Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 9-Toko Buku

Katanya, jika cewek yang memendam rasa duluan, biasanya cuma akan berakhir sebagai angan.

***

"Lo gak masalah pulang bareng gue?" Juan yang tengah fokus mengendara bertanya.

Pasalnya, Dara tidak jadi naik grab karena baru ingat kalau uang jajannya sudah habis. Sebenarnya ia bisa saja membayar setelah sampai di rumah nanti. Namun sayangnya, Amira-mamanya- sedang tidak ada di rumah saat ini.

"Ya kagak lah. Goncengan sama lo kan gak bikin gue masuk ke BK."

"Anjir." Juan tergelak. "Enggak, maksud gue mungkin aja lo ngerasa gak nyaman kalo pulang bareng gue. Apalagi tadi anak-anak pada ngeliatin lo aneh,"

Dara kembali mengingat ketika orang-orang yang ada di sekitar gerbang terus meliriknya ketika ia dibonceng oleh Juan. Mungkin bola mata mereka sudah hampir melenceng dari porosnya jika saja Juan tidak menambah kecepatan untuk segera meninggalkan pekarangan sekolah tadi.

"Mungkin karena mereka terlalu terbuai dengan pesona gue kali. Makanya pada gagal fokus semua." kekeh Dara di akhir kalimatnya.

Tak ada percakapan lagi kemudian selain deru angin dan bunyi kendaraan di jalan yang agaknya ramai. Lampu lalu lintas berganti warna merah, mewajibkan setiap pengendara untuk berhenti kecuali yang ingin berbelok ke arah kiri.

"Dar," Dara yang terpanggil mendongak dari ponselnya.

"Kita mampir ke toko buku bentar ya,"

Dara mengangguk. "Oke." sahutnya singkat setelah kemudian lampu lalu lintas berganti warna lagi dan mereka lantas beranjak pergi.

***

"Lo suka baca novel ya?" Tanya Dara ketika melihat Juan yang tengah asik berkutat memilih buku di rak khusus novel.

Juan yang merasa ditanya menggeleng. "Enggak. Gue nyari novel buat adek gue."

Dara melirik-lirik bermacam judul novel yang tersusun rapi di rak sebelahnya.

"Lo sendiri? Gak suka baca?"

Dara langsung menoleh dan sumringah. "Wuih! Kok tau?" Dara terkekeh. "Bukannya gak suka sih. Cuma kurang suka aja."

Dara mengambil salah satu judul novel yang agaknya menarik untuk dibaca sinopsisnya. "Gue kalo baca novel gini nunggu sebulan lebih baru bisa selesai ngabisinnya."

"Udah belumut itu buku nungguin lo." celetuk Juan asal.

Dara tertawa. "Hiyahiya. Kasian si buku."

"Nungguin yang gak pasti,"

"Sa ae lu mas,"

Juan hanya tergelak singkat kemudian. Cowok yang memakai jaket hitam itu memilih mencari novel di rak lain tempat Dara berdiri.

Jika dilihat-lihat, Juan bisa dibilang cukup memiliki bentuk badan yang proporsional. Postur tubuh tegap, tidak terlalu kurus dan tidak juga terlalu gemuk, dan juga wajah yang bisa dibilang lumayan. Ah tidak, mungkin memang tampan. Setidaknya cukup enak dipandang mata.

Sial. Dara salah fokus. Kenapa dia jadi memperhatikan Juan segitunya?

"Emm oh iya Juan! Waktu itu lo sempet bilang kan, kalo lo gak mau cewek kayak gue kenapa-napa. Maksudnya cewek kayak gue itu apa ya?"

Juan memandangi Dara sekilas sebelum kemudian mengambil salah satu buku yang kelihatannya menarik.

"Lo itu cewek yang harus dilindungin. Dijaga martabatnya. Bukan dirusak. Dan gue ngerasa bertanggung jawab untuk ngejamin semua itu."

Dara mengerutkan kening. "Kenapa gitu?"

"Gue cowok. Dan udah jadi tugas cowok untuk ngelindungin seorang cewek. Kayak lo."

Dara merutuk dalam hati. Menyesal sudah bertanya demikian. Kalau begini kan jadinya Dara yang baper sendiri.

"Ditambah lagi lo berkemungkinan kenapa-napa itu karena ngikutin gue. Makanya gue ngerasa bertanggung jawab soal itu."

Dara menggaruk tengkuk belakangnya salah tingkah. "Emm Terus soal tanding tinju itu, kenapa lo lebih milih di bayar untuk kalah? Padahal kan lebih bagusan menang?" Pertanyaan Dara kali ini sukses membuat Juan terdiam. Bahkan sempat membuat cowok itu menghentikan pergerakannya beberapa saat.

"Sebenernya gue bukannya kepo ya Juan, cuma penasaran aja gitu. Kenapa orang-orang pada bilangin elo pembunuh bayaran? Emangnya lo bisa ngebunuh orang kayak yang di film-film hollywood gitu ya?"

Juan memutuskan untuk meletakkan kembali buku yang sempat hendak ingin ia lihat tadi.

"Apa lo bakalan bunuh cowok kemaren kalo gue gak sempet mergokin elo? Terus kenapa lo gak keliatan takut atau cemas padahal gue bisa aja ngebocorin semua yang udah gue liat?"

Kali ini Juan memandang lurus ke arah Dara. Raut wajah Juan yang tanpa ekspresi membuat Jantung Dara berdebar seketika. Bukannya apa-apa, takutnya Juan ternyata marah padanya karena cewek itu sudah banyak tanya.

Tiba-tiba Juan tergelak. Sial, kenapa tawanya malah terlihat sangat manis?

"Tingkah lo menggemaskan. Bikin jantung gue berdebar gak karuan." Juan yang tadinya menyandar pada sisi rak tiba-tiba berjalan mendekati Dara.

Pipi Dara sukses memanas. Juan yang semakin dekat dengannya berhasil membuat cewek yang wajahnya hampir memerah itu bergetar gugup.

Juan mendekatkan wajahnya, Dara refleks menjauh. Sebelah tangan cowok itu terjulur melewati lehernya.

"Lo wangi bedak bayi,"

Walaupun jarak mereka sebenarnya tidak terlalu dekat, namun bagi Dara jarak mereka sudah terkesan sangat dekat. Bahkan dapat Dara lihat dengan jelas wajah Juan di depan wajahnya. Dara merutuki pikirannya yang mulai meracau entah kemana-mana.

"Aroma tubuh lo harum. Jangan ketawa dengerinnya, tapi wangi lo sukses bikin gue candu. Jadi gak pengen jauh-jauh,"

Jantung Dara semakin berpacu, seperti ada balapan kuda di dalamnya. Bulu kuduknya langsung meremang begitu mendengar bisikan Juan tepat di samping telinganya.

"Tapi kalo terlalu deket, bakalan mudah buat jatuh cinta sama lo. Dan itu bahaya." timpal Juan kemudian seraya mengambil buku novel yang ada di belakang kepala Dara.

Juan menjauh, lantas memiringkan kepalanya. "Ada yang mau lo beli selagi disini?"

Dengan kondisi debaran jantung yang masih miris, Dara spontan menggelengkan kepalanya. "Nggak ada."

"Oh gitu," Juan manggut-manggut sekenanya sebelum kemudian meraih tangan Dara berniat menariknya pelan. Mengajak cewek itu untuk menuju ke kasir bersama.

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel