Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

11. Hero

Sore ini, setelah bel pulang sekolah dan menyelesaikan tugasku untuk piket dan mengembalikan semua buku pinjaman kelas. Aku berjalan menuju gerbang sekolah. Aku menggendong tas berwarna hitam lusuh di punggungku. Terasa sangat berat, karena ada beberapa buku tambahan milik Bunga dan segala dayang dayangnya. Buku itu mereka berikan untuk aku kerjakan di rumah. Yah, begitulah. Aku harus mengerjakan pekerjaan rumah mereka semua nanti.

"Icaa," panggil seorang laki laki yang membuatku memejamkan mata.

Aduh, dia lagi. Aku hanya ingin membatasi diri agar Hero tidak terlalu dekat denganku dan berteman baik denganku.

Aku membalikan tubuhku sambil tersenyum canggung ke arah Hero yang ternyata sudah berjalan ke arahku.

"Kamu mau pulang?" Tanyanya ke arahku.

Aku menganggukan kepalaku ke arah Hero. Hero tersenyum kemudian menggandeng tanganku dan memaksaku berjalan mengekorinya.

"Hero kita mau kemana?" Tanyaku saat langkahnya membawaku ke parkiran mobil sekolah.

"Pulang," jawabnya santai yang membuatku mengangkat kedua alis ke atas.

"Aku mau pulang, Hero. Kenapa kamu bawa aku kesini?" Tanyaku agak kesal ke arah Hero yang tidak menghentikan langkahnya.

"Ica kamu lupa ya?" Tanyanya yang kembali membuatku bingung.

"Lupa apa?"

"Kamu udah janji sore ini main ke rumahku," katanya sambil tersenyum penuh kemenangan.

Oh astaga aku lupa. Aku harus apa? Bagaimana cara aku menolak ajakan Hero. Astaga ya Tuhan, berikan hambamu yang dekil ini kekuatan.

"Tapi kan aku nggak janji. Aku belom jawab kemarin," cegahku yang mendapatkan gelengan kepala dari Hero.

"No Ica. Kamu udah bilang iya. Tandanya kamu harus ikut,"

"Tapi, aku belom punya uang buat balikin nasi goreng kemarin," kataku yang membuat Hero terkekeh.

"Aku nggak minta kamu kembaliin nasi goreng, Ca. Kamu ini lucu banget yah. Aku kan cuma pengen kamu main ke rumahku," kata Hero lagi yang membuatku tak bersuara.

"Mau ya? Kan main doang. Aku pengen tunjukin sesuatu ke kamu, siapa tau kamu suka."

"Aku kira kamu suruh aku ke rumah kamu karena harus kembaliin uang kamu," jawabku jujur sambil menyeringai kecil.

"Ya enggak lah. Aku nggak minta di kembaliin, Ca. Aku ikhlas. Jangan bahas itu lagi okey?"

Aku menggelengkan kepalaku. Aku tidak enak bila harus berhutang budi pada pria baik ini.

"Jangan, aku bakalan ganti. Tapi, nggak sekarang yah.."

"Aku nggak minta, Ca. Aku tulus kemarin bantu kamu, jangan keras kepala, Ica," katanya lagi yang membuatku menggaruk kepalaku sendiri.

"Yaudah, sekarang ke rumahku okey?"

"Eh.. emm.. itu,"

"Nggak ada penolakan, Ca. Udah sekarang kamu masuk ke mobilku ya,"

Aku melihat ke arah mobil yang di tunjuk Hero. Astaga, aku belum pernah menaiki mobil se mewah itu. Haruskah aku? Astaga, bahkan biasanya aku hanya mencuci mobil mewah Bunga, tidak dengan menumpanginya.

"Tapi," kataku saat Hero agak mendorongku untuk masuk ke dalam mobilnya.

"Udah kamu diem di situ ya, aku bukan orang jahat, Ca. Jangan takut," katanya setelah tersenyum manis ke arahku.

Aku kaku, sangat kaku. Bahkan di mobil ber Ac ini keringatku keluar begitu derasnya. Astaga, aku benar benar tidak pernah naik mobil sebagus ini. Dan Hero mengendarai mobil ini cukup tenang, di sore hari membuat aku larut dalam suasana meskipun tubuhku sangat kaku.

"Kakak perempuanku ada di rumah, Ca. Kamu kan bisa kenalan sama dia nanti," kata Hero sambil melirik sekilas ke arahku kemudian kembali fokus pada jalanan ibu kota.

Aku hanya sungkan, aku hanya merasa tidak pantas. Hero mengajaku pergi ke rumahnya padahal kita baru dua hari kenal. Benar benar aku malu sekaligus merasa tidak enak dengan kebaikan Hero.

"Ca,"

"Hemm?" kataku dengan sedikit keterkejutan.

"Kamu kenapa diem aja?" Tanyanya lagi.

Aku menggelengkan kepalaku sambil tersenyum sungkan.

"Jangan takut, aku nggak akan macem macem. Aku juga nggak bakal culik kamu,"

Sepontan aku menoleh ke arah Hero. Benar juga, mana ada yang mau menculik anak gadis sepertiku? Cantik saja tidak, apa untungnya menculiku. Hihihi ada ada saja aku ini,

Tak lama dari itu, setelah menempuh perjalanan sekitar lima belas menit. Hero membelokan mobilnya di halaman sebuah rumah megah dan mewah. Aku sangat takjub melihatnya. Mulutku membulat sempurna melihat keindahan rumah Hero yang bak Istana. Pantas saja Hero seperti pangeran di negri dongeng. Dia saja tinggal di istana.

Setelah pintu gerbang tinggi terbuka lebar. Hero segera memarkirkan mobilnya. Kemudian mematikan mesin mobilnya.

"Ca," panggil Hero lagi yang menyadarkan lamunanku.

"Hah iya?"

"Ayo turun," ajak Hero kemudian mendahului aku turun dari mobilnya.

Hero berjelan menuju rumahnya. Di iringi aku yang mengekori Hero seperti pembantunya. Hihihi anggap saja seperti itu, memang penampilanku sangatlah jelek bila harus di sebut teman Hero.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel