Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 7-Keceplosan

"Mungkin persahabatan yang kita punya tidak terlalu sempurna. Tapi kita masih bisa membuat cerita dengan mereka menjadi kenangan yang lebih bermakna."

***

"Dara pamit, pa!" seusai mencium punggung tangan Wavi, cewek itu segera berlari melewati gerbang sekolah dengan langkah terburu-buru. Seakan-akan gerbang sekolah akan segera ditutup sedetik lagi.

"Sodara kamu kenapa tuh?" Tanya Wavi keheranan.

Saga bergidik acuh seraya menyalami punggung tangan ayahnya. "Begadang kali," ucap Saga sekenanya sebelum kemudian turun dari mobil dengan santai.

Pasalnya, tadi pagi Dara bangun agak kesiangan. Padahal ada pr yang belum sempat ia kerjakan. Karena itu, ia berniat untuk cepat-cepat menuju ke kelas untuk mencontek pr Jessica.

Tapi anehnya, cewek itu masih bisa sempat-sempatnya membuka kamera ponsel. Mengangkat ponselnya tepat di depan wajah, merekam dirinya sendiri.

"Gila gais, ini tuh bener-bener greget tau gak sih. Liat aja nih keringat gue pada cucur-cucur gitu kek air terjun pengantin. Jantung gue nih, dengerin deh, masih dugun-dugun disko sangking paniknya." Dara ngevlog seraya berjalan.

Tak jarang ada anak-anak yang meliriknya aneh. Hanya saja beberapa dari mereka sudah cukup lumrah, karena cewek itu termasuk salah satu vlogger yang mereka gemari. Jadi, sebagian dari mereka ada yang bertingkah biasa saja.

"Untung aja ada Saga yang bangunin gue," Cewek itu merangkul Saga iseng.

"Iya gak Ga?"

Seperti biasa, Saga menurunkan tangan Dara risih dari lehernya. Tapi tetap tersenyum manis di depan kamera seraya melambaikan tangan sebelum kemudian berjalan duluan menuju ke kelasnya.

Lumayanlah, numpang eksis.

"Astaga! PR GUE!" Dara menghentikan rekaman, dan langsung segera lari. Kebiasaan cewek itu kalau sudah keasikan vlogging, jadi melupakan hal penting yang harus ia kerjakan.

Sialnya, cewek itu terpijak tali sepatunya sendiri-lagi. Alhasil ia pun terjungkang mulus, bertemu dengan lantai ubin.

"HUEEE Sial banget sih gue?!" Dara mengerucutkan bibir, mendudukkan badan seraya menutup wajah.

Sejatinya, hal yang paling menyedihkan itu bukan betapa sakitnya ketika kita jatuh. Tetapi rasa malunya karena kita jatuhnya di depan banyak mata.

"Anjrit, mau diletakin dimana nih muka gue yang imut ini..."

Tiba-tiba bayangan seseorang tampak tengah menjongkok di hadapannya. Disusul jeritan histeris siswi-siswi alay seakan-akan ada pangeran tampan yang hendak menolong tuan putri yang kesusahan. Penasaran, Dara pun lantas membuka wajahnya.

Daniel tersenyum. Dara mengerjap.

"Ngapain mbak? Ngepel lantai kok pake rok? Teknologi terbaru ya?"

Dara segera mengerucutkan bibir. Memukul-mukul dada bidang Daniel kesal. "Lo bukannya bantuin gue malah ngehina, emang dasar loe saepul!"

Daniel meringis dan terkekeh. "Bukannya apa-apa ya Dar, gue cuma melihat sepertinya... passion lo lebih oke di bidang pel-mengepel gini deh, Dar." Ucap Daniel seraya manggut-manggut, meyakinkan. "Saya mencium aroma-aroma masa depan anda ada disini." Daniel menghirup napasnya dalam-dalam. Spontan membuat Dara mencubit lengannya kesal.

"Tae lo, Dan."

Daniel tergelak. Namun membantu Dara juga untuk segera berdiri. Cewek itu menepuk-nepuk debu yang agaknya menempel di roknya.

"Ah, sayang banget gue gak sempat ngerekam elo. Padahal kan mantul kan yah kalo dimasukkin ke vlog terbaru lo."

Dara tertawa. "Bangcad." umpatnya.

Tepat ketika Dara sedang mengobrol dengan Daniel, matanya tidak sengaja menatap Juan yang kebetulan muncul dari lapangan. Cowok itu juga menatap ke arahnya. Juan lalu tersenyum kepadanya.

Tunggu, Juan tersenyum? Kepada Dara?

Oke, dengan menetralkan kegugupannya Dara menggigit bibir refleks. Lalu kemudian balas tersenyum tipis.

"Eh Dar, ini gak salah kan?"

Dara langsung menoleh ke arah Daniel yang mengajaknya bicara. "Hm?"

"Lo tadi liat gak?"

Entah kenapa, cewek itu tiba-tiba bertingkah aneh sendiri. Seakan-akan takut kepergok Daniel kalau dia dan Juan tadi sempat saling melempar senyum.

"Li-liat... Apa?"

Daniel memicing seraya memiringkan kepala. Membuat Dara refleks memasang raut wajah bingung yang kentara.

"Tadi Juan--"

Dara menatap Daniel fokus, bersiap-siap mendengar kalimat lanjutannya.

"Juan natap gue! Gila, ini gak salah kan? Jangan bilang Juan suka gue. Gue tau sih gue emang ganteng. Kasanova sekolah. Tapi gue masih normal kali. Meskipun gue playboy gue masih suka sama cewek kali. Sumpah masa iya sih Dar?!"

Dara refleks menahan tawa. Tidak, bahkan ia refleks tertawa ngakak. Gak kuat menanggapi pernyataan Daniel yang asal bicara barusan. Mana mungkin sih Juan suka sama manusia seperti dia?

"Ya kagak lah goblok," Dara sampai sakit perut sangking ngakaknya. "Yakali Juan suka sama lo."

"Terus tadi apaan? Jadi maksudnya Juan senyum sama--" tudingan Daniel terputus. Beralih menilik Dara curiga.

"Ya sama gue lah! Haha!"

Eh. Tunggu.

Dara keceplosan.

Mampus.

Dara spontan menghentikan tawanya. Menatap Daniel yang raut wajahnya tidak bisa di artikan tengah menatapnya lurus. "Lo sama Juan--?"

"Eh, enggak Dan. Lo salah paham anjir. Haha. Gue sama Juan ya cuma temen. Cuma temen kok. Beneran! Meskipun gue pengennya lebih, ehe." Kalimat terakhir Dara cuma berakhir di tenggorokan saja.

Jauh dari apa yang Dara perkirakan, ternyata Daniel malah memasang raut wajah senang.

"Serius lo?! Alhamdulillah Dar! Ternyata lo normal! Gak khawatir lagi gue sama lo!" Daniel spontan memeluk Dara gemas.

"Terimakasih ya allah! Akhirnya sahabat gue yang mukanya pas-pasan ini bisa suka sama cowok juga!"

Dara mendorong Daniel kesal. "Kampret. Lu kata gua gak normal?"

Daniel hanya terkekeh. "Tapi serius lo sukanya sama Juan?"

Dara menyisipkan anak rambutnya ke telinga salah tingkah. "Apaan sih lo Dan,"

"Ya gak papa sih, asal si Juannya gak nyakitin elo gak papa. Gue sebagai sahabat bakal mendukung lo mau milih siapa. Tapi kalo dia bikin lo nangis, langsung lapor ke gue, Dar!"

Dara tergelak. Bukannya terharu mendengar kata-kata Daniel, ia malah menganggap kata-kata cowok tersebut guyonan. "Kalo gue lapor, bakal lo kasih pelajaran gitu?"

"Enggak. Tapi bakal gue bantuin! Ahaha!" Daniel tertawa, Dara spontan memijak kakinya.

"Aduh," Daniel meringis. "Tapi serius nih, Dar. Kalo dia ngecewain elo, jangan dipertahanin. Gue gak mau lo jadi lemah. Karena gue gak suka ngeliat lo terluka."

Dara terdiam. Melihat raut wajah Daniel yang agaknya serius, membuat Dara manggut-manggut setuju. Kemudian Daniel tertawa lagi.

"Lo tegang amat anjir,"

"Ambigu lo anjir," Keduanya hanya tergelak kemudian.

"Sumpah, pr yang dikasih kemarin susah bangke,"

Mendengar kata 'PR' dari siswa-siswa yang kebetulan lewat, spontan membuat Dara membelalakkan kedua bola matanya. Tepat ketika bel masuk berbunyi nyaring dan menggema di seantero koridor.

"ASTAGA! PR GUEE!"

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel