
Ringkasan
"Kita cerai." Perkataan Candra bagai geledek yang menyambar tubuh Sandra hingga nyaris terhuyung dari dasar bumi. "Kenapa kamu menceraikanku? Aku sekarang sudah bisa masak tumis kangkung kesukaan kamu, Kang. Apa kurangnya aku, Kang?" Sandra mulai terisak, sesekali dia mengusap ingusnya dengan ujung daster yang dikenakannya. "Aku sudah tidak bisa bersamamu lagi, Sandra." Candra memandangi tubuh istrinya yang tidak ada indah-indahnya. Dia bahkan tersenyum masam kala tidak menemukan lekukan tubuh Sandra yang sudah mirip seperti ikan buntal. "Aku tidak mau berpisah dengan kamu, Kang." Wanita itu menggeleng pelan, membuat rambutnya yang mengembang ikut terombang-ambing. "Kita bisa rujuk setelah kamu cantik."
Bab 01 - Cerai?
"Kita cerai!"
Perkataan Candra bagai geledek yang menyambar tubuh Sandra hingga nyaris terhuyung dari dasar bumi.
"Kenapa kamu menceraikanku? Aku sekarang sudah bisa masak tumis kangkung kesukaan kamu, Kang. Apa kurangnya aku, Kang?" Sandra mulai terisak, sesekali dia mengusap ingusnya dengan ujung daster yang dikenakannya.
"Saya tidak bisa bersamamu lagi, Sandra."
Candra memandangi tubuh istrinya yang tidak ada indah-indahnya. Dia bahkan tersenyum masam kala tidak menemukan lekukan tubuh Sandra yang sudah mirip seperti ikan buntal.
"Aku tidak mau berpisah dengan kamu, Kang." Wanita itu menggeleng pelan, membuat rambutnya yang mengembang ikut terombang-ambing.
"Kita bisa rujuk setelah kamu cantik."
Perkataan itu seolah batu besar yang menghantam dadanya hingga terasa menyesakkan. Rasanya sangat sakit sekali saat suaminya berkata demikian bahkan sampai melukai hatinya.
Luka ini memang bukan perihal pelakor yang merebut suaminya sampai berhasil dimiliki, tapi perihal seorang suami yang tidak bersyukur memiliki istri gendut bohai berwajah glowing karena minyak sayur. Meskipun harganya saat ini di atas rata-rata, tapi wanita berusia tiga puluh tahun itu tetap menggunakan minyak untuk memasak meski hanya sedikit saja saat ditaruhnya di atas wajan. Berkemungkinan tangannya selalu bersentuhan dengan minyak, dikarenakan sayang jika harus dibiarkan, maka Sandra memanfaatkannya untuk dijadikan skincare dari bahan dapur.
"Apa aku tidak cukup cantik menurutmu, Kang?" Wanita itu sesekali memijat pelipisnya yang terasa pening kala memikirkan jalan ninjanya. "Bagaimana, Kang?" Beberapa macam pertanyaan terus terngiang di otaknya memenuhi memori sampai berkapasitas rendah. Seperti halnya, bagaimana caranya agar menjadi sosok wanita cantik? Bukankah semua perempuan memang dilahirkan sebagai cantik bukan tampan?
"Lihat saja dirimu sekarang." Candra mengatakannya dengan ketus. Memang, sudah tidak aneh lagi dengan saat suaminya yang bisa dibilang dingin.
Terakhir memandangi wajahnya sendiri di depan cermin saat dia hamil anak keduanya. Tentu saja, hal itu membuatnya lupa dengan rupa sosoknya.
"Memangnya kenapa aku sekarang, Kang?" tanyanya untuk memastikan kebenarannya.
"Sekarang tidak lagi saya kenali sebagai istri, San. Saya harap kamu mengerti dengan keputusan itu."
"Bagaimana mungkin kamu berkata seperti itu, Kang?" Sandra meneriakinya dengan suara keras membuat pria itu menutup kedua telinganya. Di takut jika gendang telinganya pecah kalau saja mendengar jeritan dari seorang wanita yang begitu dibencinya.
Terdengar deru napasnya yang diembuskan dengan kasar. Pria itu melumatkan puntung rokok pada asbak yang tersedia di sana.
"Memang jelas kan? Saya mengatakan sesuai dengan fakta. Lihatlah kamu sekarang, San. Gendut seperti ikan buntal, wajah kusam, badan bau ikan asin, dan rambut gimbal. Saya malu kalau orang-orang kantor tahu jika kamu istri saya."
Kedua mata Sandra naik turun memandangi penampilannya yang begitu sederhana. Padahal suaminya sekarang diangkat jabatannya karena dia dipercaya oleh bosnya. Candra memang tidak memiliki perusahaan, tapi dia yang mengelola semuanya. Bisa dibilang Candra tangan kiri direktur utama.
"Aku seperti ini juga karena mengurus anak dan rumah, Kang. Kamu lupa?" ungkap Sandra.
Sandra membela diri, dia memang mengurus tiga orang anak hasil dari pernikahannya dengan Candra. Anak pertama baru masuk sekolah taman kanak-kanak, kedua baru berusia satu tahun setengah, dan yang ketiga masih beberapa bulan.
"Kamu lupa? Saya pernah menawarimu untuk mengadakan baby sitter di rumah ini, tapi kamu malah menolaknya. Saya hanya ingin kamu fokus dengan penampilanmu, agar saya tidak malu mengakuimu sebagai istri." Emosi Candra berada di ubun-ubun, dia tidak bisa meredakan amarahnya meski hanya sebentar saja.
"Aku tidak akan tega membiarkan anak-anak diurus orang lain, Kang. Aku ingin melihat mereka tumbuh dengan diriku sendiri. Kenapa kamu tidak mengerti, Kang!" sergah Sandra.
Wanita itu memang mengurus tiga orang anak sekaligus rumahnya seorang diri. Hingga tidak ada waktu untuknya membenahi diri. Badannya saja gendut karena sudah jarang berolahraga, padahal dulu dia ramping. Setelah melahirkan anak ketiga perubahan fisik sangat terlihat. Apalagi jarak usia antara anak kedua dan ketiga tidak berbeda jauh, hal itu terjadi karena dia lupa meminum pil KB.
"Seharusnya kamu juga bisa berdandan, jangan hanya masak dan urus anak saja. Saya pulang kerja melihat modelan kamu seperti ini malah lebih baik tidak pulang saja," ucapnya dengan lantang.
"Papa." Sorak Raka yang merupakan anak pertama. Anak itu baru saja pulang sekolah, kantongnya saja masih berada di kedua pundaknya.
"Kamu tetap ingin berpisah denganku, Kang? Tidak kasihan melihat anak-anak?" bisik Sandra pelan, tapi masih dapat didengar dengan jelas oleh suaminya.
Dipandanginya sosok Raka yang sudah mulai beranjak besar, dia belum mengerti apa-apa. Di sekolahnya pun masih belajar membuat lingkaran kecil dan besar, angka, dan huruf. Kadangkala bermain dengan teman, tidak mengerti apa artinya perceraian.
"Nak, masuk dulu ke dalam kamarmu ya. Papa pengin bicara dulu sama Mama."
Raka tidak mengelaknya, dia turut segera masuk ke dalam kamarnya. Sedangkan, orang tuanya kembali berpandangan dengan tampang tegang.
"Saya tetap menceraikanmu, San. Tapi, saya tidak akan melupakan anak-anak, termasuk kewajiban pada mereka." Candra menatapnya dengan tatapan tajam. Dibalasnya oleh sang istri, menatapnya sedu. Kedua matanya sayu karena sedari tadi dia terus menitikkan air matanya yang tiada henti.
"Mereka tidak butuh finansial saja, Kang. Kasih sayang serta kerukunan dari kedua orang tuanya juga."
Memang benar apa yang dikatakan Sandra, seorang anak sangat membutuhkan kasih sayang dari kedua orang tuanya. Mereka tidak membutuhkan apa pun lagi, karena dengan cinta dalam lingkup keluarga menciptakan suasana yang rukun. Semua anak pasti menginginkan hal itu. Tidak sedikit anak yang menjadi korban karena perpisahan orang tuanya.
"Saya akan selalu datang menemui mereka. Kamu tidak perlu khawatir soal itu." Pria berusia tiga puluh dua tahun itu tetap berpegang teguh pada pendiriannya, keinginan untuk berpisah dengan sang istri sudah bulat dipikirkannya dari jauh hari.
"Tolong, Kang. Berikan aku kesempatan sekali saja. Agar rumah tangga kita tetap rukun." Sandra menangkupkan kedua tangannya di atas dada, dia memohon pada suaminya. Mungkin saja Candra berubah pikiran.
"Kesempatan seperti apa? Apa yang akan kamu lakukan dengan kesempatan itu? Merubah dirimu yang seperti ikan buntal itu?" tanyanya, dia menyeringai seolah meremehkan istrinya.
Sudah banyak sekali hinaan yang dilontarkannya selama ini. Terlebih Candra kini sudah mempunyai jabatan lebih tinggi di kantornya. Padahal, dulu dia tidak pernah banyak neko-neko perihal penampilan istrinya karena mungkin mengerti dengan ekonomi yang tidak memadai. Akan tetapi, dulu Sandra tubuhnya sangat ramping dan wajahnya pulang masih terurus meski tidak glowing seperti orang lain. Namun, masih bisa dikatakan mending.
"Tolong jangan menghinaku, Kang." Sandra menyeka air matanya dengan kasar.
"Saya tidak menghinamu hanya mengatakan yang sebenarnya. Lihat saja di depan cermin. Saya bahkan tidak mengenalimu sebagai istri."
Rasanya sangat sesak saat dikatakan demikian oleh suami sendiri. Candra kini mulai bertingkah karena jabatan bahkan gajinya pun sudah tinggi. Dia kini tidak membutuhkan kerukunan dalam keluarga, tapi kecantikan dari setiap wanita yang menunjukkan lekuk tubuhnya, rambut terurai dan wajah glowing mungkin itu maksudnya.
