Pustaka
Bahasa Indonesia

KEPINCUT CINTA IDOLA

119.0K · Ongoing
squirrelcrush
112
Bab
9.0K
View
9.0
Rating

Ringkasan

Nami dan Samudra tidak sengaja tertukar ponsel saat sama-sama mengunjungi sebuah restoran. Hal tersebut menyebabkan keduanya harus rutin berkomunikasi dan bertukar peran satu sama lain. Samudra adalah seorang penyanyi jebolan anggota boyband berjumlah lima orang, penulis lagu, model, sekaligus pemimpin sebuah agensi musik. Sementara Nami adalah seorang karyawan sebuah perusahaan yang memiliki lingkungan kerja toksik. Keduanya bertukar peran di pekerjaan sampai ke dunia pertemanan dan keluarga. Gara-gara ponsel yang tertukar, dimana Samudra yang terbang ke Milan sepulangnya dari restoran. Samudra jadi mengetahui tentang kekasihnya yang telah berpaling ke lain hati, tentang lingkungan kerja salah satu perusahaan yang sangat buruk, dan tentang ibunya Nami yang sangat tidak mencerminkan sikap lembut seorang ibu. Apa saja kah perubahan yang terjadi selama tujuh hari diantara Nami dan Samudra?

PresdirAktorRomansaBillionaireFlash Marriage

TERTUKAR PONSEL

“Mama udah nunggu dari tadi. Uangnya mana, Nami? Udah males kamu ngasih uang gaji kamu sama mama? Mau jadi anak durhaka kamu? Udah syukur-syukur dilahirkan, dibesarkan, dan disekolahin di sekolahan elit. Jadi kamu nggak bisa ngurang-ngurangin jatah mama. Ingat, Nam! Satu tetes air susu mama yang pernah kamu minum aja, walau kamu ngasih mama alam semesta ini, tetap nggak bisa membalas semua kebaikan yang sudah mama kasih ke kamu!”

Suara telepon dari wanita yang melahirkannya begitu menusuk sanubari Nami. Nami kehilangan selera makannya. Padahal pekerjaan di kantornya mulai pagi sampai siang ini, sangat membuat isi kepalanya berisik mampus dan menular pada lambungnya yang berdendang. Namun, makan siang dengan menu keluhan sang mama cukup membuat Nami kenyang.

“Maaf, Ma. Mama yang sabar, ya? Nami, kan, udah bilang kalau nanti sisanya ditransfer. Soalnya Nami ada pengeluaran diluar rencana, Ma. Sebentar lagi bonus Nami cair, kok. Nanti Nami transfer semuanya ke mama.”

Padahal belum ada setengah bulan, uang gaji Nami ditransfer ke rekening sang mama. Jumlahnya juga tak sedikit. Nami hanya mengambil tiga puluh persen dari total gaji yang ia miliki. Seharusnya, satu bulan pun mamanya tidak akan kehabisan uang jika pandai mengelola pengeluaran.

“Mana bisa sabar?! Dasar anak kurang ajar! Mama nggak mau tau. Mama tunggu sampai malam ini. Kamu harus kirimin mama duit.”

Nami sedikit terperanjat saat panggilan dimatikan sepihak. Nami sakit kepala mendadak. Perpaduan antara perut kosong, tuntutan sang mama, dan grup chat kantor yang masing-masing rekannya menodong Nami dengan segala pekerjaan yang sesungguhnya bukan job desknya.

Kemana mencari uang sementara agar bisa ia kirim paling lambat tengah malam ke rekening mamanya?

Nami berjalan lesu keluar toilet restoran. Dengan pikiran yang bercabang dan tatapan yang tak fokus, Nami tak sengaja menyenggol seseorang dan mengakibatkan ponselnya terjatuh.

“Oh, sorry.” ucap suara pria yang tak jua Nami tatap wajahnya.

“Maaf, saya tak sengaja.” Nami bingung mengambil ponsel yang mana, karena ponsel pria yang ia senggol juga terjatuh di dekat ponselnya.

Tidak ada penanda. Merk sama, warna sama, dan pria tersebut langsung mengambil ponsel yang mendarat di dekat kakinya.

“Tak apa.” Si pria melengos begitu saja.

Nami menoleh sebentar dan memperhatikan cara jalan pria itu yang sangat tergesa-gesa. Cara jalan khas orang sibuk pikirnya.

Waktu berjalan cepat, sehingga senja datang menyergap. Nami pulang setelah seharian menjadi budak para senior. Rasanya ingin langsung tidur saja ketimbang membersihkan tubuh dulu, akibat dirinya yang terlalu lelah jiwa dan raga.

Nami menatap jam dinding. Dirinya baru ingat bila rencananya setelah pulang adalah mengirim uang kepada mamanya. Ia terpaksa harus mengutarakan niatnya untuk mendapatkan pinjaman dari sahabatnya, Leony. Nami merogoh isi tasnya untuk mencari ponsel dan menelepon Leony.

“Lho, kok?!”

Nami melihat lockscreen ponsel yang bukan lockscreen ponselnya.

“Mampus!” umpatnya. Nami punya firasat tidak bagus.

“Kambing! Ponselku ketuker!”

Sementara di belahan bumi lain, lebih tepatnya di Milan, Italia. Seorang pria berbahu lebar sedang diliputi pertanyaan yang sama dengan Nami. Pria tersebut membaca pesan dari seseorang yang kontaknya bertuliskan mama.

(“Mana transferannya? Sengaja kamu, ya, nonaktifin ponsel kamu? Mama tunggu sampai jam delapan. Jangan berani macam-macam sama mama. Hutang budi kamu ke mama itu masih bejibun.”)

Jari-jari pria itu gatal ingin mengulir isi pesan lainnya dari kontak bernama mama. Alis tegasnya semakin menukik membaca caci maki pada setiap ketikan yang hanya ditanggapi kata-kata penuh kepasrahan dari seseorang yang ia tebak adalah Nami.

“Samudra, aku sudah menghubungi pihak bandara untuk mencari penumpang yang siapa tau ada melapor kalau tertukar ponsel.”

Bagaimana Rajasa yang merupakan manager dari Samudra tidak panik, jika ponsel artisnya berubah wallpaper dengan sendirinya? Wallpaper ponsel Samudra menampilkan potret belakang dari tubuh sang kekasih hati. Sementara ponsel yang ada di tangannya sekarang, menampilkan potret tubuh perempuan mengenakan bikini berwarna hitam. Sayang tak ada penampakan wajahnya. Itu hanya foto dari leher hingga paha.

Malangnya lagi, Samudra baru sadar ponsel di tangannya bukan miliknya adalah ketika dirinya ingin mengaktifkan mode pesawat saat di dalam kabin. Anehnya lagi, ponsel dengan model yang sama persis tersebut sedang dalam kondisi tidak terkunci. Tidak ada pin angka, keamanan sidik jari, apalagi pemeriksaan wajah.

Samudra langsung bisa mengambil kesimpulan, jika sepertinya seseorang bernama Nami cukup ceroboh menggunakan ponsel tanpa keamanan.

“Aku harus menghubungi salah satu kontak di ponsel ini.”

Tapi Samudra terpaksa harus melanggar privasi si pemilik ponsel. Belum lagi, Samudra harus menebak tentang kontak mana, yang memiliki hubungan dekat dengan si pemilik ponsel.

“Terpaksa begitu. Aku sudah ngasih tau kamu mulai tadi. Cek aplikasi hijaunya. Hubungi orang yang isi chatnya kelihatan akrab dengan pemilik ponselnya.”

“Kalau pemilik ponsel marah?”

“Yang penting ponselmu kembali. Nggak ada yang bisa memastikan jika ponsel kamu berada di tangan orang bijak. Jika orang itu tahu yang ia temukan adalah ponsel seorang Samudra Dirgantara, nggak jadi jaminan kalau privasi kamu tetap aman. Nggak hanya privasi kamu yang bahaya. Privasi Junot, Ari, Arson, dan Umang pun dipertaruhkan.”

Sebagai seorang selebriti, privasi yang bocor bisa dijadikan bisnis gelap di dunia entertainment. Maka Samudra pun meminta maaf dalam hati pada si pemilik ponsel. Ia membuka aplikasi hijau, dimana banyak pesan menumpuk yang tidak terbaca.

Lagi-lagi, Samudra membuka room chat bernama mama. Hampir saja Samudra ingin menekan icon bergambar telepon. Semua sumpah serapah si mama membuatnya ketar-ketir.

(“Anak beban! Mana transferan bulan ini? Biaya hamil, melahirkan, sampai membesarkanmu nggak murah. Kamu mau meniru tabiat busuk papa kamu yang menelantarkan mama selama ini?”)

Samudra hampir tidak sanggup menyimak yang selanjutnya. Balasan dari Nami yang ternyata anak dari si mama, membuat hati Samudra nelangsa tidak karuan rasa. Sampai-sampai wallpaper room chat Nami yang menampilkan potret diri Samudra bersama keempat teman satu grupnya, tidak mampu menandingi dahsyatnya efek caci maki dari mamanya Nami.

(“Mama, gaji Nami belum turun. Ini masih tanggal dua puluh lima. Biasanya Nami juga langsung transfer di awal bulan. Uang gaji Nami hampir semuanya buat mama. Tolong, mama lebih bijak dalam mengatur keuangan. Mama menabung, kan?”)

Menurut Samudra, nasehat si Nami sudah sangat sopan, wajar, dan bagus. Namun anehnya, si mama tak terima. Seakan-akan kosa kata yang bisa si mama ketik hanyalah kata-kata jahat.

Mama tiri? Wajar Samudra berpikir demikian.

Dari obrolannya semakin ke atas, si mama juga mendesak Nami agar segera melepas masa lajang.

(“Nyesel mama ngelahirin anak kurang beruntung seperti kamu. Temen-temen kamu dapat jodoh orang kaya semua. Nggak seperti kamu yang satu pun pria nggak ada yang deket. Udah kepala tiga usia kamu, malah masih nangisin kartun. Pas mama kenalin sama lawan jenis, kamu malah nolak. Sombong banget jadi perempuan. Jangan banyak tingkah dan pilih-pilih. Cantik juga nggak, kamu itu. Nurun gen papa kamu, sih.”)

Samudra ingin meminta maaf pada ayah dan ibunya nanti. Ia kira, orang tuanya sudah paling pemarah di dunia. Ternyata orang tuanya masih termasuk penyayang dan penuh kasih. Seemosi-emosinya mereka, tidak pernah satu kali pun Samudra dan kakaknya menerima sumpah serapah.

Samudra lanjut membaca balasan si pemilik ponsel.

(“Mama, terima kasih atas perhatiannya. Sekarang lagi musim pancaroba. Mama jaga kesehatan, ya? Nanti Nami kirimin vitamin buat mama. Jangan begadang dan jangan telat makan.”)

Tidak bisa. Samudra tidak kuat melihat kemalangan ini. Sekejam apapun kata-kata si mama, pemilik ponsel tetap perhatian dan sangat jelas sayangnya pada sang mama.

Samudra yang memiliki hati nurani pun telah memutuskan sesuatu. Ia menemukan nomor rekening si mama dan mengirimkan sejumlah uang dengan meminjam mobile banking milik Rajasa.