BAB : 3
Sesuai pesan dan perintah papanya, Celine segera menuju ke sebuah restoran yang tepatnya berada di dekat kantor papanya.
Setelah memarkir mobil, ia segera memasuki area restoran. Tapi, tak ia temui dimana keberadaan papanya.
"Aduh ... ini Papa di mana, sih? Apa jangan-jangan gue yang datangnya terlalu cepat, ya?" gumamnya menerka.
Celine hendak kembali mencari keberadaan papanya. Tapi, pada saat hendak berbalik arah, tiba-tiba ia malah bertabrakan dengan seorang cowok. Beruntungnya ia tak jadi berakhir di lantai, karena dia yang ada dihadapan Celine lebih cepat menolong dengan menyambar pinggangnya.
Pandangan keduanya bertemu. Tatapan dingin tapi tegas itu menatap Celine seolah hendak ingin menerkamnya. Sedikit membekukan waktu saat itu ... tapi akhirnya keduanya tersadar.
Okay ... jelas sekali kalau Celine malah jadi salah tingkah. Tapi herannya, tanpa berkata apapun juga cowok itu langsung pergi begitu saja.
"Astaga! Bukannya itu cowok yang tadi pagi mobilnya gue tabrak?" gumam Celine sepeninggal cowok itu. "Kok malah ketemu di sini lagi, sih?"
Ia segera lanjut mencari keberadaan papanya. Hingga akhirnya dengan penuh perjuangan
serta bercucuran keringat papanya ditemukan. Parah ... padahal ia dari tadi muter-muter nyariin di restoran bagian bawah, eh, nggak tahunya posisi papanya ada di lantai dua.
"Papa ... aku udah muter-muter nyariin Papa di bawah tahu nggak." Ia langsung duduk di kursi yang ada di sebelah laki-laki paruh baya itu sambil terus mengoceh.
"Iya ... Papa minta maaf karna nggak ngasih tau nomer mejanya," balas Jovan pada ocehan putrinya.
"Sapa dulu, Om sama Tante dong, Cel," perintah Jovan.
"Oiya, sampai lupa," ujar Celine kembali bangkit dari kursinya dan segera menghampiri sepasang suami istri yang saat itu berada di kursi sebelahnya dan mencium punggung tangan keduanya secara bergantian. Siapa lagi mereka kalau bukan sahabat papanya, Andreas dan Arlinka.
"Apa kabar, Nak?" tanya Andreas.
"Kabarku selalu baik, Om. Kecuali kalau Papa sudah mengancam ku dengan sesuatu, barulah kabarku akan buruk," ungkapnya sambil melirik ke arah papanya.
"Celine ...."
Andreas hanya terkekeh mendengar penuturan Celine. Ya ... ia tahu kemana arah pembicaraan gadis ini.
"Semakin cantik saja kamu, Sayang," puji Arlin pada Celine.
"Makasih pujiannya, Tante," balasnya.
Celine kembali ke kursinya. "Om sama Tante ... sehat?" tanya Celine balik.
"Seperti yang kamu lihat," jawab Arlin.
"Syukurlah," responnya. "Om ... kok sekarang jarang ke sekolah, biasanya sering?" tanya Celine tertuju pada Andreas.
Basa basi dikit lah. Secara beliau kan pemilik yayasan tempatnya menimba ilmu. Jadi, setidaknya ia harus jadi anak baik hati dan tidak sombong.
"Iya, Cel ... akhir-akhir ini Om bener-bener lagi sibuk sama urusan kantor," jelas Andreas.
"Hmm ... gitu," responnya.
Mendapati Andreas dan Arlin juga ada di sini bersama papanya, nggak tahu kenapa ini feelingnya mengatakan kalau mereka akan membahas masalah perjodohan itu.
Si saat pikirannya lagi berkelana memikirkan perjodohan-perjodohan itu, tiba-tiba seorang cowok datang dan langsung duduk di antara Andreas dan Arlin.
Tapi, yang semakin membuatnya kaget adalah tu cowok adalah orang yang bertabrakan dengannya tadi, dan otomatis juga dia adalah pemilik dari mobil yang ia tabrak tadi pagi di gerbang sekolah.
Segudang pemikiran buruk pun sudah bertengger di otaknya.
"Kenapa dia ada di sini? Oo ... apa jangan-jangan dia mau ngadu sama Papa kalau gue udah nabrak mobilnya? Mmpussss ... bisa ditarik secara paksa dong mobil gue," batin Celine
Saat itu ia penasaran banget. Apa hubungannya tu cowok sama Andreas dan Arlin?
"Ervan ... kenalin, ini namanya Joeceline. Putrinya Om Jovan," ujar Arlin pada cowok yang ternyata bernama Ervan.
Apalagi yang akan Celine lakukan kalau bukan hanya menebar senyum. Terlihat sekali kalau cowok bernama Ervan itu tak terlalu peduli dengan apa yang dikatakan Arlin.
"Nah Celine, ini putra kami satu-satunya, namanya Ervan," jelas Arlin pada Celine.
"Whattt!!" Ia kaget seketika mendengar penuturan Arlin tentang siapakah cowok bernama Ervan itu.
Gimana nggak kaget coba, papanya bilang kalau ia bakal dijodohin sama anaknya Om Andreas. Nah, ternyata oh ternyata, ni cowok adalah anaknya beliau. Itu berarti ia bakalan dijodohin sama ni cowok?
Di saat ia kaget nggak ketulungan, tu cowok malah diem tanpa ekspresi. Ya ... setidaknya dia harusnya kaget juga.
"Kamu kenapa, Cel?" tanya papanya yang melihat ekspressi tak wajar di wajah Celine.
"Enggak kenapa-kenapa, Pa," elaknya.
Ingin mengatakan kalau Ervan adalah pemilik dari mobil yang ia tabrak tadi pagi, pasti ia bakalan langsung dilempar sama papanya ke asrama. Ia lebih baik memilih kalau mobilnya disita saja, daripada harus mendekam di sekolah asrama. Semoga saja cowok ini tak membahas masalah tabarakan tadi pagi. Mampuslah ia kalau iya.
"Oiya, Cel, umur kalian palingan beda-beda 4 tahunan. Jadi, kamu bisa panggil Ervan dengan panggilan Kakak aja, oke?" tambah Arlin--mamanya Ervan.
Apalagi yang akan ia lakukan kalau bukan cuman ngangguk-ngangguk doang.
"Oke ... karna semua udah setuju, jadi kita akan lanjutkan semua," tambah Andreas.
"Lanjut ... maksudnya apa, Om?" Ini Celine sudah memasang wajah bingung tingkat tinggi.
"Bukannya Papa kamu sudah bilang, kan, kalau kamu sama Ervan akan dijodohkan?"
"I-iya, sih, Om. Tapi ...''
"Jadi karna udah cocok, kita akan lanjut ke jenjang yang lebih deket lagi. Maka dari itu kita udah mutusin kalau kalian akan segera menikah." Arlin langsung memotong ucapan Celine dengan penjelasan yang sontak membuat gadis itu terkena serangan jantung dadakan.
"Nikah!!!?"
"Iya, Sayang ... kamu akan menikah sama Ervan."
Untuk kedua kalinya ia kaget dalam waktu yang sangat berdekatan. Tapi kali ini ia lebih kaget lagi mendengarnya. Sulit dipercaya ... nikah? Dan ini nyata, bukan mimpi.
Entah apa yang dipikirkan papanya saat ini, hingga memaksanya untuk segera menikah ketika usianya masih 17 tahun. Apa jangan-jangan keluarganya punya hutang segunung sama keluarganya Andreas, dan nggak bisa bayar hingga malah dirinya yang dijadikan tumbal.
Untuk yang kedua kalinya ia kaget, tapi tapi Ervan seolah terima-terima saja atas keputusan gila ini. Apa dia tak punya Ekspressi sama sekali.
Celine berteriak dalam hati menolak semua keputusan ini. Haruskah hidupnya hancur dengan jalan seperti ini? Masa depannya masih panjang, dan dengan sebuah kata nikah, semuanya lenyap sudah.
Celine beranjak dari kursinya dan berjalan menghampiri Ervan.
"Maaf, Om, Tante ... anak kalian aku pinjem bentar," ujar Celine pada Andreas dan Arlin, kemudian menyambar tangan Ervan dan menyeretnya keluar dari restoran.
Setibanya di taman yang berada di depan restoran, Ervan yang tadinya di seret berhenti seketika dan menyentak kan tangannya yang saat itu masih berada dalam genggaman Celine. Sontak, itu membuat gadis itu terhenti tepat dihadapannya.
Jujur saja, melihat tatapan dingin namun tajam itu, sukses membuat waktunya seolah terhenti.
"Ehem ...." Ervan berdehem saat menyadari kalau Celine sedang menatap terus padanya. Hingga gadis itupun langsung mengalihkan pandangan ke arah lain.
"Kak ... ini aku mau ngomong serius." Celine langsung buka suara. "Bisa, nggak, sih ... tolong itu masalah perjodohan Kakak tolak aja, karna aku nggak mau. Aku nggak tahu kenapa kita malah dijodoh-jodohin kayak gini. Dan jangan tanyakan kenapa bukan aku saja yang menolak. Karena apa? Karena aku nggak bisa nolak. Papa bakalan langsung marah. Lagian, aku juga nggak mau berakibat dengan dilemparnya aku ke sekolah asrama karena penolakan itu. Jadi, pliss ... tolong banget Kakak aja yang bilang sama mereka, kalau Kakak menolak perjodohan ini," jelas Celine panjang dan tanpa jeda. Asal tahu saja, ia sudah mengumpulkan kalimat-kalimat yang ia ucapkan barusan sejak dari tadi.
"Oke," jawab Ervan singkat dan berlalu pergi begitu saja dari hadapan Celine.
Celine menendang-nendang pohon mahoni yang ada dihadapannya saking kesalnya dengan sikap Ervan. Demi apa dirinya harus dijodohkan dengan cowok kayak gitu. Bayangkan ... sepanjang itu omongannya barusan dan Ervan cuma membalasnya dengan satu kata, tiga huruf. Oke!
Dengan langkah malas, Celine kembali lagi masuk ke dalam restoran.
Sekarang ia merasa sudah lega, soalnya bentar lagi posisinya aman terkendali. Karena apa? Ervan tadi sudah bilang, oke. Jadi, tinggal menunggu dia ngomong saja sama Papa dan orang tuanya, kalau dia menolak dijodohin.
Celine langsung menyeruput jus jeruk yang rasanya biasa, tapi saat hatinya lega begini, malah rasanya jadi luar biasa.
"Oke, jadi semua beres. Saat kalian berdua keluar tadi, kami udah rundingin kalau pernikahan kalian akan dilaksanakan minggu depan," jelas Jovan tiba-tiba, hingga Celine langsung tersedak jus jeruk yang sedang ia seruput, bahkan menyembur keluar dari mulutnya.
"Apa-apaan kamu Celine. Yang sopan," omel papanya.
"Sorry, Pa," gumamnya sambil mengelap mulutnya dengan tissu.
"Jovan benar. Kalian akan nikah minggu depan. Untuk itu, Ervan, jangan lupa kamu urus masalah cincin pernikahan," tambah Arlin pada putranya.
"Iya, Ma," jawabnya singkat.
Celine tercengang. Apa, barusan Ervan bilang, iya? Jadi, ini gimana ceritanya. Ia kan udah minta untuk menolak perjodohan ini, dan tadi dia udah bilang oke. Tapi kenapa sekarang semuanya malah jadi lanjut gini. Trus, apa yang dia bilang oke tadi?.
Celine merasa kesal dan sakit hati pada Ervan. Apa yang sedang dia lakukan? Sedang mengerjainya atau apa?.
Pada saat itu, ponsel milik Ervan yang ada digenggamannya berdering.
"Permisi," ujarnya menghindar untuk menjawab panggilan telepon.
"Ck ... sok sopan," decis Celine menggerutu kesal.
Papanya yang tak sengaja mendengar gerutunya itu langsung menatapnya dengan tajam, seolah sedang berkata, "kamu mau Papa paketin ke asrama?"
Lima menit kemudian, Ervan kembali, tapi ia tak duduk di kursinya.
"Maaf ... aku mau ke rumah sakit dulu," ujarnya pamit sambil salim pada Andreas, Arlin dan Jovan. Sambil sedikit melirik ke arah Celine dan berlalu pergi begitu saja.
"Apa dia bilang barusan,, mau ke rumah sakit," gumam Celine berpikir.
Apa jangan-jangan papanya punya hutang pada Andreas dan Arlin? Dan ia dipaksa nikah sama anaknya yang lagi sakit parah. No ... Celine! Kalau beneran dia lagi sakit parah, berarti baru nikah sebentar saja ia harus mempersiapkan diri untuk jadi janda muda dong.
