Pustaka
Bahasa Indonesia
Bab
Pengaturan

Bab 14-Mulai Percaya

Dara sedang rebahan di sofa seraya bermain ponsel. Mengacuhkan teriakan heboh Daniel dan Saga yang sedang bermain playstation di bawahnya. Em, mungkin lebih tepatnya hanya Daniel yang heboh sendiri. Sementara Saga hanya fokus pada permainannya.

Sudah sejak SMP Daniel sering main ke rumah cewek itu. Jadi kedua orang tuanya pun sudah biasa saja tiap kali menerima kedatangan cowok itu ke rumah.

Gue penasaran deh, Juan kemaren ngambil job itu gak ya? - batin Dara bergumam sendiri ketika mengingat kembali hari kemarin.

Selain itu Dara juga penasaran, apa benar cowok nyinyir yang berdebat dengannya kemaren adalah sahabat Juan? Tapi kenapa tatapan mereka yang Dara lihat adalah tatapan permusuhan? Cukup membingungkan.

Dara lantas membuka aplikasi chat. Menimang-nimang sejenak, Chat Juan atau enggak ya?

Andara : Juan, kemaren lo gak papa kan?

(Deleted)

Andara : Juan, kemaren lo beneran ngambil job itu?

(Deleted)

Andara : Juan, lo gak bikin masalah besar kan?

(Deleted)

Andara : Juan, lo kenal cowok nyinyir kemaren sejak kapan?"

(Deleted)

Dara mendengus frustasi. Melempar ponsel asal ke samping sisi. Tidak jadi mengirim pesan kepada Juan.

"Dan! Pinjem hape dong." Dara menoyor pundak Daniel yang sedang duduk di bawahnya.

Dengan tangan fokus mengendalikan joystick, cowok itu menggerakkan pinggulnya sekilas. "Noh di kocek. Ambil sendiri."

"Dih. Ogah. Ambilin dong!"

Daniel mengambil ponselnya buru-buru lalu kemudian disodorkan asal ke belakang. Kalau-kalau ia lengah dan malah kecolongan Saga nanti.

Dengan senyum menang, Dara membuka aplikasi instagram pada ponsel Daniel. Membuka pencarian dan menulis nama seseorang.

"Yah, di private." Keluh Dara menurunkan bahu lemas. "Eh, Dan! Lo gak follow Juan ya?"

Daniel bergidik. "Entah."

"Gue follow ya?"

Daniel berdeham singkat. "Selagi bikin lo seneng, gue bakalan ikutan seneng kok Dar! Ahay!"

Dara hanya tertawa seraya menoyor tengkuk Daniel jijik. "Serah lo tai."

Daniel hanya tertawa singkat. Masih fokus memperjuangkan kemenangan. "Eh, Dar! Garukin bahu gue dong. Gatel anjir."

"Males."

"Tangan gue lagi megangin joystick ini. Entar gagal gue ngalahin si Saga."

Sambil membuka instastory, tangan Dara menggarukkan bahu cowok yang memakai kaos hitam itu juga pada akhirnya.

"Gila ya, si Saga jarang main ternyata hebat juga anjir. Gak senoob yang gua kira." curhat Daniel seraya menekan-nekan joysticknya.

Dara hanya mendengar tanpa merespon. Apalagi Saga yang tentu saja jarang meladeni pembicaraan seperti itu. Cewek yang tengah rebahan itu kemudian mendudukkan diri, lantas membuat instastory di instagram Daniel.

"Ngode lu Dar? Segala bilang 'makan kebab kayaknya enak nih'." Cibir Daniel sambil terkikik seusai Dara selesai membuat story instagram.

Dara hanya menoyor punggung Daniel sebal. "Ya habis ada dua cowok disini tapi pada gaada yang peka. Cukup tau aja."

Kedua cowok itu hanya tertawa receh tanpa memberi respon lain.

Bunyi permainan berakhir terdengar tak lama kemudian. Daniel melempar joysticknya frustasi seraya menyandar pada sofa. Tidak ikhlas dengan kekalahannya barusan.

"Hadeuh, gagal dah gue ngalahin si Saga."

"Taruhan yang tadi!" sahut Saga memperingati, seraya menatap Daniel datar.

"Iye dah iye. Inget gue."

"Taruhan apaan?" tanya Dara menimbrung. Seraya memajukan tubuh mendekat, ingin tau.

Baik Saga maupun Daniel memalingkan tubuhnya, menghadap cewek yang tengah menatap mereka antusias seraya menaik-naikkan alis.

"Kepo!" serbu keduanya bersamaan yang disambut Dara dengan mengerucutkan bibirnya merajuk.

***

Dara masih rebahan di sofa meskipun Daniel sudah pulang. Baru saja ia hendak beraksi menjaili Saga, tiba-tiba saja ponselnya berdering. Setelah melihat nama yang terpampang di layar ponselnya, wajah Dara seketika berubah antusias.

Ini beneran ni? Juan nelpon gue?

Ia buru-buru bangun dan langsung mengangkat. "Halo?"

Sempat tidak terdengar suara apapun sebelumnya. "Liat keluar jendela, Dar."

Dara sempat mengernyit bingung. Namun tetap menurut dan bergerak ke jendela. Melihat ke arah luar. Dara sempat celingak-celinguk sejenak, mengedarkan pandangan ke segala arah. Sampai kemudian matanya membulat ketika mendapati Juan yang tengah melambaikan tangan di atas pohon mangga depan pagar.

"Astaga Juan. Lo ngapain?"

"Nanti aja tanyanya, Udah gatel-gatel ni gue dikerubungi sama semut. Pada ganjen semua semutnya."

Dara terkekeh. Sebelum kemudian buru-buru beranjak keluar rumah. Juan tengah memungut mangga yang tergeletak di tanah ketika Dara menghampirinya. Cewek itu hanya tersenyum sumringah.

"Lo ngapain?"

Juan meletakkan mangga yang jatuh di atas bangku di bawah pohon. "Gak sengaja jatohin mangganya tadi." jelas Juan kemudian.

Cowok itu lalu menyodorkan sebuah bungkusan ke Dara. Cewek yang rambutnya tidak diikat itu memandangnya bingung. "Apaan nih?"

"Kebab."

"Buat siapa?"

"Buat nenek lo. Ya buat elo lah."

Dara tersenyum sebelum kemudian mengambil sodoran itu. "Kok tau sih gue pengen kebab?"

Juan mengedikkan bahu. "Gak tau sih. Tadi ada yang ngirim text ke gue."

Dara tidak begitu mendengarkan. Cewek itu terlalu senang dengan pemberian Juan barusan. Entah kenapa. Rasanya senang saja.

"Masuk Yuk!" Dara sudah menarik tangan Juan, mengajaknya masuk ke rumah. Namun Juan menolak.

"Gue disini aja."

Dara manggut-manggut lalu mengajak Juan duduk di bangku bawah pohon mangga tadi.

"Ohiya Juan, lo jadi ngambil job kemaren?"

Seperti biasa, Juan tidak menjawab. Hanya menoleh menatap Dara.

"Lo-gak bikin dia-"

"Gue gak bikin dia mati kok." sambung Juan, seolah sudah tau ke arah mana pembicaraan Dara. "Gue emang ngelakuin pekerjaan kotor itu. Tapi gue gak pernah ngebunuh orang, Dar."

Akhirnya, jawaban atas pertanyaan rasa penasaran Dara telah terjawab. Lega mendengarnya.

"Gue cuma ngegertak, atau paling enggak bikin targetnya jera sesuai permintaan klien. Paling parah gue cuma bikin mereka masuk rumah sakit doang." Juan bercerita, sambil memandangi becak yang lewat di depan mereka.

"Gue gak nerima job ngebunuh. Dan klien-klien gue juga udah tau prinsip gue. Jadi lo gak perlu khawatir, gue gak bakalan ngebunuh orang." ujar Juan seraya menatap Dara intens.

Dara menunduk agaknya merasa bersalah. "Sorry, gue gak maksud-"

"Gapapa, santai." sergah Juan sambil tersenyum tipis.

"Kalo cowok yang kemaren itu, beneran sahabat elo?"

Kali ini bisa Dara liat raut wajah Juan berubah. Tidak bisa ditafsirkan dengan jelas, tapi sepertinya Juan tidak suka membicarakan topik itu.

Cowok itu menghela nafas pelan kemudian. "Dia emang sahabat gue, dulu. Sekarang, gue gak yakin. Mungkin dia nganggap gue sebagai musuhnya."

"Karena apa?"

Juan tidak langsung menjawab. Hanya memandang Dara sejenak. "Emm, sebenernya gue gak biasa ngomongin ini ke orang."

Dara diam mendengarkan. "Dar, jangan nilai seseorang dari mulut orang lain. Nilai seseorang dari apa yang lo lihat dan lo dengar dari orang itu langsung."

Dara sebenarnya tidak paham kenapa Juan tiba-tiba membicarakan itu. Namun ia turut mendengarkan.

"-setelah itu, lo bisa nilai seseorang itu baik atau jahat buat lo. Kalau menurut lo dia jahat, lo harus menjauh dari dia."

Jantung Dara berdebar. Tentu saja, lagi dan lagi pandangan Juan yang menatapnya seinsten itu membuat Dara tidak bisa mengontrol tubuhnya sendiri.

"Ke-kenapa, lo tiba-tiba ngomong gitu?"

Juan menatap tepat di depan bola mata cewek itu sejenak. Sebelum kemudian menjawab.

"Karena sekarang, gue udah mulai percaya sama lo."

***

Unduh sekarang dan klaim hadiahnya
Scan kode QR dan unduh aplikasi Hinovel