Bab 13- Sobat Lama
"Jangan main-main sama perasaan. karena hati gak sebercanda permainan layangan."
***
"Nah NaOH dan HCl itu disebut pereaksi atau reaktan. Kalo NaCl dan H2O itu disebut hasil reaksinya." Jelas Juan menerangkan.
Saat ini mereka tengah duduk bersampingan di salah satu cafe di kota Bekasi. Sebenarnya Dara bisa saja mengajak Juan belajar di rumahnya. Namun setelah dipikir-pikir lagi, nanti Saga malah akan menggoda dirinya usil jika tau ternyata tutor belajarnya adalah Juan.
Yaa. Meskipun jarang akur, Dara tetap sering menceritakan tentang dirinya atau apapun yang ia suka kepada Saga. Meskipun cuek, saudara kembarnya itu tetap menjadi pendengar yang baik.
"Sumpah deh Juan. Kenapa sih kimia itu ribet banget? Segala bikin tata nama larutan. Punya anak aja gue belom, lah udah persiapan bikin nama aja." keluh Dara seraya menjatuhkan pena asal.
Juan hanya terkekeh. Mengambil pena Dara yang menggelinding di atas buku, untuk kemudian menyusupkan kembali ke tangan cewek itu.
"Gak ribet, kalo udah terbiasa."
Dara menghembuskan nafas letih. Lalu menatap Juan seraya melipat tangan di atas buku.
"Gue tuh ya Juan, sebenernya gak bego-bego banget kok! Cuma jarang ngerti aja." cengir Dara polos, agaknya membersihkan nama baik di depan Juan.
"Gue juga gak pinter-pinter banget kok. Cuma kebetulan ngerti aja." cibir Juan mengikuti kata-kata Dara. Cewek itu hanya mengerucutkan bibirnya saja.
"Lagian lo itu bukannya gak ngertian. Cuma jarang merhatiin aja kalo guru lagi nerangin di depan." timpal Juan lagi dengan tangan yang fokus membolak-balikkan lembar kertas mencari soal yang pas.
"Ih kok tau sih?" Dara spontan mendelik curiga. Kemudian menunjuk Juan dengan antusias. "Sering merhatiin gue yaa?! Cieee ketauan." terkanya percaya diri.
Juan bungkam. Mengusap tengkuknya bingung. "Apaan etdah. Fokus belajar woi, belajar!"
Dara terkikik geli. Lalu mengangguk patuh, kalau-kalau nanti Juan merajuk dan tidak mau menjadi tutornya lagi.
"Hfft. Ada gak sih cara biar gue bisa fokus?" Keluh Dara.
"Ada." Juan menengadah. Membalikkan badannya menghadap Dara. Agak memajukan tubuh mendekat.
"Pantengin wajah gue aja."
Juan meletakkan dua tangan di bawah dagu, pura-pura memasang wajah imut. "Kegantengan gue ini mujarab lho."
Dara tertawa ngakak seraya mendorong wajah Juan menjauh. "Gak mempan anjir." kikik Dara, Juan hanya balas tertawa singkat.
"Udah, udah. Fokus belajar." titah Juan seraya menyerahkan beberapa soal kepada cewek itu.
Dara mengangguk sambil menahan tawa. Lalu mulai mengerjakan kelima soal pemberian Juan.
"Juan, kayaknya pesen kentang goreng sama cheese burger enak nih!"
"Kerjain dulu."
"Juan, main ig bentar ya."
"Nanti."
"Juan," panggil Dara lagi sambil memamerkan cengiran khasnya.
Juan menatapnya gemas. Sebelum kemudian memukul jidatnya pelan dengan gulungan buku. "Belajar." Geramnya, sambil berusaha menahan senyum.
***
Xx : Taman Kasih Hati, yang ada tukang jual es tebu deket Jalan Kenangan. Sekarang.
Xx send you a photo.
Juan mengalihkan perhatiannya dari ponsel ke arah Dara yang sedang menyerut jus mangganya. Cewek itu lalu meliriknya bingung, seraya menaikkan alis.
"Kenapa sih? Gitu amat liatin gue. Ada cabe ya di gigi gue?" Dara langsung menutup mulut, siapa tau memang ada cabe yang menempel di giginya.
Juan menggeleng. "Segini dulu aja belajar hari ini. Yuk, kita pulang."
Dara menurunkan tangannya. Lantas menatap Juan menerka-nerka. "Ada tanding tinju ya?"
"Enggak."
"Lo dapet job lagi?" terka cewek itu lagi, penasaran.
Juan mengangkat wajah. Memandang Dara sekilas, tidak menjawab. Cowok yang memakai jaket hitam itu malah mulai memberes-bereskan buku di atas meja.
Bagi Dara, diam itu artinya iya. "Harus banget ya lo ambil Juan? Gimana kalo lo kenapa-napa?"
Juan tidak menjawabnya. Malah tersenyum manis ke arahnya. "Lo ke parkiran duluan aja. Biar gue yang bayar."
Dara mengulum bibir. Tampaknya, orang seperti Juan tidak bisa dihentikan hanya dengan sekadar kata saja.
Karena Juan sudah beranjak ke kasir, Dara mulai menyusun buku-bukunya masuk ke dalam tas sebelum bangkit berdiri. Cewek berambut coklat itu refleks menabrak seorang laki-laki ketika ia hendak balik badan. Membuat minuman yang cowok itu bawa refleks tumpah ke bajunya.
"Woi! Bisa hati-hati gak sih lo?" damprat cowok itu. Nada bicaranya sedikit berteriak, spontan membuat Dara berjengit kaget.
"S-sorry. Gue gak liat kalo ada orang." Dara mengambil tisu asal di atas meja. Berniat mengelap kemeja cowok itu yang basah.
Cowok itu malah menepis tangannya. "Jadi orang itu jangan teledor makanya! Mata itu digunain, jangan cuma dijadiin aksesoris doang!"
Dara melempar tisu di tangannya kesal. "Lo kok jadi marah-marah sih? Gue udah minta maaf juga."
"Emang lo pikir, dengan minta maaf baju gue bisa kering lagi gitu?" Cowok itu mendorong bahu kiri Dara, seraya menatap tajam.
"Lo kok nyinyir banget sih? Main kasar sama cewek. Kek banci tau gak."
Cowok itu menatap Dara tidak percaya, baru kali ini melihat cewek yang berani melawan balik omongannya. "Mulut lo minta di gampar ya!"
Belum sempat tangan cowok itu menggampar pipi Dara, tangan cowok itu sudah keburu dicekal kuat oleh Juan.
"Jangan kasarin dia."
Dara memeletkan lidahnya merasa menang. Tentu saja, pelindungnya sudah datang.
Cowok itu memalingkan wajah, melihat Juan. Detik berikutnya, baik Juan maupun cowok itu sama-sama membulatkan bola mata kaget. Cekalan tangan Juan pun seketika mengurai perlahan.
"Hoho! Sobat lama rupanya." celetuk cowok itu kemudian. Membuat Dara mengerutkan keningnya bingung.
"Juan, lo kenal sama si nyinyir ini?"
Menyadari suatu hal, raut wajah cowok itu berubah antusias. Melirik ke arah Dara seraya tersenyum aneh. "Udah dapet mainan baru kayaknya."
"Dar, lo ke parkiran dulu aja." titah Juan, mengacuhkan raut wajah bingung yang Dara tujukan kepadanya.
Namun Dara tetap memilih pergi, membiarkan dua orang itu menyelesaikan masalahnya berdua. Cowok tadi masih tidak mengalihkan tatapannya pada Dara sampai cewek itu benar-benar menjauh dari mereka.
"Buang jauh-jauh pikiran kotor lo itu, Revan."
"Hoho, sans bro. Udah lama loh kita gak ketemu. Seharusnya lo baik-baiklah sama gue." sahut Revan tersenyum miring seraya menepuk pundak Juan. Juan segera menepis tangan itu.
Revan menghela nafas seraya bersedekap angkuh. "Yah, seharusnya lo udah tau ya, kalau gue bakalan kembali."
"Apa mau lo?"
Revan suka pertanyaan ini. "Sama kayak dulu. Gue mau kekalahan lo."
Juan tak menggubris, hanya menatapnya tajam. Memilih untuk beranjak pergi saja.
"Gue baru tau kalo kemenangan lo itu ternyata bisa dibeli. Seharusnya gue beli itu dari dulu ya?" cibir Revan kembali, spontan menghentikan langkah Juan.
"Gue kasih penawaran menarik buat lo. Lo jual kemenangan lo ke gue buat tandingan minggu ini. Dan gue bakalan bayar sepuluh kali lipat dari harga menang. Gimana?"
Kedua tangan Juan mengepal geram. Ia kemudian menghembuskan nafasnya pelan, sebelum kemudian memilih pergi menghampiri Dara yang menunggunya di parkiran. Mengacuhkan penawaran menarik dari revan barusan.
***
