Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

MEMBERIMU SEDIKIT KEBEBASAN

Hari-hari berlalu, dan Maya berjuang dengan pikirannya. Dia melakukan pekerjaan rumahnya sambil merasakan tekanan yang semakin meningkat dari Darius. Setiap kali Darius mengamati dia, ada sesuatu yang berbeda di dalam tatapannya. Dia tidak hanya melihat Maya sebagai pelayan, tetapi juga sebagai sosok yang berharga, meskipun dia tidak pernah mengakuinya.

Suatu malam, Darius memanggil Maya ke ruang kerjanya. “Kau melakukan pekerjaan yang cukup baik, Maya. Aku mulai mempertimbangkan untuk memberimu sedikit kebebasan,” katanya, suara masih penuh dengan ketidakpedulian.

Maya terkejut. “Kebebasan? Apa maksudmu?”

“Aku ingin melihat apakah kau mampu menjalankan tugas ini dengan baik. Jika tidak, aku tidak ragu untuk mengingatkanmu siapa yang mengendalikan hidupmu,” Darius menjelaskan, tatapannya tajam.

“Apa yang harus aku lakukan, pekerjaan apa?” tanya Maya, merasakan ketegangan di udara.

“Kau akan menghadiri sebuah acara sosial yang aku selenggarakan. Kau akan menjadi pelayan juga di acara itu,” jawab Darius dengan acuh tak acuh.

Maya merasa bingung lalu berkata, “Mengapa aku harus pergi ke sana? Apa kalian keluarga Smith kekurangan pelayan!”

“Ini adalah cara untuk memperkuat kontrolku atasmu, Maya. Jika kau tidak bisa mematuhi peraturan, maka akan ada konsekuensi,” Darius menjawab, suaranya menegaskan setiap kata.

Maya tidak memiliki pilihan lain. Dia tahu bahwa Darius tidak akan mundur, dan dia harus berjuang untuk hidupnya. Ketika malam acara tiba, Maya mengenakan gaun yang telah disiapkan Darius. Dia merasa tidak nyaman, seolah-olah dia mengenakan topeng yang menyembunyikan siapa dirinya yang sebenarnya.

Di acara itu, Maya melayani para tamu dengan wajah datar, berusaha tidak memikirkan situasi yang menghimpitnya. Namun, Darius tidak pernah jauh dari pandangannya. Dia terus memantau setiap gerakan Maya, seolah-olah dia adalah predator yang menunggu mangsanya.

“Bagus sekali, Maya. Kinerja yang baik,” Darius berbisik saat dia melewati Maya.

Maya merasa seolah-olah jiwanya terjebak dalam permainan yang tidak dia inginkan. Ketika dia melayani tamu, dia melihat Rezvan di sudut ruangan, berbicara dengan seseorang. Dia merasakan jantungnya berdegup kencang. “Rexvan diundang? Apakah Darius benar-benar berani melakukan ini?”

“Sial!” umpat Maya dalam hati merutuki Darius yang saat ini sedang tertawa sinis sambil memandangnya.

Ketika Rezvan melihat Maya, wajahnya langsung menunjukkan kepanikan. Dia berlari mendekat. “Maya, apa yang terjadi? Mengapa kau ada di sini?” tanyanya, suaranya penuh kebingungan.

“I-ini pekerjaan paruh waktuku,” jawab Maya, berusaha menjaga ketenangan.

Rezvan menggeleng. “Kau tidak seharusnya berada di sini. Kau lulusan terbaik. Mengapa masih bekerja paruh waktu seperti ini, dengan ijazahmu kau pasti dengan mudah bisa mendapatkan pekerjaan!”

“Ah aku melakukan ini hanya mengisi waktu saja, sambil menunggu mendapatkan pekerjaan,” Maya menjelaskan dengan terbata-bata sambil sedikit melihat ke arah kanan dan kiri.

Rezvan memincingkan matanya, tidak percaya memikirkan bagaimana mungkin seorang lulusan terbaik malah kesulitan mencari pekerjaan. Pada saat ini Darius tiba-tiba muncul di belakang Maya, tersenyum sinis. “Ah, Rezvan. Senang melihatmu di sini. Maya melakukan pekerjaannya dengan baik, bukan?”

Rezvan menatap Darius dengan kemarahan yang menyala. “Apa yang kau inginkan, Tuan Darius? Mengapa kau terus memperlakukan Maya seperti ini?”

Darius tersenyum lebar, tatapannya tajam. “Ini bukan tentangku, Rezvan. Ini tentang keputusan yang dibuat Maya. Dia memilih untuk berada di sisiku, dan itu tidak akan berubah.”

Maya merasa terjepit antara dua pria yang saling berkonfrontasi. Dia tidak tahu bagaimana mengatasi situasi ini. “Rezvan, tolong! Jangan buat ini lebih sulit,” dia berusaha menenangkan.

“Tidak, Maya! Aku tidak bisa membiarkan ini terus berlanjut,” Rezvan bersikeras, wajahnya menunjukkan ketidakpuasan yang mendalam.

Darius tiba-tiba beralih ke Maya, menatapnya dengan tajam. “Maya, kau harus memilih. Apakah kau ingin melanjutkan permainan ini atau mengakhiri semuanya? Pilihanmu sekarang sangat penting.”

Maya merasa putus asa. “Ini tentang keberanianmu untuk bertindak, Maya. Jika kau tidak bisa membuat keputusan, maka aku yang akan melakukannya untukmu,” Darius mengancam.

Maya merasakan ketegangan yang memuncak, dan dia tahu bahwa situasi ini tidak akan berakhir dengan baik. Namun, di dalam hatinya, dia bertekad untuk menemukan jalan keluar. Dia tidak akan membiarkan Darius menang.

Maya menatap Rezvan dan berkata, “Bukankah aku sudah bilang waktu itu, kau dan aku tidak terkait satu sama lain. Kita sudah bukan sepasang kekasih lagi!”

Darius sengaja menjadikan Maya sebagai pelayan di acara ini, karena dia ingin mendengar langsung dari mulut Maya ketika gadis itu mencampakan pria yang dia cintai.

Saat malam berakhir, Maya merasakan beban yang semakin berat. Dia tahu bahwa meski dia sudah memutuskan dan menghadapi konsekuensi dari pilihannya. Darius berulang kali mengingatkan dia tentang taruhan yang mengerikan ini, dan di belakang semua itu, Maya merasa bahwa masa depannya bergantung pada keputusan yang dia ambil.

Air mata mulai mengalir di pipi Maya. “Aku tidak ingin melukai siapapun! Tapi tidak ada pilihan yang benar!”

Ketegangan terasa mencekam saat Maya merasakan beban di hatinya. Dia tahu bahwa setiap keputusan memiliki konsekuensi. Dia berjuang untuk menemukan kekuatan di dalam dirinya sendiri, tetapi ketakutan selalu menempel di belakangnya. Akankah dia membiarkan Darius mengendalikan hidupnya atau akan berjuang untuk mengubah takdirnya?

Tepat pada saat itu, pintu belakang terbuka, dan sosok tak terduga muncul di ambang pintu Rezvan.

“Tidak, Maya! Tidak ada lagi waktu untuk bersembunyi!” seru Rezvan, wajahnya penuh tekad. “Kita akan menghadapi Darius bersama-sama!”

Maya menatap Rezvan, hatinya terisi dengan harapan dan ketakutan. “Ini berbahaya! Kau tidak mengerti apa yang sedang kau lakukan!”

Darius yang sedari tadi memperhatikan gerak-gerik Rezvan diam-diam mengikuti pria itu ketika pergi ke arah dapur. Dia pun tersenyum sinis. “Oh, ini menarik. Pertandingan antara cinta dan kekuasaan. Apa yang akan kalian pilih? Kebangkitan atau kehancuran?”

Maya merasa terjebak di tengah konflik yang semakin menegangkan. Dalam hati, dia tahu bahwa keputusan yang harus dia ambil tidak hanya mempengaruhi hidupnya, tetapi juga hidup orang-orang yang dicintainya. Dalam gelap malam itu, Maya menyadari bahwa dia harus menemukan keberaniannya untuk melawan dan menentukan takdirnya sendiri. Tapi bagaimana cara dia melakukannya?

Tanya-tanya ini menggantung di udara, dan perasaan takut serta harapan berkumpul di dalam hati Maya. Darius berkuasa, tetapi apakah itu berarti dia tidak punya pilihan lain?

Ketika Darius melangkah maju, Maya merasakan jantungnya berdegup kencang. Semua ini harus segera berakhir, dan keputusan yang harus diambilnya bisa mengubah segalanya.

Tepat di titik ini, segalanya terasa seperti akan meledak, Maya melangkah maju, menarik dasi yang Darius pakai, sehingga membuat pria itu sedikit menunduk. Lalu tanpa aba-aba dia langsung mencium bibir Darius dengan membara bercampur marah.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel