Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Kemarahan Adhiyaksa

Kau Hancurkan Hidupku

Bab 3

Adjie mengemudi dengan kecepatan tinggi ke arah rumah sakit. Di sampingnya ada Zia yang terbaring lemah tak sadarkan diri. Adjie penasaran dengan yang terjadi pada diri Zia hingga berani mendatangi kediaman Budiman.

Ditatapnya Zia yang kini memejamkan mata. Ada rasa kasihan dan tentu saja iba. Apalagi Zia yang rambutnya sebahu mengingatkan Adjie akan adiknya Diana, yang meninggal dunia beberapa tahun silam dengan kasus yang sama yaitu dinodai oleh orang yang tak bertanggung jawab.

'Kita periksa dan lihat apa yang telah terjadi,' batin Adjie.

Adjie mengguncang tangan Zia namun hingga beberapa saat tak ada respons dari Zia.

Gadis itu masih kehilangan kesadarannya.

????

"Keluarga dari Nona Zia?" tanya seorang suster yang memperhatikan Adjie duduk termenung di bangku tunggu.

"Maaf, apakah anda keluarga dari Zia?" untuk kedua kalinya suster bertanya. Adjie yang tengah melamun refleks menoleh.

"I-iya, Sus, maaf," ucap Adjie tergagap.

"Silahkan, dokter sedang menunggu anda di dalam ruangannya."

"Oh, iya, baiklah." Adjie berjalan ke arah ruangan dokter tak jauh dari tempatnya berdiri.

"Jadi gimana dok keadaan Zia saat ini?" tanya Adjie to the point.

"Apakah anda keluarga dari Nona Zia?" tanya Sang Dokter ramah.

"Bukan, dok. Kebetulan saya yang membawanya ke sini dan kami sedang mencoba menghubungi keluarganya."

"Baiklah. Jadi begini Pak Adjie, saat ini pasien keadaanya sangat lemah dan juga bisa dipastikan mengalami guncangan hebat," ungkap Sang Dokter yang membuat Adjie sedikit khawatir.

"Apa dokter sudah memeriksa semuanya, maksud saya di bagian .…"

"Iya, tentu saja. Nona Zia menyalami p******* dan kami sudah memeriksa keadaanya bisa jadi itulah yang mengakibatkan pasien terguncang jiwanya."

Adjie menarik napas panjang. Meski belum bisa dipastikan bahwa pelakunya adalah Leon, namun tetap saja melihat keadaan Zia membuat Adjie kasihan hingga membuat gadis malang itu kesakitan dan terguncang jiwanya.

?????

"Apa, Zia diper****?" Lina terkejut setelah mendengar penjelasan dari orang yang baru saja menghubunginya untuk segera datang ke rumah sakit.

"Iya, benar Bu Lina." Adjie yang saat ini berbicara.

"Bagaimana bisa, dan siapa pelakunya?" tanyanya. "Dasar! anak itu kerjanya hanya menyusahkan saja dan sekarang benar saja kejadian. Bagaimana ini .…" Lina merasa frustasi, rona di wajahnya merah padam menahan amarah pada Zia sekaligus pada pelaku yang berani menodai anaknya.

"Ma, sabar, ma ...." Zena, kakak Zia berusaha menenangkan ibunya. Dia membawa Lina duduk di bangku tunggu pasien.

Zena lalu meminta penjelasan lengkap kepada Adjie, yang tentu saja Adjie tidak membocorkan pada keluarga Lina perihal Leon. Karena semua itu belum pasti pikirnya. Ia hanya menjelaskan yang dia tahu sesuai yang dia lihat tadi.

"Mari Bu, silahkan kalau mau melihat keadaan Zia." Adjie berbicara dengan sopan. Namun detik berikutnya ia dibuat heran pada Lina yang sibuk dengan gawai di kupingnya

Lina lalu berkata pada Adjie.

"Saya akan melihat keadaan Zia nanti saja karena masih ada urusan pekerjaan di kantor."

Setelah mengetahui semuanya Lina bergegas ke kantornya tanpa lebih dulu melihat keadaan Zia. Ia tak tahu kondisi Zia yang memprihatinkan karena yang ia lihat semalam Zia tampak biasa saja.

"Mama mau ke kantor lagi, tolong kamu siapkan semua keperluan untuk Zia," titahnya pada Zena.

"Baik, ma," jawab Zena berpura-pura baik padahal dalam hatinya malas.

"Huh, ngapain juga mesti aku yang repot-repot sih," gumamnya dalam hati.

????

Di tempat lain.

Leon yang tengah tertidur di dalam kamar kost temannya terkejut saat dua pria berbadan kekar memaksanya bangun dan membawanya pergi dengan paksa.

"Siapa kalian, dan mau apa kalian?" Kedua orang itu tak mengindahkan pertanyaannya. Tubuhnya terus di bawa paksa seperti pada seorang tahanan.

Bruk!

Leon dipaksa masuk ke dalam sebuah mobil.

"Hei, apa-apaan kalian?"

"Tenanglah Tuan Leon, ini semua kami lakukan atas perintah Pak Budiman!" seorang berbaju biru berkata.

"Apa, Papa? Apa maksud papa memaksaku begini?" Leon yang tak terima berusaha meminta penjelasan.

"Anda akan mengetahuinya sebentar lagi," jawab yang lainnya.

"Oh, sh*t!" Leon membentak kasar. Berusaha kabur pun percuma karena sudah pasti takkan bisa melawan dua orang berbadan besar yang menghimpitnya kanan kiri.

Leon turun, saat dua orang besar menyuruhnya untuk menurut sementara kedua tangannya dipegang erat.

"Kemana kalian akan membawaku?" tanya Leon. Ia menatap sekeliling seperti berada di kawasan rumah sakit.

"Kenapa kalian membawaku ke tempat ini?" Setelah tak mendapat jawaban akhirnya Leon diam dan pasrah saat badannya dipaksa berjalan ke arah lobby. Selain itu beberapa orang mulai memperhatikannya dengan raut wajah heran.

Dari kejauhan ia melihat Adjie, Manager sekaligus orang kepercayaan Papanya.

"Mas, mas Adjie, tolong aku mas!" Leon berusaha melepaskan kedua tangan besar yang memegangnya, dan berhasil. Ia lalu berlari ke arah Adjie yang tengah duduk.

"Mas Adjie." Adjie menatap Leon sekilas kemudian beralih memberi kode pada dua orang itu. Seakan mengerti keduanya lalu pergi setelah merasa tugasnya selesai.

"Ayo, Leon, Pak Budiman sudah menunggu di dalam." Adjie mendahului langkah Leon. Sementara Leon mengernyit keningnya masih tidak mengerti.

Di dalam ruangan.

Tubuh Leon mematung saat tatapannya tertuju pada seorang gadis yang terbaring lemah ditempat tidur dengan selang infus menempel ditangan kanannya.

"Zia …," gumamnya pelan. Budiman memperhatikan anak ketiganya dengan penuh arti. Tanpa dijelaskan pun dia sudah tahu jawabannya.

Plak!

Leon hampir terhunyung kalau saja Bayu yang berdiri di belakangnya tidak memegang tubuhnya.

"Apa ini, pah? Kenapa Papa memukul Leon?" Sebenarnya Leon tahu jika papanya adalah orang yang selalu menahan amarahnya. Jika Budiman berani menampar dirinya berarti ada masalah yang serius yang tak bisa lagi ditolerir.

"Apakah benar kamu pelakunya?"

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel