Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 19 Keputusan Akhir

Bab 19 Keputusan Akhir

Salwa kewalahan sendiri dengan cara Allah menjawab doanya. Baru satu hari ia menjalani kesepakatan untuk memikirkan lamaran dari Yusuf, namun bayangan pria itu merongrong dirinya kemana pun ia melangkah. Alhasil, ia tidak bisa fokus bekerja sama sekali.

Untuk menolong dirinya sendiri, Salwa meraih ponselnya dan menelepon pemuda itu.

“Selamat siang, Bu Dokter!” Suara Yusuf dari seberang membuat Salwa harus mengatur detak jantungnya agar tidak norak.

“Apa aku menganggumu?”

“Aku tadi memang sedang di kelas tetapi sudah ijin keluar. Saat ini para santri sedang mengerjakan tugas.”

“Aku sudah memikirkannya dan masih ada satu hal yang harus kita sepakati bersama. Jika permintaanku itu bisa kamu penuhi, maka aku akan menerima lamaranmu.”

Bagaikan penghuni gurun pasir yang membutuhkan oase bertahun-tahun, jawaban Salwa menghilangkan semua lelah yang menerpa tubuh jasmani Yusuf. Hatinya sangat amat lega karena ada harapan baginya untuk mewujudkan keinginannya.

“Baiklah. Aku dan ibu akan berkunjung ke rumahmu hari Sabtu nanti dan kita bicarakan semuanya. Terima kasih karena sudah mempertimbangkan apa yang aku minta.”

“Aku juga lega sudah bisa menyampaikan apa yang aku pikirkan. Kamu tahu, sepanjang hari ini aku tidak bisa konsentrasi kerja hanya karena belum memberikan jawaban padamu.”

“Aku semalam tidak bisa tidur sampai pagi, karena takut menghadapi kenyataan ketika aku terjaga, yang aku temukan adalah penolakan darimu.”

“Sang Pencipta memang sedang menguji kita berdua. Sampai ketemu hari Sabtu nanti,” ujar Salwa mengakhiri perbincangan mereka per telepon.

“Sampai jumpa. Jaga kesehatan dan hati-hati dalam berkendara.”

Salwa menutup ponselnya. Ada rasa lega karena ia sudah menyampaikan ganjalan dalam hatinya. Ia memejamkan mata dan ajaib memang. Salwa bahkan tidak habis pikir dengan apa yang terjadi pada dirinya. Bayangan Yusuf hilang lenyap. Ia tidak dirasuki oleh perasaan tak menentu seperti sebelumnya, setelah selesai berbicara dengan Yusuf. Kekuatan doa Yusuf benar-benar merasuki pikiran dari Salwa. Untuk tahapan berikutnya, mampukah kekuatan yang sama meluluhkan hati baja Salwa.

Sedangkan Yusuf juga mengalami perubahan di saat yang sama. Tubuhnya yang terasa lelah karena kurang tidur seperti mendapat suntikan vitamin. Persis seperti yang pernah dikatakan orang bahwa hati yang terluka akan melemahkan fisik. Salwa tidak bermaksud melukai hati dari Yusuf tetapi rasa rendah diri dan takut ditolak membuat reaksi tubuh Yusuf juga menjadi lunglai. Tapi semuanya sudah berlalu karena sekarang ia sudah berdiri di depan para santri dengan kepercayaan diri yang prima. Betapa dahsyatnya pengaruh seorang Salwa dalam kehidupan Yusuf.

Waktu bergulir sesuai porosnya dan Sabtu pagi pun tiba. Saat acara pesantren santai dan banyak santri memilih berolah raga voli atau sepak bola, atau kegiatan lainnya, Yusuf malah meminta ijin untuk keluar dari pesantren agar kembali mendatangi rumah Salwa. Kali ini, ibunya memaksa ikut karena dia tidak ada pekerjaan sampai siang.

Alasan lainnya, ibunya ingin ikut agar bisa berada di samping Yusuf dan siap menghibur putranya itu, jika Salwa menolak proposal menikah anaknya. Tanpa permintaan ibunya pun Yusuf sudah niat untuk mengajak wanita kesayangannya itu.

Yusuf memang tidak menceritakan pada ibunya, soal percakapan per teleponnya dengan Salwa dua hari sebelumnya. Dia ingin ibunya sendiri bertemu langsung dengan Salwa dan ibunya. Yusuf hanya ingin cepat berjumpa dengan calon istrinya untuk mengabulkan apa pun yang akan ia minta nanti.

Salwa menerima Yusuf dan ibunya dengan ramah. Apalagi fakta, ternyata baik Salwa dan Yusuf sama-sama anak yatim. Ratih dan Nining segera bisa mengakrabkan diri karena merasa senasib sepenanggungan.

“Selamat siang Ibu Nining. Senang melihat Ibu dalam keadaan sehat.”

“Selamat siang Dokter Salwa. Sudah lama sekali kita tidak bertemu.”

“Mari silakan masuk Ibu. Mama saya sudah menanti di dalam.”

“Ma, tamunya sudah datang,” seru Salwa memberikan tanda agar Mamanya bisa keluar.

“Saya minta maaf kalau gubuk kami begini saja. Nama saya Ratih,” ujar ibunya Salwa yang langsung muncul beberapa detik setelahnya.

“Salam kenal, saya Nining dan kami hanya datang berdua karena ayahnya Yusuf sudah lama sekali tidak tinggal dengan kami.”

“Kami juga hanya berdua di sini karena anak saya yang sulung sudah meninggal dunia, begitu pula suami saya.”

“Semoga anak kita berjodoh karena keadaan keluarga kita yang tidak jauh berbeda.”

“Aamiin. Mari kita bincang-bincang sambil melihat taman bunga saya. Biarkan pada muda mudi menuntaskan percakapan mereka.”

Ratih menarik tangan Nining untuk keluar menuju teras. Salwa hanya menggelengkan kepala melihat kelincahan dari ibunya.

“Mereka ternyata kompak,” kata Yusuf sambil menatap Salwa tanpa kedip.

“Jangan melihatku seperti itu,” balas Salwa dengan wajah yang merona karena jengah dengan pandangan tajam Yusuf.

“Maaf,” sahut Yusuf menyadari kelancangannya.

“Aku sudah mendaftar sebagai mahasiswa dokter spesialis dan lulus. Apakah tidak masalah jika aku tetap tinggal di Jakarta dan kita hidup terpisah selama kamu sekolah di Mesir?”

Yusuf yang merasa Salwa sudah mempertimbangkan menerima lamarannya tentunya sangat merasa bahagia. Tanpa pikir panjang, Yusuf mengiyakan semua permintaan Salwa.

“Aku akan merestui apa pun yang ingin kamu lakukan. Jadi, apakah kamu bersedia menjadi istriku?” imbuh Yusuf.

“Apakah aku punya alasan untuk menolakmu?” balas Salwa.

Yusuf menggaruk kepalanya yang tidak gatal sambil menyungging senyum sebelum membalas.

“Syukurlah kalau kamu menerima lamaranku. Aku sangat berterima kasih.”

“Jangan berkata seperti itu lagi. Aku yang paling banyak diuntungkan dalam situasi kita saat ini karena kamu mau menikahi aku yang sebentar lagi dicap perawan tua.”

“Apakah kamu setuju agar kita menikah sebelum aku berangkat?”

“Aku setuju. Tolong tidak usah terlalu mewah. Aku lebih suka hal yang sederhana namun sakral, daripada glamor dan tidak bermakna.”

“Kita serahkan saja semua persiapan pernikahan pada kedua orang tua kita.”

Yusuf memberikan ide yang tiba-tiba melintas di benaknya.

“Apakah satu bulan cukup untuk mengurus semuanya?” sanggah Salwa.

“Aku juga tidak tahu, tapi aku harap bisa diusahakan. Aku masih punya tabungan yang bisa kita pakai untuk menyewa tim khusus untuk mempercepat dan memperlancar persiapan menuju hari-H.”

“Kamu benar, orang tua kita bisa mengatasi beberapa hal yang tidak kita pahami.”

“Aku sempat takut dan masih ragu tetapi setelah percakapan hari ini, aku yakin kehidupan pernikahan kita akan baik-baik saja.”

“Semuanya masih menjadi misteri. Tetapi satu yang pasti, jika kita arungi bersama maka beban yang berat akan menjadi ringan.”

“Satu hal lagi yang juga akan sangat berpengaruh pada diriku nanti adalah usia untuk melahirkan. Apakah kamu masih mau menerimaku walaupun aku tidak sanggup memberimu keturunan?”

Yusuf tertegun sesaat dan berusaha berpikir jawaban apa yang tidak akan membuat Salwa tidak tersinggung.

“Aku yakin sebagai dokter, kamu punya program khusus untuk pasangan yang butuh didampingi dalam perencanaan kehamilan.”

“Jadi kamu tetap menuntutku agar bisa hamil?”

“Hamil dan memiliki anak sendiri merupakan anugerah terindah dari Allah. Dalam hal ini aku yakin, Allah akan menjawab doa-doa kita.”

“Apakah kamu bisa marah? Aku merasa terkadang aku tidak sedang berbicara kepada manusia, tetapi kepada seseorang dari planet lain. Seolah-olah stok kesabaranmu tidak pernah terkuras.”

“Kamu akan tahu setelah kita menikah. Aku sudah tidak sabar lagi untuk memanggilmu sebagai ‘Umi’,” balas Yusuf dengan lembut.

Pasangan muda itu akhirnya menyepakati untuk melangsungkan pernikahan sebelum Yusuf berangkat ke Mesir. Kegalauan di antara keduanya sudah sirna. Tahapan selanjutnya adalah yang tersulit karena mereka harus mulai menyepakati prioritas dan menyeimbangkan peran dalam rumah tangga mereka. Salwa tidak menyangka kalau ia mulai masuk dalam perangkap cinta yang Yusuf pasang untuknya. Sampai ia menerima lamaran Yusuf, ia sebenarnya masih ragu apakah ia mencintai pria itu.

(Bersambung)

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel