Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 10-Penguntit

"Gak perlu mengumbar kata. Cukup rasain aja kalau tiap detik, tiap hari, tiap minggu, gue terus bertambah rasa."

***

Dara memainkan bola matanya. Berpikir sekali lagi ingin bertanya atau tidak. Sepertinya ia masih belum yakin.

"Em, Juan."

Juan yang tengah fokus mengendara spontan melirik Dara sekilas dari kaca spion. "Kenapa Dar?"

"Eh gak jadi deh," kekeh Dara kemudian.

Takutnya cowok dengan sebelah telinga di tindik itu merasa risih jika

Dara kebanyakan bertanya. Takutnya Dara akan diturunkan di bawah kolong jembatan atau ditinggalkan di tengah jalan karena cewek itu terus bersikap menyebalkan. Kan gak lucu. Apa kata subscribernya nanti?

Tapi sayangnya Dara masih begitu penasaran. Karena Juan masih belum menjawab pertanyaannya yang tadi.

"Juan,"

Juan tergelak kecil meskipun tau Dara tidak akan melihatnya. "Tanya aja Dar,"

Cewek bertubuh kurus itu terkekeh seraya menyampirkan anak rambutnya ke samping telinga. "Nggak jadi deh, nanti pasti gak lo jawab juga kan?" Cengir Dara.

"Tapi sebenernya gue penasaran sih Juan, kenapa lo gak jawab pertanyaan gue tadi? Emangnya rahasia banget ya? Tapi tenang aja, gue gak bakalan nanya kok!"

Juan tersenyum kecil, menggigit bagian dalam bibirnya gemas. Cewek yang diboncengnya ini benar-benar menggemaskan.

"Jadi yang tadi itu bukan pertanyaan?" cibir Juan sambil menahan senyum.

Dara mengetuk kepalanya sendiri sambil mengumpat tanpa suara. Sepertinya dia memiliki bakat dalam hal bertingkah absurd. Apa ini keturunan?

"Ahahaha," kalau sudah begini, Dara harus pura-pura ketawa saja. "Oh iya ya, barusan tadi pertanyaan ya. Emang dasar gue mah."

Perlahan senyum Juan memudar. Bukannya dia tak ingin jujur, namun cowok itu masih belum terbiasa terbuka dengan orang lain. Bukan berarti dia tertutup. Hanya saja, ada beberapa hal yang sebaiknya tidak perlu diceritakan. Dan disimpan sendirian. Karena mungkin saja, orang lain tidak perlu tau mengenai itu.

"Nanti lo bakal tau sendiri," Celetuk Juan kemudian yang langsung mendapatkan deheman bingung dari Dara karena tidak mengerti.

Dara coba memahami itu. Tidak seharusnya ia memaksa Juan menceritakan kepadanya tentang kehidupan pribadi cowok itu. Memangnya Dara siapanya? Ah. Seharusnya Dara sadar diri.

Tepat ketika Dara tidak sengaja menolehkan pandangan ke belakang. Entah kenapa cewek yang rambutnya kini dicepol itu merasa ada mobil yang tengah mengikuti mereka. Dara tidak yakin ini hanya perasaannya saja atau memang benar mobil itu mengikuti mereka.

"Juan, kayaknya mobil hitam itu ngikutin kita deh."

Juan segera melirik ke kaca spion. Memang ada mobil berwarna hitam di belakang mereka. Untuk memastikan mobil itu benar-benar mengikuti mereka atau tidak, Juan sengaja mengambil jalur kanan. Dan ternyata benar saja. Mobil itu memang mengikuti mereka.

"Pegangan yang kuat Dar,"

"Ha?"

Tanpa menjelaskan sebelah tangan Juan bergerak melingkarkan tangan Dara di pinggangnya. Meminta cewek itu memeluknya erat.

"Gue bakal ngebut." Jelas Juan sebelum kemudian membelokkan setang ke kanan melajukan kecepatan sambil sesekali melirik ke arah kaca spion memperhatikan mobil itu yang ternyata juga menambah kecepatannya.

***

"Juan, itu siapa sih? Kenapa dia ngikutin kita?" cewek yang ada di samping Juan itu berbisik. Menampilkan raut wajah bingung yang kentara.

"Sstt!" Cowok itu hanya menutup mulutnya dengan jari, meminta cewek itu untuk tidak berbicara dulu.

Dari balik gedung tua yang sudah setengah roboh bangunannya, Juan melirik hati-hati. Mobil tadi tampak berhenti karena target yang diikuti telah menghilang dari pandangan. Bisa Juan lihat cowok yang memakai kemeja hitam baru saja keluar dari dalam mobil. Lantas mengambil ponsel di saku, melakukan panggilan jarak jauh.

"Dia berhasil kabur bos,"

Karena cowok itu terlihat tengah sibuk dengan panggilan, Juan berniat menghampiri cowok yang kini tengah membelakanginya itu.

"Tunggu sini bentar, jangan nyusulin gue." pinta Juan sebelum kemudian berjalan mengendap-endap mendekati cowok itu.

Juan memutar tungkai menendang bagian belakang cowok berkemeja hitam itu. Sadar, cowok itu segera membalikkan tubuh dan menghindar ketika Juan berniat kembali menyerang.

Juan melakukan serangan awal dengan menggunakan teknik pukulan jab. Tampaknya lawannya itu cukup lihai mengelak darinya. Juan mengecohinya dengan melakukan beberapa pukulan silang sebelum kemudian menendang perut cowok itu hingga terjerembab ke lantai.

Juan menarik kerah baju cowok itu hingga tubuhnya terangkat ke atas. "Siapa yang udah nyuruh lo?"

Cowok itu tidak menjawab justru menempis tangan Juan dan mendorongnya. Lantas bangkit kembali serta mengeluarkan pisau dari sakunya.

Jangan mengira Juan akan takut hanya karena di sodorkan benda tajam itu. Juan kembali melakukan pukulan. Namun sialnya cowok itu berhasil melukai bahu Juan dengan pisau. Juan segera menempisnya dan menyikut leher belakang cowok itu sampai terjatuh ke lantai.

"Juan!" Dara terpekik, karena melihat Juan yang terkena goresan pisau lelaki itu.

Lelaki itu menendang tungkai Juan horizontal, tepat ketika Juan oleng cowok itu mendorongnya sebelum kemudian berlari masuk ke dalam mobilnya.

"Sial,"

"Juan!" Dara menghampiri Juan ketika lelaki itu sudah pergi. "Lo berdarah!"

Juan menahan lengan Dara yang hendak menyentuh bahunya yang robek. "Lo gak kenapa-napa kan?"

Mata Dara berkaca-kaca. Dia sangat tidak suka ada aksi semacam tadi yang melibatkan bahaya bagi orang lain. Ditambah lagi bersenjata.

"Seharusnya gue yang nanya gitu! Kenapa di lawan sih? Mendingan kita kabur aja tau gak. Jadinya kan gak bakalan kayak gini. Lo gak bakalan luka kayak gini." Dara terisak. Air matanya turut turun.

Katakanlah dia cengeng atau lebay, hanya saja melihat orang dalam kondisi seperti ini membuat rasa simpatisnya muncul. Ditambah lagi, keadaan seperti ini membuatnya kembali terlempar pada kejadian 9 tahun yang lalu.

Dia hanya takut orang-orang terdekatnya, kenapa-napa lagi.

"Gue takut terjadi sesuatu sama lo. Apalagi itu benda tajam. Kita gak tau apa itu berkarat atau nggak."

Juan lantas menyentuh kedua bahu Dara lembut. Meminta Dara untuk melihat ke arahnya. Sebelum kemudian menarik cewek itu masuk ke dalam rengkuhannya.

"Gue gak tau gimana caranya ngadepin cewek yang lagi nangis." Juan mengusap punggung Dara pelan.

"Gue juga gak punya tisu ataupun sapu tangan, jadi lap air mata lo di seragam gue aja ya."

Meskipun menangis, cewek itu masih sempat-sempatnya saja tergelak. Mendengar guyonan sederhana dari mulut Juan.

"Gue gak kenapa-napa, Dar. Gak usah khawatir. Justru gue yang gak bakalan baik-baik aja kalo sempet elo yang terluka."

Dara menjauhkan tubuh perlahan seraya menghapus sisa air matanya. Menyengir sendu. "Aduh ini air mata, cengeng banget elah."

Juan menghela nafasnya pelan. "Ini jadi salah satu alasan kenapa gue gak mau lo deket-deket sama gue, Dar."

Dara mendongak, memandangi Juan yang kini menatapnya intens. Membuat jantung Dara berpacu kelewatan batas.

"Sekarang udah ngerti kan seberapa bahayanya gue buat elo?"

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel