Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

APA TIDURMU NYENYAK

Maya berdiri di ambang keputusan yang mengubah segalanya. Suara Rezvan masih terngiang di telinganya, penuh tekad dan keteguhan, namun di hadapannya, dia malah mencium pria lain. Darius menatap Maya dengan tatapan dingin yang tak terbaca. Dapur besar itu terasa semakin sempit di bawah tekanan tak kasatmata yang menekan setiap sudut.

Darius melangkah mendekat, merangkul Maya seraya berkata. "Jadi, ini akhir dari permainan kita? Kau akhirnya memilih patuh lagi kepadaku?" katanya dengan senyum sinis yang hanya memperdalam jurang perasaan hancur di hati Maya.

Rezvan maju satu langkah ke depan. "Ini bukan permainan, Tuan Darius. Kau tidak bisa terus mengendalikan hidup Maya. Kau telah menyiksanya cukup lama. Aku tidak akan membiarkanmu terus berbuat seperti ini."

Darius mengangkat satu alis, seolah terhibur oleh keberanian Rezvan. "Kau sangat yakin bisa melindunginya? Apa yang kau tahu tentang penderitaan? Tentang kehilangan?" Suara Darius menjadi lebih rendah, hampir berbisik, tetapi tetap penuh ancaman.

Maya, di tengah ketegangan itu, merasakan jantungnya berdetak semakin cepat. Kata-kata Darius mengingatkannya akan tragedi yang terjadi di masa lalu—alasan mengapa Darius membawanya ke dalam kehidupan yang penuh kontrol ini. Ada luka dalam di antara mereka yang tak pernah sembuh, yang setiap hari semakin mengganggu hati Maya.

"Aku tidak ingin pertarungan ini," ucap Maya dengan suara lirih namun penuh ketegasan. "Aku tidak ingin menyakiti siapa pun lagi."

Rezvan menatap Maya dengan penuh simpati. "Maya, kita bisa pergi sekarang. Kita bisa meninggalkan semua ini."

Namun, Maya tahu tidak semudah itu. Darius memiliki kekuasaan lebih dari yang Rezvan ketahui. dia mungkin tidak mengerti, tetapi Maya tahu benar bahwa satu keputusan salah bisa menghancurkan segalanya. Setiap langkah yang dia ambil, setiap keputusan yang dia buat, bagaikan menapaki landasan yang rapuh.

Darius menyeringai, menatap Maya dengan tatapan dingin. "Kau tahu, Maya, dunia ini bukan tentang apa yang kau inginkan, tapi tentang apa yang bisa kau pertahankan. Dan aku yakin, kau terlalu lemah untuk mempertahankan apapun."

Maya menunduk. Kata-kata itu menyakitkan karena di satu sisi, benar adanya. Sejak tinggal di rumah Darius, dia merasa seperti boneka yang digerakkan oleh kekuasaan dan rasa takut. Namun, jauh di dalam hatinya, ada sedikit percikan harapan yang terus berjuang untuk bertahan. Percikan itu adalah Rexvan. Namun, jika ia memilih pria itu itu berarti ia juga akan menyerahkan keluarganya pada ancaman Darius.

Rezvan , tidak mengerti betapa berbahayanya Darius. Dan, Darius... dia tidak akan pernah berhenti sampai Maya menyerah total. Dia merasakan betapa berat beban itu di pundaknya—antara mempertahankan cintanya pada rezvan atau menyerahkan dirinya pada kekuatan Darius yang tiada henti.

Sebuah keheningan berat menyelimuti mereka bertiga. “Apa kau benar-benar percaya dia bisa melindungimu, Maya?” Suara Darius memecah keheningan, dingin dan tajam seperti pisau. “Dia mungkin bisa membawamu pergi malam ini. Tapi kau tahu ini tak akan selesai di sini. Kau tahu apa yang bisa kulakukan.”

Rezvan mengepalkan tangannya, suaranya keluar dengan penuh amarah. “Aku tidak takut padamu, Tuan Darius. Kau tidak lebih dari tiran yang menyiksa orang yang lebih lemah. Kau mungkin berpikir bisa mengendalikan Maya, tapi aku akan selalu berada di sisinya, melindunginya.”

Darius mendekat, berdiri beberapa langkah dari Rezvan. “Kau terlalu naif, Kau tak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi. Kau hanyalah sebuah pion kecil dalam permainan yang lebih besar. Kau pikir cinta cukup untuk melawan kekuasaan? Lihatlah dunia sekitarmu. Cinta tak pernah cukup.”

Maya merasa tubuhnya gemetar. Tidak hanya karena ancaman Darius, tapi juga karena kenyataan bahwa di balik semua ini, ada hal yang lebih besar yang tidak pernah ia pahami. Namun, sekarang saatnya dia mengambil keputusan. Dia tak bisa lagi menunda. Jika dia terus terjebak dalam lingkaran ini, semuanya akan semakin hancur.

Dia menarik napas panjang, lalu berkata dengan suara yang lebih tegas dari sebelumnya. “Rezvan, apa kau tidak lihat aku sudah memberi jawaban yang jelas! Kita sudah berkahir!”

Darius menatap Maya, sedikit terkejut oleh ketegasan yang tiba-tiba muncul dalam dirinya. Ketika menegaskan hubungannya dengan Rezvan. Maya merasa Mungkin Darius benar, mungkin dunia ini penuh dengan kekuasaan dan intrik, tapi Maya tahu dia punya pilihan. Dia punya kekuatan untuk menentukan apa yang terjadi selanjutnya.

“Aku tidak tahu apa yang akan terjadi besok,” lanjut Maya dengan suara yang gemetar namun mantap, “tapi aku tahu aku setidaknya aku bisa melakukan sesuatu unutk menyelamatkan apa yang aku cintai.”

Rezvan menatap Maya dengan rasa bangga yang tak bisa disembunyikannya. “Maya, aku selalu tahu bahwa hanya aku yang benar-benar ada dihatiku.”

Rezvan pun pergi ke meninggalkan mereka berdua. Darius tersenyum tipis lalu berbisik pelan di daun telingan Maya. “Kita lihat saja berapa lama kau bisa bertahan. Maya, setelah malam ini, semuanya akan berubah.”

Tanpa kata-kata lebih lanjut, Darius berbalik dan meninggalkan Maya dalam keheningan. Dia merasakan jantungnya berdegup kencang, seolah-olah baru saja melewati badai besar. Namun, badai sebenarnya belum berakhir. Di luar, dia bisa mendengar suara mobil Darius yang pergi menjauh, namun ancamannya tetap menggantung di udara.

Namun, Maya tahu bahwa keputusan ini tidak sesederhana itu. Darius mungkin telah pergi malam ini, tetapi kekuasaannya tetap ada. Di dalam benaknya, Maya tahu bahwa ia harus menghadapi lebih dari sekadar Darius. Ada masa lalu, tragedi yang belum terungkap, dan ancaman yang lebih besar di luar sana. Di dalam hatinya, Maya sadar bahwa ini baru permulaan. Pertarungan terbesar belum datang, dan dia harus siap menghadapi apa pun yang akan terjadi.

Pagi berikutnya, Maya terbangun dengan perasaan yang sama beratnya seperti malam sebelumnya. Semua ancaman dan ketakutan dari percakapan dengan Darius masih melekat kuat di pikirannya. Dia duduk di pinggir tempat tidur, menatap kosong ke luar jendela.

Pikiran tentang Rezvan , Darius, dan apa yang harus ia lakukan melayang di benaknya tanpa henti.

Saat itulah terdengar suara langkah kaki yang familiar mendekat. Maya menegang. “Darius”

Dia masuk tanpa mengetuk, seperti biasa. "Selamat pagi, Maya," katanya dengan nada tenang yang berbahaya. "Tidurmu nyenyak?"

Maya mengangguk pelan, berusaha menjaga wajahnya tetap tenang meski jantungnya berdebar kencang. "Ya," jawabnya singkat bercampur sedikit limbung.

Tatapan Darius tetap terfokus pada Maya. "Aku harus mengakui, Maya, kau mengejutkanku tadi malam. Aku tidak menyangka kau…!” imbuh pria itu seraya mengusap puncak kepala gadis yang baru saja terbangun.

Maya mengeraskan hatinya, menolak untuk membiarkan rasa takut menguasai dirinya. "Aku sudah membuat keputusan, aku mengerti Ini bukan hanya tentangmu dan aku."

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel