Bab 04 - Malam Merindu
"Istri Akang pintar masak sekali ya?" ucap Candra, mencubit hidung istrinya dengan gemas.
Perilaku suaminya membuat Sandra tergelitik, setiap harinya selalu saja berhasil membuncahkan hati wanita itu meski dengan lelucon remeh.
Setiap malam keduanya saling berbincang hangat kala kesulitan untuk tertidur. Sandra selalu menyandarkan kepalanya di dada bidang suaminya sembari memejamkan kedua matanya.
Tangan kekar Candra selalu melingkar di pinggang istrinya, sesekali dia mengecup keningnya dengan lembut. Ritual itu selalu mereka lakukan setiap hari kala kanvas langit gelap gulita.
"Istriku, aku sangat mencintaimu." Kalimat itulah yang selalu dikatakannya. Sandra pikir jika perkataannya sangat romantis meski hanya satu baris kalimat saja.
"Aku pula sangat mencintaimu, Kang." Sandra menjawabnya dengan jawaban yang tidak kalah menyentuh hati.
Jemari keduanya saling bertautan, seolah tidak ingin terlepas. Kadangkala pandangannya turun menatap pada bibir ranum merah merona sang istri. Candra selalu pandai mendapatkan kesempatan untuk mengecupnya.
Sandra menggeleng pelan berusaha untuk menjauhkan ingatan dengan suaminya beberapa waktu lalu. Dilihatnya ke arah samping, tidak ada sosok pria yang kini membayang dalam kepalanya.
Sosok Candra memang tidak ada sisinya malam ini dan hal itu membuatnya rindu. Bagaimana bisa dia memenuhi segala ingin suaminya menjadi cantik dengan versinya? Apakah dia bisa menyatukan kembali keluarganya?
"Apa yang harus kulakukan? Apa aku harus menemui Ibu dan meminta saran darinya? Barangkali Ibu bisa memberikan solusi."
Wanita itu bertekad untuk pergi ke rumah ibunya saat pagi rabun atau siang saat semua pekerjaan rumahnya selesai dikerjakan. Dia tidak seharusnya berdiam saja.
"Mama," panggil seseorang, ternyata Raka yang membuka pintu kamarnya.
Anak itu berdiri di ambang pintu, aku menggeleng pelan nyatanya dia masih terjaga. Sama seperti ibunya yang sulit untuk memejamkan mata.
"Kenapa belum tidur, Sayang?" tanya Sandra lembut.
"Papa kapan pulang, Mah?" tanyanya lirih.
Sudah diduga pasti anak itu mencari ayahnya karena dia memang sangat dekat dengan Candra. Ritualnya sebelum tidur pasti mendapatkan dongeng dari sang Ayah. Pria itu memang selalu meluangkan waktunya untuk anak-anak, meski pekerjaan menumpuk tidak dijadikan masalah baginya. Akan tetapi, kenapa sekarang dia berubah? Justru menjauh dari kehidupan putranya yang sangat membutuhkannya untuk tetap berada di sisi.
"Raka sini." Sandra melambaikan tangannya, mengajak putranya untuk berdampingan bersamanya.
Dia turut mengikuti perintah ibunya, naik ke atas ranjang lalu terduduk di sana. Tepatnya, berhadapan dengan Sandra yang diliputi rasa bersalah.
"Tunggu sebentar saja ya, Sayang. Semuanya membutuhkan proses," ucap Sandra, dia mengelus punggung tangan putranya dengan lembut.
"Berapa lama Raka harus menunggu, Mah?" tanyanya. Kedua matanya menatap dia dengan nanar, ada banyak kesedihan yang tersimpan rapi terlihat dari bola matanya.
"Mama tidak tahu pasti, Nak. Tapi, Mama yakin jika Papa akan segera kembali."
Sandra mendekap tubuh mungil putranya dengan erat. Dia mengusap lembut punggung tangannya, sesekali mengecupnya penuh kasih sayang.
Sandra membatin, "tunggu Mama glow up ya, Sayang. Karena Papamu akan kembali dalam hidup kita setelah Mama cantik. Semua ini salah Mama yang tidak begitu memerhatikan penampilan, sedangkan di luar sana Papa melihat banyak orang dengan penampilan menarik. Maafkan Mama."
Mengingat perkataan suaminya yang berkata demikian, membuat pikirannya tertuju pada pelakor. Apa mungkin Candra tengah memandingkannya dengan wanita lain?
***
Sepulang dari kantor dia melepaskan rasa penatnya di apartemen. Merebahkan tubuhnya di atas kasur berukuran king size. Biasanya ada sosok Sandra yang menyambut kepulangannya di ambang pintu. Membawakan tasnya, serta membantunya untuk melepaskan jas yang dikenakannya.
"Kang, aku sudah siapkan untuk makan malam. Pastinya hidangan kesukaan kamu. Tumis kangkung resep keluarga." Dia selalu menyuguhkan senyuman manisnya, bibir tipisnya melengkung membentuk bulan sabit.
Perkataannya memang benar, dia sudah menghidangkan makanan di meja makan. Kesukaan suaminya semua, wanita itu memang selalu berhasil membuat Candra senang meski dalam hal sederhana.
Wanita berusia tiga puluh tahun itu memang pandai memasak. Memang, saat pertama kali menikah dia tidak bisa memasak makanan kesukaan Candra karena menu istimewa yang diinginkannya hanya dimiliki oleh keluarganya. Beruntungnya Sandra saat itu diberitahu rempah-rempah terbaik untuk menciptakan sajian lezat di setiap masakannya terutama tumis kangkung.
Sandra bisa membuat masakan apa pun seperti mendiang ibunya, dia tidak perlu khawatir setiap kali mengingat aroma harum aneka masakan buatan sang Ibu karena istrinya mampu membuatnya.
Bukan hanya itu saja, Sandra selalu terampil menyiapkan pakaian kerjanya. Dia selalu merapikan lemarinya meski pada akhirnya dia kembali membereskannya. Candra selalu seenaknya saat mengambil baju yang sudah dirapikan. Maka, wanita itu selalu sigap setiap kali suaminya tengah membersihkan diri di kamar mandi. Begitu selesai mandi, dilihatnya sepasang setelan kembali serta celana di atas ranjang.
Bahkan saat mengenakan kemeja untuk berangkat kerja pun istrinya selalu ada mendampingi. Membantunya untuk merapikan kerah kemeja, dia juga terampil saat mengenakannya dasi. Wanita itu selalu membereskan pekerjaannya dengan sempurna.
Dia juga selalu menyiapkan bekal untuknya sehingga saat waktunya istirahat di kantor sangat jarang Candra keluar sekedar mencari makan siang karena istrinya sudah memasak makanan lezat yang tidak diperjualkan di warung nasi Padang sekali pun.
"Kenapa aku malah mengingatnya?" tanya Candra, pria itu menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.
Banyak sekali yang dilakukan Sandra dalam hidup Candra. Wanita itu berperan besar sebagai seorang istri. Dia memang berhasil dalam mengurusi rumah, anak-anak juga. Akan tetapi, kini dia sudah memutuskan untuk berpisah dengan wanita sebaik Sandra. Alasannya memang tidak logis bagi siapa saja yang mendengarnya, menceraikannya karena dia tidak secantik kebanyakan wanita lain.
Pikirannya terus tertuju pada sosok Sandra, kala bergelayut manja di leher jenjangnya. Bahkan setiap menjelang malam keduanya saling bercumbu sembari memandangi kanvas semesta yang menyuguhkan pemandangan indah seolah memanjakan kedua mata.
"Perceraian ini adalah keputusanku. Aku sudah benar mengambil langkah ini." Dia mengembuskan napasnya dengan kasar. Mengenyahkan segala pemikiran rasa takut yang terus dipikirkannya.
Tidak lama ponselnya berdenting membuat dia mengernyitkan dahinya. Nama sosok direktur utama yang begitu mempercayainya menghubunginya tengah malam seperti ini.
"Bu Raisa?" ucapnya entah pada siapa.
Dia menyambar ponselnya lalu menerima panggilan dari si lawan bicara.
"Iya, ada apa, Bu?" tanya Candra lembut.
"Bisa temani saya malam ini di apartemen?" tanyanya, membuat Candra bingung.
"Ada apa, Bu?"
"Saya hanya butuh teman untuk berbincang hangat. Istrimu tidak mengizinkan?" tanyanya.
"Saya tidak berada di rumah, Bu."
Di balik ponselnya, Raisa tersenyum samar kala mendengar hal itu. Nyatanya nasihat darinya tempo hari sangat memengaruhi karyawannya itu. Entah kenapa berita itu membuatnya dia senang seperti halnya info perihal minyak goreng turun.
"Kalau begitu cepat datang. Temui saya."
