Bab 12-Mulai Dekat
"Gue pikir ucup yang bakalan jadi tutor gue. Eh taunya elo." Celetuk Dara membuka obrolan. Cewek itu kemudian mengelus-ngelus dadanya seraya menghembuskan nafas lega. "Syukur deh,"
Juan yang berjalan santai di sampingnya lantas memasukkan tangan ke dalam saku celana. Berjalan bersampingan dengan cewek itu setelah keluar dari ruang BK.
"Gak beda kok. Mau gue atau ucup yang jadi tutor lo, kita tetep bakalan bantuin elo dalam pelajaran."
Mendengar pernyataan Juan barusan refleks membuat Dara tertawa receh. "Ya bedalah. Ucup itu suka goda cewek-cewek tau. Gak kebayang lagi deh gue kalo sempet tergoda sama rayuan mautnya dia."
Bukan apa-apa, Dara tau betul bagaimana gelagat Ucup itu. Meskipun pintar, dia kerap kali menggoda siswi-siswi yang minta diajari dengannya. Kalau hanya sekadar menggoda tidak masalah. Pasalnya, cowok itu suka melirik bagian tubuh cewek dengan intens. Karena itulah Dara tidak suka tipikal orang semacam itu.
Juan tertawa. "Loh kenapa?" Keduanya membelokkan langkah ke arah kiri koridor. "Lumayan loh bisa dijadiin gebetan."
"Anjir!" Dara menepuk bahu Juan sambil tertawa receh. "Yakali Juan yakali. Kalo dia seganteng kim tae hyung gue mah terima dengan senang hati digombalin dia. Lah dia, sama tukang cuci piringnya galgadot mungkin kalah saing malah." ringis Dara dengan raut absurdnya sambil menggeleng tidak suka.
Juan tertawa singkat. "Jangan gak suka. Nanti malah naksir."
"Juan ih!" salak Dara memberengut. Yang langsung dibalas Juan dengan mengacak gemas rambutnya seraya tertawa. Dara hanya tersenyum menahan tawa.
"Ngomong-ngomong, kenapa bisa elo yang kepilih diantara banyaknya murid di sekolah ini? Padahal kan masih banyak murid teladan yang lain?"
Juan menghadapkan wajahnya ke depan, agar fokus dengan jalan. "Gue punya perjanjian khusus."
"Perjanjian apa?" Dara memikirkan kembali kalimatnya. Mungkin Juan tidak mau menjawab pertanyaannya lagi seperti biasa. "Eh gak jadi deh, lupain."
Juan lantas tersenyum tipis. "Lo pasti tau sendiri kalo gue sering dipanggil ke BK." Dara menoleh, kemudian mengangguk mengiyakan.
"Percuma seberapa pinter gue, kalo punya banyak masalah. Dan Bu Garfina menyayangkan itu. Jadi demi mengganti nilai sikap gue yang hampir D, gue harus jadi tutor lo. Kalo berhasil, nilai sikap gue bakalan aman. Yaaa setidaknya untuk satu semester ini."
Dara menganggukkan kepalanya mengerti. Entah kenapa rasanya sedikit senang ketika Juan sudah mulai terbuka kepadanya. Mungkin Juan sudah mulai percaya dengan dia.
"Dar, awas!" Juan tiba-tiba menarik tangannya mendekat ketika ada siswa yang saling kejar-kejaran di dekat koridor.
Dara mengerjap, menyadari tubuhnya yang hampir sepenuhnya menyandar pada tubuh tegap Juan. Demi apapun, posisi mereka saat ini sungguh rentan. Membuat Dara segera menggerakkan badannya menjauh, seketika salah tingkah.
"Thanks,"
Juan mengangguk. "Kita mulai belajar sabtu bisa? Tempat belajarnya biar gue yang tentuin."
Dara hanya mengangguk sebagai tanda setuju.
"Oke, siap-siap hari sabtu. Gue yang bakalan jemput lo." Senyum Juan singkat sebelum kemudian berlalu pergi. Setelah memastikan cewek itu sudah benar-benar sampai di depan kelasnya.
***
Dara mendekati tribun lapangan basket ketika melihat saudara kembarnya tengah fokus membaca buku disana.
Dengan berjalan mengendap-endap di bangku yang atasnya, dengan iseng cewek itu mencolek bahu kanan Saga. Lalu cepat-cepat menunduk ketika Saga menoleh ke belakang. Dara terkikik, lalu mencolek bahu kiri Saga lagi. Kembali menunduk tatkala cowok itu menoleh ke belakang dan tidak mendapati siapa-siapa. Mengerjai Saga seperti ini sangatlah menyenangkan.
Dara kembali mencolek Saga lagi. Namun kali ini Saga tidak menoleh. Sebal, Dara kembali berniat mencolek Saga lagi. Tepat ketika Saga langsung balik badan dan menggeplak jidatnya dengan buku cowok itu.
"Aw! Saga mah!"
Saga tertawa puas. "Siapa suruh lo gangguin gue."
Dara memberengut sebelum kemudian memilih duduk di samping cowok itu. "Tumben lo baca buku disini."
"Alea udah tau zona kenyamanan gue. Kalau gue belajar di belakang perpus, dia pasti bakal gangguin gue. Mana bisa gue belajar." jelas Saga jujur seraya membalikkan halaman bukunya.
"Siapa suruh pacaran sama si nenek lampir itu. Nyesel kan lo? Saran gue putus aja deh." Usil Dara memprovokator.
Saga tak menggubris hanya fokus kepada bacaannya saja. Detik berikutnya cowok itu lantas menutup buku dan bergerak bangkit.
"Loh mau kemana?"
"Kantin." Tanpa banyak bicara Saga langsung cabut dari sana. Meninggalkan cewek itu seorang diri.
Saat ini memang masih jam istirahat. Namun Dara memilih untuk duduk di tribun sejenak. Memperhatikan beberapa siswa yang sedang bermain basket di bawah tribun. Sampai kemudian suara teriakan nyaring yang Dara kenal terdengar mulus di telinganya.
"Dara!" Jessica langsung duduk disampingnya. Cewek itu langsung melempar tatapan penuh selidik, yang disambut tatapan bingung dari Dara.
"Jujur deh sama gue. Kemaren lo beneran pulang sama Juan?"
Dara menatap Jessica sejenak sebelum kemudian menyengir. "Iya, hehe."
Jessica langsung mengerutkan wajah. "Kenapa gue baru tau? Kenapa lo gak cerita? Gue ini sahabat lo apa bukan sih, Dar?"
"Yaelah, Jes. Jangan sensian napa." bujuk Dara sambil menyengir kuda.
"Lo kenapa ngeyel banget sih? Kan udah dibilangin Juan itu gak pantes buat lo. Dengan deket sama dia, lo cuma bakal ngundang dia buat nyakitin lo Dar."
"Jangan suudzon ah, Jes." Kekeh Dara mencairkan suasana.
"Lo cuma gak tau aja seberapa brengseknya Juan. Lo baru kenal dia Dar. Jangan ketipu sama kata-kata manisnya dia." Melihat raut wajah Jessica yang serius, spontan membuat Dara memilih bungkam.
"Sekarang gue tanya deh, apa Juan ada ngasih tau lo gimana perasaannya dia sama lo?"
Dara tidak menjawab. Karena Juan memang belum ada memberikan kejelasan tentang perasaannya kepada cewek itu. Atau mungkin, belum?
"Kalo emang lo suka sama dia, mendingan berhenti deh. Masih ada waktu sebelum lo bener-bener terjerat sama dia." Melihat raut Dara yang tampak masih ragu, membuat Jessica memalingkan tubuh.
"Tapi terserah lo deh. Hak lo juga mau dengerin gue atau enggak."
Menyadari Jessica yang merajuk, Dara langsung memeluk cewek itu dari samping. "Jessica, jangan ngambek dong. Gue beliin coklat godiva deh,"
Jessica tidak menggubris. "Jessie, gue tau lo cemas. Tapi gak perlu khawatir. Lo tau gue cewek yang kuat kan?"
Kali ini Jessica mulai luluh dan menoleh kepada cewek itu.
"Lo sahabat gue. Dan gue hormatin kok saran-saran elo. Tapi gue gak bisa gitu aja nyingkirin perasaan gue Jes."
"Dar..." bujuk Jessica.
"Percaya deh sama gue. Gue bakalan ngontrol perasaan gue ke dia. Dan kalo emang Juan nyakitin gue, gue bakalan langsung ngadu ke elo. Serius deh!" Yakin Dara seraya tersenyum, mencoba meyakinkan Jessica sekali lagi.
Meskipun dalam hati, ia sedang bersusah payah bergelut dengan kekhawatiran dan pemikiran konyolnya yang mendera sedari tadi.
Apa mungkin, Juan bakalan nyakitin gue kayak yang Jessica tuduhin?
***
