12. Mauren
Aku melangkahkan kakiku masuk ke dalam rumah mewah ini. Mengekori Hero yang berjalan pelan menungguku. Dan bersamaan dengan itu, seorang wanita cantik turun dari tangga rumah dengan pakaian santainya melihat ke arahku.
Aku menundukan kepalaku takut. Takut di usir dari rumah ini karena aku tidak pantas berdiri di sini sebagai teman Hero.
"Hay, Kak."
"Hay.. waaw kamu bawa siapa?" tanya wanita itu sambil berjalan ke arah kami.
"Ini Ica," kata Hero memperkenalkan kami.
Perlahan aku mengangkat kepalaku meliha ke arah wanita cantik berkulit putih itu. Aku masih bisa melihatnya tanpa kaca mata. Jangan pikir aku ini buta ya!
"Ica, kak.." kataku sopan sambil mengulurkan tanganku.
"Hay Ica, aku Mauren.." kata wanita cantik itu yang ikut menjabat tanganku.
"Kamu temennya Hero di sekolah baru ya?" tanyanya lagi yang aku angguki.
"Ya ampun. Kamu cute banget Ica.." kata Kak Mauren sambil mencubit kedua pipiku gemas.
"Ish, kakak. Kasihan Ica, sakit.." kata Hero sambil melepaskan tangan kakak perempuannya ini dari pipiku.
"Maaf Ica. Tapi, aku gemes banget sama kamu. Apalagi rambut kamu cute banget di kepang. Eh ajarin aku kepang rambut dong,"
Ini jauh dari bayanganku. Ini jauh dari ekpetasi buruku. Pikiranku sudah terlalu buruk menanggapi kebaikan mereka. Aku salah, nyatanya kak Mauren sangat baik. Sama seperti Hero, wanita itu tidak memandang aku rendah sebagai manusia.
Aku menganggukan kepalaku. Meng-iyakan permintaan kak Mauren yang tersenyum antusias setelah mendapatkan persetujuan dariku.
"Udah kak. Nanti lagi, Hero mau ajakin Ica ke perpustakaan.." kata Hero ke arah kakaknya.
Kak Mauren mengerutkan bibirnya kesal ke arah sang adik. Membuatku tersenyum dalam hati melihat tingkah lucu dari kakak Hero ini.
"Nanti kakak pinjem Ica ya? Kakak pengen belajar kepang rambut sama dia," katanya yang membuat Hero mendengus kesal.
Hero menarik tanganku untuk mengekorinya. Pria itu tidak menjawab pertanyaan kakaknya kemudian kembali berjalan tanpa peduli dengan teriakan Mauren yang kesal.
"Heroo. Kurang ajar ya kamu! Kakak belom selesai ngomong,"
"Heroo.. pokoknya kakak nggak mau tau. Kakak mau pinjem Ica nanti!" kata Mauren sambil berteriak kencang membuat Hero kembali menghela napas kasar.
Hero membawaku ke sebuah ruangan dengan pintu kayu berukuran besar yang di penuhi ukiran ukiran unik. Aku mengerutkan keningku tanpa bertanya ke Hero. Tempat apa ini? Aku tidak tau sebelum aku masuk ke dalamnya.
Hero membuka pintu besar itu. Kemudian mengajak aku masuk ke dalamnya.
Waaaawww..
Mataku membulat sempurna, bibirku terbuka lebar. Melihat istana mewah ini di penuhi harta karun di dalamnya. Astaga.. ini sangat indah.
"Masuk, Ca.."
"Hero.. ini?.. ini? Buku banyak banget.. astaga.." kataku takjub.
"Ini perpustakaan keluarga, Ca. Buku buku dari jaman kakek ku di simpen di sini. Buku Papa, mama, semuanya di simpen di sini. Sampai buku koleksi novelku.."
Aku berjalan takjub mengelilingi rak buku berbentuk bulat ini. Sangat bersih dan tertata rapih. Sangat indah. Ini benar benar indah.
"Bagus banget.." gumamku kagum.
"Semua buku ini sebagian udah pernah aku baca, Ca.." kata Hero yang bersandar di tembok dengan kedua tangan yang bersilang di depan dada.
"Keren banget, Hero. Waaw ada buku ini juga? Ini buku ter the best yang bikin aku suka banget sama isinya," kataku ke arah Hero.
"Yaah. Begitulah, Ca.."
Aku kembali mengelilingi rak buku dari kayu ini. Aku kembali melihat lihat buku buku milik Hero yang membuat pandanganku terasa sangat sejuk.
"Hero, kamu udah punya buku The Bad Boy is My Perfect Husband?" Tanyaku saat buku berwarna biru itu tak lepas dari mataku.
"Iya, Ca. Kemarin aku ikutan PO. Bukunya bagus, Ca. Beda banget sama yang di Wattpad. Ada sesuatu yang nggantung di Wattpad tapi kejawab di Buku," jelasnya yang membuatku tersenyum antusias.
"Ambil aja, Ca. Baca aja kalau kamu pengen baca. Aku udah selesai baca," katanya yang membuatku sangat senang.
Hero berjalan ke arahku. Kemudin mengambil buku berwarna biru karya Chellindy Gabriellia yang tak mampu aku beli.
"Kamu kalau pengen baca, baca aja, Ca."
Aku mengangguk antusias kemudian menerima buku yang di ulurkan Hero untuku.
"Aku nggak sabar baca," kataku semangat.
"Kamu boleh bawa pulang, Ca. Baca bukunya di rumah," katanya lagi yang
Membuatku mengangkat kedua alis.
"Boleh?"
Hero menganggukan kepalanya sambil tersenyum ke arahku,
"Makasih, Hero.." kataku tulus yang membuat Hero mengacak rambutku yang berkucir ini.
Benar benar, rasanya jantungku tak beraturan. Aku sangat gerogi dengan posisi ini. Oh, Tuhan. Semoga Hero tidak mendengar detak jantungku yang berlebihan ini.
"Kalau ada buku yang pengen kamu baca. Ambil aja, Ca. Aku udah baca semuanya,"
Aku menggelengkan kepalaku. Menolak tawaran Hero yang sangat baik padaku.
"Udah, nggak usah. Aku pinjem ini aja ya?"
"Iyah, Ca.." jawabnya yang membuat aku menbalas senyum manisnya.
