Bab 6 Penasaran juga
"Adit," ucap Hendra dan Rio bersamaan
"Hahhahhahah, dia penasaran juga."
"Sudah ku duga, dia tak mungkin bisa lepas dari Xia."
"Maaf, telat ustad," ucap Adit
"Iya nggak apa, Dit. Sudah tidak lagi?" tanya ustad
"Sudah lengkap ustadz."
"Baiklah, bismillah."
Rombongan anak pesantren itu meluncur ke rumah sakit tempat Alexia di rawat. Setengah jam kemudian, mobil rombongan sampai, Adit sungguh gugup karena hari ini ia kan bertemu pujaan hatinya yang lama ia diamkan. Sebelum masuk, Adit menulis sesuatu di kertas kecil dan di taruh di paperbag mini. Hendra dengan isengnya menggoda Adit.
"Ehem, apa itu Dit."
"Pengen tahu banget sih, udah kau masuk dulu."
"Dasar sok nggak peduli tapi sangat peduli, hahhahaha," goda Rio
"Kalian emang ya, suka banget ganggu aku. Udah ayo sana," usir Adit
"Barengan dunk, kita kan sahabat."
"Iya, ayo."
Para rombongan berjalan menuju resepsionis namun di cegah oleh securiti.
"Maaf pak, tolong salah satu saja di resepsionis."
"Oh begitu, maaf pak."
"Biar ustadz saja yang ke resepsionis."
"Siap ustadz."
Setelah bertanya, ustad menyuruh bergantian
"Dit, Hen, sama kamu Rio, belakangan ya. Karena tak boleh banyak-banyak."
"Baik ustadz."
Para ustadz berjalan menuju ruang Alexia. Setengah jam kemudian, barulah bergantian Adit dan kawan-kawan. Adit sungguh gugup saat berjalan menuju ruang Alexia. Hendara dan Rio melihat raut wajah Adit tegang segera menepuknya
"Udah, kamu santai teman. Kayak mau ketemu presiden aja."
"Semakin kau berbicara semakin tegang nih," gerutu Adit sambil mengelap keringatnya
"Tegang yang mana nih," goda Rio
"Yang bawah juga, Rio," tambahnya Hendra.
"Kalian ini mau aku lempar, mumpung gedungnya tinggi."
"Udah-udah malah ngomel, itu ruangannya," tunjuk Hendra
Hendra mengetuk pintu ruang 3 kali tersebut lalu, memberi salam saat membuka
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam," jawab Alexi dan ia terkejut ternyata ada Adit serta temen-temennya.
"Adit, kau."
"Iya, gimana keadaanmu."
"Udah enakan."
"Ehem, Xia kapan kau kembali ke pesantren," tanya Rio
"Mungkin lusa sudah boleh pulang. Kalian makasih udah jenguk."
"Sama-sama. Cepet sembuh, Xia. Si dia galau mulu kalau kau sakit."
Adit menyenggol lengan Rio karena membuat ia malu.
"Xia, maaf atas perkataan ku kapan hari itu," ucap Adit
"Iya Dit, sama-sama."
"Ya udah, kita balik ya, assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Adit menaruh barangnya di meja lalu keluar dari ruangan, Hendra dan Rio mengikuti Adit dari belakang.
Ketiga lelaki muda nan tampan itu tak sadar berpapasan dengan orangtua Alexia saat sampai di lobby. Para rombongan kembali ke pesantren sedangkan Alexia malas bertemu orangtuanya yang baru saja datang.
"Sayang, mau Mama kupas ini buahnya?"
"Maaf, nggak nafsu."
"Xia, Papa minta maaf. Tolong hargai Mama mu sayang, kasihan Mama mu setiap hari sedih karena sikapmu."
Xia tak memperdulikan omongan orangtuanya, ia lebih memilih kado dari Adit. Ia terkejut Adit memberikan sebuah tasbih kecil yang cantik untuknya.
Dan kata-kata yang ditulis untuknya sungguh membahagiakan
"Tasbih ini spesial untuk kamu dari Adit."
Alexia senyum-senyum tak jelas membuat Mamanya Marisa bertanya.
"Sayang, apa yang buat kamu senang."
"Sebuah tasbih."
"Hanya itu."
"Iya."
"Sayang, apa yang bisa Mama lakukan agar kamu maafin, Mama."
"Tidak ada."
Andi menghela nafas berat, mau tak mau ia harus memberi pelajaran pada putrinya itu agar tak seenaknya dengan orangtua.
Andi keluar dari ruangan lalu menelpon seseorang.
"Halo, kau suruh anak buahmu jaga ruangan putri 24 jam. Jangan sampai lengah."
"Siap bos."
Beberapa jam kemudian, Alexia telah tertidur pulas dan itu membuat Andi ingin tahu siapa yang membuat Alexia menjadi jahat pada nya. Dan ia melihat ada sebuah kertas kecil tertanda Adit . Andi kesal lalu menghubungi salah satu anak buannya.
"Kau cari tahu siapa Adit di pesantren Al hidayah."
"Siap bos."
Tak butuh lama, Andi sudah menerima pesan dari anak buahnya tentang Adit.
"Anak kampung aja belagu, pasti dia incar harta Alexia saja. Dasar miskin," umpat Andi dihati
Andi menyuruh istrinya Marisa untuk bersiap membawa putrinya pulang ke rumah.
Keesokan harinya, Alexia mengerjab-ngerjab melihat ruangan tak asing. Ia seketika bangun dan benar dia ada di kamarnya.
"Tidak."
Alexia buru-buru mencuci muka ingin keluar dari kamarnya namun saat ia ingin membuka pintu tak bisa.
"Ma ... Mama.. tolong bukain pintunya," teriak Alexia kesal diam-diam orangtuanya memperlakukannya seenak saja.
Marisa sebenarnya tak tega tapi ia tak mau kehilangan putri semata wayangnya, Andi mengelus bahu istri agar mengerti keadaan. Andi berencana akan mendatangi pesantren itu usai makan siang.
Di pesantren
Vira sahabat Alexia nampak sedih saat Alexia belum juga kembali. Ia menjadi sepi karena biasanya yang buat dia ceria hanya dia.
Saat Hendra dan Adit berkeliling tak sengaja melihat Vira nampak melamun segera membuyarkannya
"Assalamualaikum Vir," sapa keduanya
Vira tetap tak menyahutnya, akhirnya Hedra mengulang salam agak kencang suaranya
"Assalamualaikum Vira," salam hendra
"Walaikumsalam, aduh Hendra. Kau ngagetin aja."
"Kau itu ngapain melamun, nanti ada yang masuk tubuhmu."
"Maaf, aku kangen Xia. Kenapa belum kembali ya, apa masih sakit."
"Tapi kita pas tengok dia, udah sehat katanya mungkin besok udah balik."
"Semoga aja, Hen."
"Udah nggak usah sedih, ini aku kasih coklat," Hendra memberikan sebuah coklat
"Tumben, dapet darimana?"
"Dikasih Rio."
"Pantes tapi makasih Hen."
"Iya, sama-sama. Kita balik ya. Ayo, Dit."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Di kantor, Andi sudah mengabari jika dia akan pulang terlambat. Andi mengajak beberapa anak buah untuk ikut dengannya menuju pesantren Al hidayah. Tapi dalam perjalanan, ban mobilnya bocor membuatnya kesal dan menunda.
"Sial. Ada aja mau kesana."
Andi memutuskan kembali ke rumah dengan mobil yang lain, samapi di ruma ia ingin mepihat outrinya Alexia.
"Ma," sapa Andi
"Papa, Alexia nggak mau makan."
"Mama nggak bujuk dia."
"Udah Pa. Tapi ia tetap nggak mau makan."
"Biar Papa aja yang bujuk dia."
"Baiklah."
Andi naik ke lantai dua kamar Alexia , ia melihat Alexia tengah tertidur. Perlahan Andi berjalan menghampiri putrinya dan membangunkannya.
"Xia, udah makan."
"Papa. Alexia puasa."
"Xia, nanti kau sakit lagi."
"Ini semua karena Papa dan Mama."
"Kau semakin berani dengan kita, Xia. Semenjak di pesantren kau di ajarin apa itu," bentak Andi yang sudah tak tahan ucapan putrinya.
"Seharusnya Papa sadar, kenapa sikap Xia seperti itu. Kemana kalian selama ini, Xia kesepian."
Andi memilih keluar dari kamar Xia agar tak semakin jahat pada putrinya. Ia mengelus dada, dan seketika ingat jika biang keladinya adalah Adit.
Pagi harinya, Andi pamit ke pesantren ia tak mau putrinya semakin durhaka. Sampai di pesantren Andi menceritakan semua pada ustad dan ingin Adit dikeluarkan.
"Maaf tuan Andi, kami tak bisa sembarangan mengeluarkan santri kami. Apalagi Adit, santriwan rajin dan teladan juga terbaik disini."
"Kalau begitu pertemukan kami dengan orangtuanya."
"Baiklah, akan kami pertemukan."
"Dan juga mulai hari ini, Xia keluar dari pesantren ia akan dinikahkan dengan pengusaha ternama," ucapnya berlagak sombong.
Dari belakang pintu kantor, ada yang terkejut mendengar Xia akan di nikahkan
