Bab 5-Kegep
"Cuma cowok berengsek yang bakal diam aja ngeliat seorang wanita dilecehkan."
***
Dara berjalan mengendap-endap. Menyusuri lorong gelap yang dipenuhi sekelebat asap rokok. Hidungnya terpaksa harus menahan napas ketika mencium aroma-aroma tak sedap, tak lain tak bukan tentu saja bau keringat.
Namun langkahnya seketika melambat tatkala melewati salah satu pintu ruangan yang agaknya sedikit terbuka. Menampilkan siluet seseorang yang sepertinya ia kenali.
"Senang berkerja sama dengan anda, tuan Juan Elkana."
Dara mengerutkan kening. Mencondongkan badan sedikit, mengintip diam-diam.
"Gak usah basa-basi jing."
Bisa Dara lihat ada Juan yang sedang berbicara dengan seorang cowok dengan tubuh penuh keringat yang Dara ingat adalah lawan Juan tadi ketika di ring.
"Padahal ya, gue sempet kaget pas tau lawan gue itu elo. Gila aja, gue harus melawan seorang Juan. Bisa mati dong gue." Cowok dengan rambut pirang itu mengelap keringatnya dengan handuk kecil, seraya tertawa menjengkelkan.
"Tapi ternyata melawan lo gak sesusah yang gue kira."
Juan yang tengah memakai kembali kaos putihnya tidak menggubris.
"Apa dong ya tawaran gue lebih tiga kali lipat daripada hadiah menang." Cowok songong itu menyentuh bahu Juan. Tersenyum miring. Menjengkelkan.
Juan acuh. Hanya balik badan kemudian menatap lurus cowok itu dengan tatapan datar. "Bayaran gue."
Si pirang itu tertawa receh. "Santai bos, tenang. Gak usah ngegas. Ada kok, ada."
cowok itu kemudian menoleh ke samping, seperti memberi kode. Kemudian cowok lain yang diduga asistennya menghampiri, lantas menyodorkan amplop kuning kepada bosnya.
"Nih, bayaran lo."
Dara mengerutkan kening ketika Juan menerima amplop yang sepertinya berisi uang itu. Dara tidak bisa membohongi pikirannya sendiri. Ia jadi semakin penasaran dengan cowok yang katanya 'berbahaya' itu.
Emangnya apa alasan Juan mau dibayar begitu saja hanya untuk sebuah kekalahan?
"Eh anjir, kenapa gue jadi kepo sama Juan gini sih? Ini juga ngapain gue sampe kesasar disini? Udah gila kayaknya gue."
Dara akhirnya memutuskan balik badan. Memutuskan untuk pulang saja.
"Wah wah, ada cewek cantik disini."
"Gimana bisa ada disini cantik? Gatau ini tempat apaan?"
Dara yang baru saja balik badan spontan mendongak dan terbelalak. Ada dua orang bertubuh besar sebesar hercules yang sudah berdiri di hadapannya. Cewek itu refleks bergidik ngeri melihat pandangan dua orang itu yang agaknya mengganggu.
"Wah, Ini dimana ya? Kayaknya saya kesasar deh hehe. Em, saya permisi dulu om." Dara mungkin sudah dari tadi pergi kalau saja dua orang itu tidak menghalangi.
Ini orang pengen di karatein apa gimana?
Seandainya saja badan mereka tidak besar-besar dan kekar-kekar, mungkin sudah Dara sleding dari tadi. Tapi ia tidak mau mati konyol hanya karena sok-sokan ingin melawan dua petinju menyeramkan itu.
"Jangan pulang dulu lah, udah terlanjur disini juga."
"Tenang, kita jinak kok."
Melihat dua orang itu yang sudah mulai berani mendekat, Dara kelimpungan dan gelisah. Sepertinya rasa penasarannya telah membawa dia ke tempat yang salah. Dara menyesal sudah menguntit.
"Ayo sini, udah gak usah tak--"
"Hwaa!!!" Dara refleks balik badan dan berlari. Namun ia malah masuk ke dalam ruangan tempat Juan berbincang tadi.
Astaga, mampus gue.
Juan melihatnya dengan pandangan terkejut. Begitupula orang di sebelahnya. Dara lantas menyengir polos.
Ketauan gue, jir.
"Lo-- kenapa bisa ada disini?" Juan bertanya, masih dengan ekspresi kagetnya.
Dara melirik ke arah pintu, dua orang tadi sudah pergi. Mungkin mereka takut karena melihat Juan? Intinya cewek yang masih memakai sendal bulu-bulu itu akhirnya mendengus lega.
"Wow, dia cewek lo?" si pirang menyebalkan itu berkomentar, Dara memandangnya.
"Gila," cowok itu menggeleng. "Bodynya leh uga. Kulitnya mulus amat anjir."
Juan mengacuhi cowok itu dan malah mendekati Dara, memegang lengan cewek itu. "Gue anterin pulang ayo,"
"Bisa kali tu cewek gue cobain dikit. Berapa harganya semalam? Gue bayar nominal sesuka lo deh."
Dara spontan melotot. Ucapan cowok itu benar-benar kurang ajar!
"Brengsek!" Tapi umpatan Dara sudah keburu di wakili oleh Juan.
Eh, tunggu. Juan?
BUGH!
"Eh, eh Juan!"
Juan langsung menonjok hidung cowok itu keras tanpa menggubris Dara. Berikut dengan hantaman telak sekali lagi pada rahang cowok kurang ajar yang kini sudah terlentang di lantai.
"Ngomong apa lo barusan hah B
Bangsat?!"
Si pirang itu meludah. "Anjing! apa yang salah woi? Bukannya lo udah terbiasa mengorbankan apapun demi uang?!"
Juan yang terpancing emosi menghajar cowok itu lagi. Namun buru-buru ditahan oleh asisten si cowok pirang tersebut. Tidak berani melawan balik mengatasnamakan bosnya itu.
"Bangsat lo Juan!" Pekik cowok itu ketika Juan menjauh.
Juan hanya menatap cowok itu tajam seraya melepaskan pegangan asisten cowok itu. Menyebar aura dingin mendominasi.
"Asal lo tau aja, cuma cowok berengsek yang bakal diam aja ngeliat seorang wanita dilecehkan."
"Dan orang-orang seperti lo, pantas buat di kasih peringatan." Salak Juan penuh penekanan sebelum kemudian mencekal lengan Dara lagi. Menarik cewek itu pergi dari sana.
***
"Kenapa bisa masuk kesana?"
Mereka sudah keluar dari bangunan tua tadi dan sampai di tepi jalan raya. Dara menoleh ke arah Juan yang masih menunggu cewek itu menjawab pertanyaannya.
Yakali gue bilang gue ikutin dia kan.
"Yaa tadi gue jogging kan. Terus tu ngeliat wah ada bangunan tua, gitu. Ya gue masuk aja, gitu. Hehe."
Alasan macam apa itu guvluk?
Juan malah memandang Dara tidak percaya. Mata cowok itu lalu turun ke bawah, membuat Dara jadi menggaruk tengkuknya canggung.
"Yakin lo jogging pake sendal bulu-bulu gitu?" Juan terkekeh kecil. Dara spontan membulatkan bola mata, baru ingat.
KOK LU BEGO BETUL SI DAR?!
Jadi Dara hanya merespon HAHA HEHE receh saja.
"Lo ngikutin gue?"
Dara semakin gelagapan. "Aa-- anu... Tadi kebetulan aja. Gue gak sengaja liat lo. Jadi... Gue penasaran terus ngikutin lo hehe."
Juan hanya mendengus singkat. "Lo Andara anak IPA 5 kan?" Dara mengangguk. Juan menghela nafas lagi.
"Gue udah pernah bilang sama lo buat jangan penasaran sama gue."
Dara bungkam. Menundukkan kepalanya. Dara akui dia salah. Tapi tolong salahkan saja rasa penasarannya yang terlalu over dosis itu.
Juan lalu meletakkan tangannya di bahu Dara, Lalu menatap cewek itu lembut. Kalau boleh jujur, tatapan Juan yang dalam itu sangat mempesona, sukses membuat jantung Dara auto olahraga.
"Jangan lagi ngelakuin hal yang bisa ngebahayain elo, Dar. Apalagi alasannya karena gue."
Dara mengangguk singkat. Sebelum kemudian dikejutkan dengan kalimat Juan setelahnya yang langsung membuat perasaannya bersusah payah melawan kadar kebaperan.
"Gue cuma gak mau cewek kayak lo kenapa-napa."
***
