Bab 4 Akhirnya ketemu
"Sialan, dia merebut cowok kesukaanku. Tak bisa dibiarin ini, aku harus bertindak lebih cepat."
Gadis itu keluar dari gerbang menuju kampungnya. Saat sampai di rumah, ia memijit pelipisnya karena kesal cowok yang dia harapkan tak sesuai realita. Akhirnya Tania memilih menonton televisi, dan saat asyik menonton, ia terkejut ada foto dan nama yang sama dengan seseorang. Tania mencoba mengingat wajah perempuan tak itu pula ia juga mencari semua lewat internet. Tak lama, ia baru ingat jika wajah itu adalah Xia.
"Wajah dan nama yang sama. Akhirnya aku menemukan jati dirinya, ternyata dia kabur. Em, ini akan buatku lebih cepat menyingkirkannya," ucapnya menyeringai
Di internet terulis jika beetemu dengn Xia , untuk segera pulang dan akan mendapatkan sejumlah uang. Degan cepat Tania mencari telepon lalu mengabarinya.
"Halo dengan nyonya Marisa?"
"Iya benar, siapa ya."
"Saya melihat artikel yonya di media massa. Saya ingin memberitahu keberadaan putri nyonya."
"Kamu beneran tahu dia."
"Iya, bahkan dia saingan saya."
"Apa maksudmu?"
"Dia merebut cowok kesukaanku, jadi bawalah putri anda. Dia ada di pesantren Al hidayah. Buruan datang."
Tiba-tiba, telpon diputus sepihak oleh Tania membuat Marisa geram.
"Beraninya dia potong pembicaraan. Biar aja toh nggak penting," ucap Marisa lalu brganti emnelpon suaminya Andi
"Halo pa, putri kita udah ketemu?"
"Dimana ma?"
"Di pesantren Al hidayah."
"Yang bener ma."
"Iya pa, ayo buruan pulang, kita harus segera menjemputnya."
"Iya ma."
Telepon ditutup lalu Marisa bersiap, ia sangat bahagia akhirnya ketemu dengan putri semata wayang.
"Mama udah tak sabar ketemu kau, sayang."
Marisa turun ke bawah menunghu suaminya. Tak lama suara deru mobil terdengar pertanda suami datang, Marisa berjalan menghampiri.
"Ayo pa."
"Iya."
Keduanya masuk dan Andi berjaga-jaga membawa bodyguard di belakang. Hanya butuh 20 menit mereka sudah sampai di depan gerbang Al hidayah.
"Beneran ini ma."
"Iya pa."
Dan masuklah 3 rombongan mobil mewah masuk area pesantren, semua mata tertuju pada mereka. Saat mereka turun, pesona mereka tak terbantahkan Adi dan Marisa membuat semua kagum karena cantik dan tampan meski berusia 40 an.
"Ayo pa."
"Iya bentar."
"Kalian berjaga disini saja, biarkan kami masuk sendiri."
"Siap bos."
Andi dan Marisa berjalan dan bertanya pda slah satu santriwan di situ.
"Maaf permisi, kantor pengurus mana ya."
"Mari saya antar nyonya ,tuan."
"Baik terimakasih."
Saat akan sampai di kantor mereka berdua berpapasan dengan Adit, dan hanya tersenyum dan mengangguk.
"Mukanya mirip siapa ya," batin Marisa
Dan akhirnya sampai dikantor.
"Ini nyonya, silahkan."
"Terima kasih."
Mereka berdua mengetuk pintu kantor
Tok
Tok
"Iya, silahkan masuk. Silahkan duduk, nyonya, tuan."
"Terimakasih. Maaf ustadz saya Andi dan ini istri saya Marisa. Kami berdua ingin bertemu dengan Alexia, apakah dia di pesantren ini."
"Tunggu sebentar ya tuan, saya akan menanyakan pada ustadzah asrama putri."
"Oh ya ustadz."
Di asrama putri
"Nak, bisa panggilkan Alexia."
"Bisa ustadzah."
"Baiklah saya tunggu ya."
"Iya ustadzah."
Dan datanglah Xia masuk ke dalam ruangan ustadzah
Tok
Tok
"Mask nqk, ayo duduk."
"Assalamualaikum Ustadzah."
"Waalaikumsalam nak. Ayo duduk."
"Begini Xia, orangtuamu datnag ke sini nak. Kau temui mreka ya."
"Hah, yang bener ustadzah."
"Bagaimana mereka tahu aku disini, sialan," batin Xia kesal
"Udah ya sebaiknya kamu temui dulu, atau ustadzah temenin."
"Tolong dampingi aku ustadzah."
"Baiklah ayo."
Mereka kemudia kekuar dai raangan dan emnuju kantorp pengurus saat di lorong mrekabertemu Adit.
"Assalamualaikum ustadzah."
"Waalikumalam nak, kamu mau kemana?"
"Sseprti biasa ustadazah keliling, kala ustadzah."
"Kita mau ke kantor. Kami duluan ya nak, assalamualaikum."
"Waalaikumslam."
Adit dan Xia hanya mengagguk bersama begitula cara mereka berpamitan. Dan akhirya Xia samalo di kantor pengurus. Saat masuk betepa terkejutnya ada Mqma pa nya
"Assalamualikum," salam Xia pada semua di ruangan
"Waalaikumslaam."
"Xia."
"Xia, kau jadi."
"Maaf, silahkan mengobrol dulu tuan nyonya, saya tinggal sebentar. Permisi."
Saat semuanya keluar, kini tingglah orangtua dan Xia. Xia tak menatap orangtuanya sama sekali karena dia malas.
"Nak, mama kangen sama kamu. Dan kamu ngapain bisa disini. Kita pulang ya."
"Iya nak, ayo pulanglah. Kami minta maaf meninggalkanmu selalu."
"Ma, pa. Maaf Xia betah disini. Xia tak mau pergi dai sini. Maafin Xia, karena disini hati Xia lebih adem dan banyak manfaatnya."
"Xia, siapa yang berani meracuni pkkiranmu, hah. Kamu dilu tak begini nak, ayo pulanglah. Mama akan turuti semua."
"Maaf ma, pa. Xia tak bisa."
"Apa karena laki-laki itu."
"Maksud mama."
"Laki itu meracuni kamu ya, mejad anak bandel."
"Ma, Adit ta tau ini. Seharusnya mama dan papa ngaca, apa yang bua Xia kabur dan emmilih disini. Lebih baik mama dan papa bertaubat, karena kita tak tahu kapan nyawa dicabut yang kuasa."
Plak
Sebuah tamparan keras melayang di pipi cantik Alexia. Alexia menteskan ar mata untuk peyama kainya orangtua sejahat itu padanya.
"Denger ya ma, pa. Alexia benci mama,papa, saya kira cukup pembicaraannya. Dan Xiapikur swtela lama tak bertemu sikap arogan kalian taka da namun Xia salah, malah menjadi-jadi. Assalamualaikum."
Xia berlari keluar ruangan ambil memegang pipinya yang merah
"Xia," teriak mama Marisa
"Ini salah papa kenapa menamparnya."
"Maaf ma, papa reflek."
Sedsngkan ustadzah dan ustadz terkejut Xia berlari kwluar ruangn dengan menangis merka pun kembali masuk ruangan dan bertanya
"Maaf tuan, nyonya. Apa sudah elsai denga Xia?"
"Sudah ustadzah, tapi saya minta tolong pengertian buat Xua. Agar dia bisapulqng ke rumah. Kami menghawatirkannya."
"Baik nanti saya coba beri pengertian padanya."
"Ya sudah kami pamit dulu ustad, ustadzah. Assalamuaikum."
"Waalikumsalam."
Sedang di asrama putri, Xia menangis sesegukan di kamar. Vira yang baru danag dati mengaji terkejut sahabatnya menangis.
"Xia, kamu kenapa, siapa yag jahat smaa kamu?" Tanya Vira nerocos
"Mama, papa ku kesini, Vir. Mereka minta aku balik ke rumah, aju nghak ma dan aku di tampar. Aku nggak bisa kalau mereka masih arogan."
"Astaga, kamu sabar ya. Oh ya, orangtua mu tau darimana?"
"Aku juga nggak tahu."
"Lalu, langkah selanjutnya apa kamu lakukan Xia?"
"Aku tetap disini, Vir. Aku nggak mau kalau mereka tak berubah."
"Ya udah kamu tenang ya, udah makan."
"Belum."
"Kita makan bareng yuk, nantis sakit."
"Iya ayo."
Keduanya kelar kamar dan bertemu Hendra dan Adit, mereka berdua terkejut melihat pipi Xia mera.
"Assalamulaikum."
"Waalaikumsalam. Kalian mau kemana?"
"Kita keliling seperti biasa, kalian mau kemana," tanya Adit dan menatap lekat tanda merah di pipi.
"Kita mau makan di kantin."
"Maaf Xia, itu kenapa pipi mu merah," tanya Adit
Xia tak mau Adit tau jika orangtuanya datang menamparnya ia hanya berucap, "Tadi tak sengaja nabrak meja."
Adit merasa jika ada yang disembunyikan oleh Xia
