Bab 7 Pulang kampung
Adit terkejut saat tahu kekasih taarufnya akan di nikah kan dengan orang lain. Adit buru-buru pergi dari kantor dan menuju kantin menemui Hendra.
"Hen," ucap Adit ngos-ngosan
"Salamnya mana, Dit."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
"Ini minumlah, kau seperti dikejar hewan buas. Ada apa?" tanya Hendra bingung
Seketika Adit minum air dan berucap, "Alhamdulillah."
"Ada apa, aditya?" ucap Hendra semakin tinggi nada nya karena ia kesal tak dijawab-jawab pertanyaannya.
"Berisik, kau, Hen."
"Duh, ini anak nyebelin banget. Ayo ceritalah."
"Hahhahhaha, begini Hen. Ini tentang Alexia."
"Ada apa dengan Xia?"
"Dia mau dijodohkan, Hen," ucapnya lirih dan tampak bersedih
"Yang bener kau, Dit."
"Wajahku terlihat bohongkah, He. Aku baru aja denger sendiri saat tak sengaja lewat depan kantor."
"Wajahmu serius, Dit. Malahan duarius," gurau Hendra agar Adit terhibur
"Kau ini malah becanda, Hen. Aku harus gimana?"
"Kita ke rumah Alexia, kau bilang tak bisa melanjutkan lagi hubungan kalian. Sepertinya kalian tak bisa bersatu, Dit. Sabarlah."
"Tapi aku menyukainya, Hen."
"Astaga kau bucin ternyata."
"Apa itu bucin?"
"Astaghfirullah, dasar kudet. Ganteng-ganteng tapi kudet, kurang update. Bucin itu budak cinta."
"Aneh-aneh aja, kata-kata jaman sekarang."
"Kau aja kurang gaul."
"Udah malah bahas ini, jadi aku harus gimana nih," tanyanya
Ucapan Adit belum sampai di jawab oleh Hendra tiba-tiba, ada yang memanggilnya
"Adit. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam, ada apa Rio?"
"Kamu dipanggil ke kantor."
"Baiklah, terimakasih."
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Adit bergegas ke kantor untuk menemui ustadz nya, sampai di depan kantor entah mengapa ia merasa gugup. Adit mengucap basmallah bafulah masuk.
Tok
Tok
"Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam. Adit masuk, Nak," ucap ustadz
"Ada apa ustadz?"
"Maaf ya, Dit. Jika mengganggumu, jadi begini, ini surat kau berikan pada orangtuamu untuk segera ke pesantren."
"Ada apa ya, ustadz. Kalau boleh tahu?"
"Orangtua dari Alexia minta bertemu keluargamu, Nak."
"Tapi kenapa harus bertemu dengan mereka?"
"Karena mereka ingin membicarakan sesuatu."
Sungguh hati Adit takut jika Ibu nya bakal di hina dan di caci maki oleh orangtua Alexia.
"Kamu tenang aja, Dit. Ustadz tetap menemani pembicaraan keduanya dan ini suratnya," ustadz memberikan undangan
"Baiklah, ustadz. Terimakasih, Adit permisi. Assalamualaikum."
"Waalaikumsalam."
Adit keluar dari kantor dengan wajah lesu, ia berjalan menuju asrama laki-laki. Sampai di kamar ia masih memegangi surat untuk Ibunya. Hendra dan Rio yang baru saja keliling, saat masuk melihat Adit terdiam mereka mendekatinya.
"Assalamualaikum, Dit," ucap keduanya namun tak di jawab oleh Adit
"Assalamualaikum, Dit Adit," ucap Hendra lebih keras hingga buat Adit terkejut
"Astagfirullah, kalian ngagetin aja, ujar Adit sambil mengelus dada
"Kau itu kenapa, Dit?"
"Orangtuaku dipanggil untuk segera ke pesantren."
"Hah, kok bisa."
"Buktinya bisa. Orangtua Alexia ingin ketemu."
"Kenapa begitu?"
"Kau tanya aku, lalu aku tanya siapa?"
"Hee... maaf, Dit. Kapan kau pulang, mau aku temenin?"
"Besok pagi habis subuh aku pulang. Kamu kalau ikut bayar sendiri."
"Iya-iya. Takut amat, oke deh siap-siap dulu."
"Kau tak ikut juga, Rio," Adit menawari
"Nggak Dit, kan cuma sehari."
"Tiga hari aku, Rio. Aku pusing."
"Cie, pusing sama calon mertua."
"Apaan sih, Rio. Beneran pusing dengan hubunganku."
"Santai Bro, okelah aku ikut kapanlagi bisa kabur."
"Kau itu ada aja, Rio."
Adit dan Rio menyiapkan baju untuk di bawa pulang sedangkan Hendra sudah selesai mengepaki di tas punggungnya.
Malam nya, Adit melakukan sholat istikharah. Ia hanya minta jika berjodoh denga Alexia dipermudah jalannya. Usai itu, Adit lanjut sholat subuh berjamaah di masjid.
Di tempat lain, Alexia bingung cara kabur agar bisa bertemu dengan Adit.
"Gimana ini, haruskah meloncat tapi tinggi banget," pikir Xia.
Alexia mondar mandir memikirkannya. Tak lama, terdengar suara ketukan membuatnya berjalan membuka
"Sore Xia, ini pakailah benar lagi kita akan makan siang bersama," ucap Mama Marisa mmberkan
Xia melihat isinya dengan wajah datarnya dan berkata, "Ini bukan muslimah jadi maaf, Xia tak bisa terima."
"Tapi Xia."
"Ma, tolong hargai aku. Xia nggak mau pakai yang tak ada lengan panjangnya lagi."
Marisa menghela nafas lalu pergi meninggalkan kamar Xia dengan membawa paperbag. Wanita 40 tahun itu turun dan masuk ke dalam ruang keluarga menelpon seseorang.
"Halo, antarkan baju cantik muslimah sekarang."
"Baik nyonya."
Setelah menunggu hampir setengah jam, akhirnya pesenan datang juga.
Tintong
Tintong
"Selamat siang, nyonya. Ini baju yang di minta," ucap salah satu karyawan memberikan paperbag
"Terimakasih, mbak."
"Sama-sama. Saya permisi nyonya."
"Iya mbak."
Setelah itu Marisa naik keatas memberikannya pada Xia.
Tok
Tok
"Ada apa lagi, Ma?"
"Ini pasti kamu suka, nanti dipakai di acara ulang tahun temen Mama. Mama tunggu jam 7, kau suda siap oke sayang," Marisa keluar dari kamar Xia
Xia menutup pintu lalu melihat isi paperbag dan ternyata sebuah dres panjang warna biru muda dengan hijab cantik. Xia suka dengan warnanya sungguh cocok dengannya. Di pikiran Xia, tumben Mama nya mengajak diacara seperti itu.
Di tempat lain, Adit, Rio dan Hendra baru saja tiba di kampung Adit.
"Waw, welcome kampung Adit," seru Hendra girang
"Masih alami banget ya, Dit."
"Iya Hen, semoga kalian betah disini."
Ketiga lelaki tampan itu kini berjalan menuju rumah Adit, sepanjang jalan pesona ketiganya menghipnotis para gadis di desa itu.
"Adit, kamu sama siapa," tanya salah satu temannya
"Dia temenku, Len. Kau habis darimana?"
"Dari rumah Tania, ya udah aku duluan ya, dit."
"Iya."
"Dia tak mengatakan salaam, Dit."
"Biarin aja itu urusannya."
Dan sampailah di depan halaman rumah kecil nan sedehana .
"Assalamuaikum."
"Waalaikumsalam."
"Adit," sapa Ibu Adit
Ketiga lelaki tampan itu mencium punggung tangan Ibu Vania. Vania terkejut putranya pulang bersama teman-temannya.
"Ayo Nak, duduklah. Bentar Ibu buatkan minuman."
"Tak usah repot-repot, Bu," ucap Hendra
"Nggak apa."
"Ayo tas kalian taruh ke kamarku."
"Iya."
Setelahm menaruh tas nya, ketiganya duduk di teras rumah adit. Rio dan Hendra begitu senang suasananya masih asri. Tak lama, terdengar suara tak asivng di telinga siapa lagi kalau bukan Dion adek dari Adit, pulang sekolah.
"Kakak, assalamualikum."
Dion mencium punggung tangan ketiga lelaki tampan itu bergatian.
Bç
"Kapan kakak datang."
"30 menit yang lalu, udah kamu ganti baju terus makan dan istirahat. Nanti malam kita main game ya."
"Baik kak, Dion masuk dulu."
"Iya."
"Hah, aku tak salah denger Adit yang alim, pintar ngaji juga suka game," Hendra terperangah
"Emang kau aja tahunya game."
"Lagaknya."
Dari belakang Ibu Vania memanggil
"Semua, ayo makan dulu," seruan Ibu Venia mengajak makan siang
"Baik Bu."
Saat mereka akan masuk terdengar ada yang memanggil Adit
