ini yang membuatku semakin terlihat cupu.

"Ibuu," panggilku saat melihat ibuku mendorong gerobaknya sendiri.

Hatiku sakit melihatnya. Wanita paruh baya itu terlihat bersemangat namun aku tau, banyak luka yang tersimpan di dalam hatinya.

Ibuku menoleh ke arahku. Tanpa menghilangkan luapan senyum manis di wajah keriputnya.

"Ibu kenapa berangkat sendiri tanpa nunggu Ica? Kan ibu jadi dorong gerobaknya sendiri," kataku kemudian mengambil alih gerobak roti bakar dari tangan ibu.

Ibu menghela napasnya, menyerahkan gerobak itu padaku. Kemudian beliau berkata "Ibu menunggumu lama, jadi ibu pikir untuk berangkat terlebih dahulu.." jelas ibuku.

"Maaf ya bu. Tadi Ica harus ngerjain tugas sekolah dulu," dustaku ke arah ibu.

Maaf bu. Aku harus berbohong lagi. Ini semua demi kebaikan, aku tidak mungkin mengatakan yang sejujurnya pada ibu.

"Nggak papa, Ca. Gimana Sekolah kamu hari ini?" Tanya Ibu.

"Seperti biasa bu, menyenangkan. Aku di kelilingi teman teman yang baik," ucapku yang dengan mudah dapat di percaya ibu.

"Sekolah yang benar ya. Supaya bisa kejar cita-cita kamu,"

Aku menganggukan kepalaku kemudian mulai mendorong gerobak besar ini ke arah tempat pangkalan kami ketika malam hari. Dengan berbalut seragam sekolah, aku membantu ibu menjual roti bakar di pinggir jalan. Aku hanya berdoa semoga segala usahaku dapat berbuah kesuksesan untuk masa depanku.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel