Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

MAS GANTENG

Tawa Samudra kembali mengundang sang manager, Rajasa yang sampai beberapa kali menoleh. Artisnya baru kemarin mengatakan patah hati perkara pacar. Akan tetapi, hari ini Samudra malah tertawa hingga menghentak-hentakkan kedua kaki. Bukannya bertanya, Rajasa membiarkannya.

Samudra sesungguhnya terhibur akan novel yang ditulis oleh Nami. Tokoh utamanya adalah dirinya dan Nami. Cerita yang baru ia baca adalah cerita tentang Samudra yang menjadi seorang chef dan Nami sebagai asisten chef yang doyan kena marah. Namun ujung-ujungnya mereka saling jatuh cinta.

Yeah, cerita ala-ala drama romantis memang!

Samudra tertawa bukan karena meremehkan karya tulis Nami. Akan tetapi, Samudra terhibur dengan pemilihan kata yang kerap mengundang gelak tawa. Samudra sebagai pembaca sampai lupa apabila tokoh utamanya adalah dirinya sendiri.

Lantas ketika Nami memohon agar Samudra tidak memviralkannya masalah kebohongan akan memperjualbelikan fanfictionnya kepada pembaca setia, tampaknya Samudra tak akan ribet mempolisikan hal tersebut.

Lagipula sebelum ini, Samudra sudah mendapatkan informasi jika banyak penggemar yang membuat karya tulis bertokohkan para idolanya. Samudra kira itu tidak masalah selama tidak mencemarkan nama baik.

(“Nona Nami, calm down. Sorry membuatmu cemas. Saya tidak akan membawa persoalan ini ke ranah hukum. Lagipula saya terhibur dengan karyanya nona. Nona sungguh berbakat menjadi penulis. Apakah ini memang hobi?”)

Samudra harap Nami di sana tidak lagi merasa cemas akan kekhawatirannya masuk bui. Samudra tidak akan melakukan hal setega itu pada salah satu penggemarnya.

(“Duh, Mas! Jangan dipuji banget sayanya. Nanti saya terbang, gimana? Bikin bolong atap kantor.”)

(“Yeah, bukan hobi juga, sih! Tapi kalau ada ide, suka tiba-tiba buka microsoft word dan jadi aja. Maaf banget, Mas. Saya nggak bermaksud apa-apa menjadikan mas sebagai tokoh utama. Maaf juga udah jualin karya saya. Soalnya waktu itu, saya beneran butuh tambahan biaya buat mama.”)

Samudra tidak nyaman bila Nami masih saja meminta maaf dan merasa bersalah. Padahal Samudra serius memuji karya tulis Nami.

(“Saya maafkan, karena saya tidak keberatan. Tapi saya serius soal penerbit. Nona bisa memilih karir sebagai penulis.”)

Samudra sengaja tidak menyindir masalah pekerjaan Nami sekarang. Jika memang Nami bersedia untuk serius mengasah kemampuannya di bidang literasi, maka Samudra akan mendukungnya penuh. Samudra sudah berjanji begitu saja pada dirinya sendiri.

(“Duh, Mas! Saya belum sepercaya diri itu untuk jadi penulis. Itu iseng doang sebagai asupan halu bagi fansnya mas.”)

(“Anu, maksudnya … saya menjembatani para penggemar Mas Dirga yang lain untuk lebih baik membaca karya absurd saya sebagai hiburan supaya nggak gila kalau seandainya nanti mas ngasih pengumuman dadakan buat nikah.”)

Samudra tersenyum kecut. Padahal Nami tidak perlu menjelaskan panjang lebar. Samudra sudah tahu tujuannya. Akan tetapi ketika membaca ujung kalimat balasan Nami, Samudra kembali berandai dan menyesal.

Andai ia lebih memperhatikan sang kekasih yang kini telah berpaling. Andai ia lebih cepat membicarakan tentang publikasi sang kekasih. Pasti ia tak akan menyesal seperti sekarang.

Sumpah, menangis diam-diam itu tidak nyaman sama sekali. Masalahnya Samudra pun tidak bisa berair mata dengan durasi yang lama. Nelangsanya harus tetap mengalami penundaan dikarenakan ia dituntut untuk tetap sempurna di depan kamera.

Sudah jadi hal yang lumrah bagi seorang entertainer untuk tampil paripurna di luar sana. Jika Samudra terlihat kurang oke, maka hal tersebut sontak menjadi headline news dan trending topic selama sepekan.

(“Mas, maaf. Saya tarik pesan saya. Jari saya ini memang minta ditatar kayaknya. Seenaknya ngetik hal yang bisa bikin mas ingat sesuatu yang sedih-sedih.”)

Ah, Samudra lekas mengklarifikasi jika apa yang dikatakan Nami tidak sampai membuatnya sedih. Samudra tidak ingin terlihat buruk di mata orang lain. Terlebih Nami adalah salah satu penggemar.

Usai mengatakan jika tiada perkataan Nami yang membuatnya resah, Samudra mengirimkan foto sebuah cincin sederhana yang berkilau cantik kepada Nami.

(“Saya ingin membuat give away untuk cincin ini. Ini cincin yang rencananya ingin saya pakaikan di jari manis Raline setelah saya tiba di New City.”)

Samudra sudah merencanakan lamaran romantis secara private untuk sang mantan kekasih. Namun sayangnya, semuanya keburu kandas.

(“M-mas?! Serius mau dijadiin give away? Mas, nggak salah? Kenapa nggak disimpan aja? masih bisa dipakai untuk jodohnya mas kelak.”)

Samudra membiarkan pesan Nami tak langsung dibaca. Ia log in ke akun sosial medianya untuk mengunggah foto cincin dan keterangan bahwa cincinnya dijadikan ajang give away. Sekarang Samudra memikirkan persyaratannya. Samudra tidak memiliki ide sama sekali untuk persyaratannya. Ah, Samudra memutuskan untuk bertanya pada Nami saja.

(“Saya tidak akan memberikan barang bekas kepada jodoh saya. Meski cincinnya belum pernah dipakai sama sekali dan terhitung barang baru, tetap saja itu barang yang saya tujukan kepada seseorang. Saya ingin memberikan cincin baru yang sesuai dengan karakter jodoh saya nanti.”)

Nami hanya membaca pesannya yang tadi. Lantas Samudra pun meminta saran tentang persyaratan give away yang terlanjur ia unggah di akun sosial medianya.

“Sam, cepat bersiap! Kita mau berangkat.” Rajasa akhirnya memberi aba-aba akan jadwal Samudra selanjutnya. Bukan jadwal keartisan memang. Hanya saja, Samudra ingin mengunjungi sebuah museum seni.

Ketika Samudra bersiap, ponsel Nami yang ia tinggalkan begitu saja di meja balkon. Bunyi notifikasi beruntun masuk. Samudra yang mendengarnya tidaklah panik sama sekali. Ia akan membiarkan para rekan kerja Nami menunggu dengan sabar.

Ketika Samudra sedang dalam perjalanan ke museumnya, barulah ia memeriksa notifikasi. Ternyata bukan dari grup chat kantor Nami. Melainkan dari grup chat bernama Generasi Tusuk Sate.

Ah, anak-anak penikmat sendok emas!

ARSYI

(“Curiga sama Nami. Kamu jatuh cinta, ya? Bahas-bahas kepengen dikasih cincin sama Mas Ganteng yang entah siapa.”)

LEONY

(“Apaan, Syi?”)

ARSYI

(“Tuh, Nami posting status! Coba, tengok!”)

LEONY

(“Anjir! Siapa lagi, Nam? Mas-mas jamet mana lagi yang bikin kamu begini? Atau jangan-jangan yang kamu bahas ini Mas Dirga itu?”)

ARSYI

(“Dirga siapa?”

ARSYA

(“Eh, Nami deket sama siapa lagi? Nami, keluar sekarang! Jelasin ke kita. Kamu wajib setor biodata Mas Ganteng. Kalau perlu minta KTP dia biar jadi jaminan.”)

Samudra yang membaca obrolan tersebut, reflek mengirimkan balasan tanpa memberitahu Nami sama sekali. Rupanya Nami menceritakan tentang cincin dan Mas Ganteng? Cincin give away maksudnya? Mas Ganteng siapa?

(“Mas Ganteng? Cincin?”)

Leony lekas menimpali balasan Samudra.

LEONY

(“Hmm, pura-pura pake tanda tanya pula. Nam, kamu jangan sampai naksir sama laki-laki yang belum pernah kamu temui. Iya, aku tau kamu naksir sama Mas Dirga itu cuma gara-gara dengar suaranya langsung. Tapi harus cari data-data soal dirinya dulu, baru kamu boleh naksir bahkan pacaran sama dia.”)

Alis Samudra menukik sebelah tatkala mengetahui fakta tersebut. Nami naksir dirinya? Memang Nami adalah penggemarnya, kan? Tetapi Nami sudah naksir seorang Mas Dirga-identitas yang ia ciptakan sendiri begitu saja pasca ponsel yang tak sengaja tertukar.

ARSYI

(“Iya, setuju sama Leony. Tapi Mas Dirga siapa, sih?”)

ARSYA

(“Nami, tipe suami idamanmu give away cincin, tuh! Maksud status kamu, cincin itu kah?”)

ARSYI

(“Suami idaman? Yakin, Nam? Tuh, liat nasib Raline sekarang! Berhenti mengidolakan laki-laki yang nggak berani mempublikasikan pacarnya ke publik.”)

Samudra semakin babak belur hatinya. Dirinya memang tidak pantas dijadikan kriteria idaman. Akan tetapi, Samudra akui jika dirinya menyesal hebat.

Dirinya masih ada kesempatan memperbaiki diri, bukan? Tak apa meski tidak dengan kekasih lama. Ia akan melakukannya secara berbeda dengan kekasih yang baru nanti.

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel