BAB : 2
Setelah menjemput Megan, Celine segera melajukan mobilnya menuju sekolah.
"Cel ... awas!!!" teriak Megan saat mobil yang dikemudikan oleh Celine hampir menabrak sebuah mobil yang ada di depannya, ketika mau memasuki gerbang sekolah.
Tapi ternyata, itu bukan hampir, memang dirinya sudah menabrak sebuah mobil.
"Omaigatt!!"
Ia dan Megan sama-sama memasang wajah kaget.
"Mampus ... lo nabrak mobil orang, Cel," tunjuk Megan pada sebuah mobil sedan putih yang berhenti tepat di depan mereka.
"Lah, trus gimana dong." Celine mulai panik.
"Elo, sih, masa nggak lihat ada mobil di depan," oceh Megan padanya.
"Lo juga, kenapa nggak bilang ada mobil di depan," balasnya.
"Gimana gue bisa lihat, kan gue lagi ngerjain PR," jelas Megan sambil menunjukkan buku tugas yang masih ia genggam erat.
Pada saat mereka berdua sibuk berdebat, tiba-tiba terhenti seketika saat seseorang menggedor-gedor kaca mobil. Spontan, mereka berdua saling pandang. Celine menepuk jidatnya saat ia meyakini kalau itu adalah si pemilik mobil yang ia tabrak.
"Cel, mending lo turun deh. Itu yang punya mobil tuh," tunjuk Megan kearah seseorang yang sudah berdiri di depan pintu mobilnya, menunggu ia keluar.
"Trus, gue harus gimana?"
Jujur, ini menakutkan. Lebih nakutin daripada menghadapi papanya.
"Lo minta maaf kek atau apalah. Yang jelas, akuin aja kalau ini memang kesalahan lo," saran Megan
"Kok gitu?"
"Ish ... ya memang ini kesalahan lo, kan?"
"Ck ... oke, gue keluar," ujarnya sambil menarik nafas panjang.
"Fighting Joeceline," ujar Megan menyemangati. Ya ampun ... ia berasa mau berperang saja. Dan sudah meyakini kalau ia akan kalah.
Celine membuka pintu dan keluar dari mobil dengan jantung yang sudah tak beraturan lagi detakannya. Ditambah lagi dengan penampakan yang ada dihadapannya saat ini. Seorang cowok ... berperawakan tinggi, bahkan Celine hanya sebatas bahu tu cowok. Wajahnya bisa membuat waktu berhenti seketika itu juga. Buktinya, ia dibuat membisu saat berhadapan dengannya.
"Taukah kamu dengan kesalahan yang kamu lakukan?" tanya nya dingin sambil membuka kacamata hitamnya.
"I-iya, maaf ... tadi nggak sengaja," jelas Celine takut-takut.
Sumpah ... ini ia takut beneran. Meskipun tampang ni cowok keren ... keren gila malah, tapi tetap saja sangat menakutkan kalau dia lagi ngomong. Ia seperti terhipnotis untuk tetap diem.
Megan yang tadinya berada di dalam mobil keluar dan berdiri di samping Celine.
"Ya ampun ... gantengnya," pujinya dengan sedikit melambatkan suaranya. Tapi tetap saja bisa didengar.
Celine sampai menginjak kaki Megan hingga membuat gadis itu mengaduh. Disaat menegangkan seperti ini, bisa-bisanya dia masih memuja dewa, eh, maksudnya cowok yang ada dihadapan mereka.
"Maaf ya Mas, Pak, Kak ... atas kesalahan teman saya ini. Dia habis putus sama pacarnya, jadi waktu nyetir barusan pikirannya lagi blenk, gitu," jelas Megan.
Celine langsung memberi pelototan tajam pada Megan. Apa tak ada alasan yang lebih berbobot gitu, kenapa harus menjelek-jelekkan namanya.
"Lo ngomong yang bener dong," gerutu Celine sambil menyenggol Megan yang ada di sampingnya dengan sengaja. Harusnya di sebelahnya ada got, biar sekalian ia senggol nye.plung ke got. Menyebalkan!
"Ssttt ...." Kode Megan agar tetap diam dan mengikuti permainannya.
"Jadi Begitu ceritanya, Kak, Mas, Pak."
Okelah Megan, mau tak mau Celine harus mengikuti drama pendek yang dibuat Megan. Tapi, haruskah gadis itu memanggil dan menyapa cowok ini dengan tiga sapaan sekaligus?
"Maafin temen saya. Lagipula kan mobilnya nggak kenapa-kenapa ... cuman kegores dikit doang," tambah Megan.
Memang ya, kalo acting ginian mah si Megan jagonya.
Herannya, tanpa komentar dan bicara satu kalimat bahkan satu huruf pun enggak, tu orang langsung saja berlalu pergi.
"Kok dia pergi gitu aja?"
"Ya baguslah," balas Megan.
"Woahh ... lo dewi penyelamat gue," heboh Celine langsung memeluk dan menciumi Megan saking senangnya.
"Ihh ... Celine apa-apaan, sih. Lo masih normal, kan, cuy? Gue nggak mau loh punya temen BXB," histeris Megan menjauhkan Celine dari badannya.
"Enak aja lo ngomong. Ini karna gue saking senengnya," kesal Celine dengan ucapan Megan. Masa iya dirinya melon makan melon, seperti sudah kehabisan stok cowok di negara Indonesia saja.
"Baguslah."
Setelah menghadapi cowok aneh, mereka kembali masuk mobil menuju parkiran.
"Cel, itu bukannya mobil yang barusan lo tabrak?" tanya Megan sambil menunjuk ke arah mobil yang terparkir manis di area parkiran khusus guru.
"Iya ... kayaknya," jawab Celine.
"Bukan kayaknya lagi, Cel. Tapi emang beneran itu mobilnya."
"Tapi dia siapa?" tanya Celine.
''Karena gue bukan tahu, jadi gue enggak tahu."
Celine sampai mengerutkan dahinya untuk mencerna omongan Megan yang malah membahas masalah tahu.
"Kenapa lo tadi nggak nanya namanya, nomer ponselnya atau sekalian nomer rumahnya."
Celine terkekeh mendengar balasan dari Megan.
"Jangankan mau nanya ... minta maaf aja gue ngeri. Orangnya dingin banget."
"Yaudin ... cuz'lah," ajak Megan sembari menarik tangan Celine.
"Eh, eh ... kita mau kemana?"
"Mau mencari tahu, apa yang ingin lo ketahui," balas Megan.
"Mau cariin tu cowok, gitu? Oh, tidak usah Bambang. Ingat dong ... kelas pertama kita sama Pak Diki. Nggak mau dong, pagi-pagi kita harus memutari satu lapangan bola karena telat masuk?"
"Astaga!" Megan menepuk jidatnya. "Yuk, mending masuk kelas."
Untuk kedua kalinya cewek bernama Megan yang ia akui namanya telah diplagiat oleh seorang artis Indonesia itu menariknya dengan paksa, layaknya seekor kuda. Kalau setiap hari tangannya diperlakukan seperti ini, bisa dipastikan dalam jangka waktu satu tahun, ukuran tangannya akan panjang sebelah.
---o00o---
"Selamat pagi ...."
Si pemilik ruanganpun mengarahkan pandangan pada seseorang yang berada di pintu masuk.
"Pak Ervan ... mari, silahkan masuk," ajak Bapak KepSek. "Wah, tumben Anda ke sini?"
Ervan masuk dan menghampiri Bapak KepSek.
"Saya cuma mau mengantarkan surat ini dari Papa, karna beliau nggak bisa datang," jelasnya sambil menyodorkan sebuah map.
"Maaf, Pak Ervan ... saya jadi merepotkan Anda," balas Bapak KepSek merasa tak enak. Iyalah, secara yang berhadapan dengannya saat ini adalah anak dari pemilik Yayasan.
"Nggak apa-apa. Kalau begitu saya permisi dulu," pamitnya tanpa ada pembicaraan lainnya.
"Iya, Pak."
Tapi, sesampainya di pintu saat hendak keluar, tiba-tiba ia memikirkan sesuatu dan kembali balik menghampiri Bapak KepSek.
"Maaf, Pak ... saya mau tanya sesuatu, boleh?"
"Tentu saja boleh, Pak. Anda mau bertanya tentang apa?"
"Apa di sini ada siswi bernama ... Joeceline?" tanya Ervan.
"Joeceline?" Beliau sempat berpikir, mengingat tak semua nama siswa dan siswi ia ingat.
"Nama lengkapnya Joeceline Derra Arghandi," jelas Ervan.
"Oo ... Celine yang itu. Ya ... dia siswi di sini, ruangannya ada di kelas 12D. Bagaimana saya bisa melupakannya, dia salah satu murid yang paling dihapal sama guru satu sekolahan."
"Maksudnya?"
"Ya ... dia sedikit, nakal."
"Nakal?"
"Apa, ya? Nakalnya bukan hal yang fatal, sih. Paling masalah kesopanan, apalagi kedisiplinan. Suka bikin ribut, kadang dia sering cabut. Mungkin itu karena dia kurang mendapat perhatian dari orang tuanya. Seperti sudah diketahui, dia sudah tak memiliki seorang Ibu. Jadi, wajar kalau itu bentuk sikapnya untuk mendapatkan perhatian," jelasnya.
Ervan merekam semua penjelasan yang diutarakan oleh Kepala sekolah tentang gadis bernama Joeceline yang dijodohkan dengannya.
"Memangnya kenapa ya, Pak?"
"Nggak, saya cuma bertanya. Permisi," ujar Ervan meninggalkan ruangan kepala sekolah.
Pada saat ia berjalan di salah satu lorong kelas menuju parkiran, tiba-tiba langkah kakinya terhenti saat ia mendengar seseorang memanggil nama Joeceline.
'Joeceline? Apa itu dia?' batinnya
Saat ia melihat ke arah orang yang di maksud ternyata dia sudah keburu masuk kelas. Entah kenapa tiba-tiba ia malah jadi penasaran dengan rupa si gadis.
---o00o---
"Ya ampun ... kalian berdua lama banget, sih, datangnya," oceh Feby menyambut kedatangan Celine dan Megan.
Harusnya mereka mendapat sambutan yang lebih meriah, bukannya malah mendengar ocehan Feby.
"Tahu nggak, Cel, tadi gue mikirnya elo udah dikirim ke asrama karna ketahuan keluar semalam," jelas Sinta sambil sedikit tertawa.
"Lo juga, kenapa ikut-ikutan telat," tunjuk Feby pada Megan.
"Iyalah ... gue kan nebeng sama Celine," jelas Megan dengan malas. Tapi, ekspressinya langsung berubah seketika.
"Tahu nggak, kita agak telat itu karna tadi si Celine buat masalah," ujar Megan pada keduanya.
"Hello ... lo pikir gue sengaja lakuinnya," komentar Celine atas tuduhan Megan padanya. Toh jelas-jelas itu bukanlah sebuah kesengajaan.
"Yayaya ... apa kata lo lah. Yang jelas, lo udah bikin masalah."
"Heii ... ini masalahnya apa, sih?Ada yang bisa ngasih tahu gue sama Feby?" tanya Sinta.
"Tadi ... Celine nabrak mobil orang di gerbang sekolah," jelas Megan
"Sriuss? Trus gimana?"
"Gimana? Ya jelas yang punya mobil marahlah. Eits ... tapi tunggu dulu." Megan menghentikan perkataannya.
"Kalian berdua tahu, itu yang punya mobil ganteng parah. Ya nggak, Cel?" Megan melirik Celine meminta persetujuan atas pujiannya barusan.
Celine menanggapinya dengan malas.
"Ya ... tapi tetap saja nakutin. Orangnya terlalu dingin," ungkapnya.
"Tapi ganteng loh. Jauh lebih ganteng dari Dennis," tambah Megan membanding-bandingkan.
"Ih, apaan, sih, Megan. Jangan ngebanding-bandingin sama Dennis dong," kesal Celine dengan omongan Megan.
Ya ... memang, untuk standar fisik, ia akui kalau cowok tadi berada jauh di atas Dennis. Tapi, tetap saja ia kesal saat Megan membanding-bandingkannya dengan cowok lain.
"Terbukti loh," balas Megan.
Meskipun ganteng, tapi tetap saja ia nggak suka sama sifatnya itu.
Gimana cewek yang jadi pacarnya ya? Kasihan banget dia harus menghadapi sikap yang menyebalkan itu setiap hari.
---o00o---
Jam menunjukkan pukul 13:30 ... itu berarti kegiatan di sekolah berakhir. Cukup sudah kegiatan menguras otak untuk hari ini.
"Cel, makan siang di luar yuk," ajak Feby
"Iya, gue yang traktir deh kali ini.
Biasalah, baru dapat uang bulanan nih," tambah Sinta.
"Sorry guys ... tapi gue udah janji jalan sama Dennis," tolak Celine atas ajakan ketiga sahabatnya.
"Yahh ...."
Di saat yang bersamaan, ponselnya yang berada di genggamannya berdering, pertanda sebuah pesan masuk. Saat ia periksa, tenyata papanya lah yang mengirimi pesan.
"Celine, pulang sekolah kita makan di luar. Papa tunggu di restoran biasa yang deket kantor Papa."
Celine menghentak-hentakkan kakinya karena kesal.
"Kenapa, Cel?" tanya Megan.
"Nggak tahu, nih, tiba-tiba aja bokap gue malah ngajakin makan siang di luar. Dan herannya, kenapa harus sekarang?" Celine langsung memasang tampang kesalnya.
"Trus, kita nggak jadi jalan nih?" timpal seseorang yang tiba-tiba datang menghampiri mereka semua. Parahnya lagi ternyata itu adalah Dennis
"Maaf ... kayaknya kita gagal jalan hari ini. Nggak apa-apa, kan?" tanya Celine padanya.
Ya ... ia merasa tak enak saja pada cowok yang berstatus sebagai kekasihnya ini. Sudah beberapa bulan jadian, tapi mereka hanya beberapa kali jalan berdua. Tapi ia senang, karna Dennis selalu mengerti dengan posisinya.
Dennis tersenyum menanggapi pernyataan Celine.
"Iya, nggak apa-apa. Kamu tenang aja ... lain kali kan bisa jalan lagi."
"Makasih banyak. Kamu emang selalu ngertiin aku," puji Celine.
"Kalau gitu, aku balik duluan, ya?" ujar Dennis pamit duluan yang ia balas dengan anggukan.
Seperginya Denis ... Megan, Sinta dan Feby malah memberi tatapan penuh kecurigaan. Itu terlihat jelas dari pandangan mereka pada Denis.
"Kalian kenapa, ada yang salah?" tanya Celine bingung.
"Aneh nggak, sih? Lo udah lama pacaran sama Dennis dan cuma bisa jalan beberapa kali doang. Itupun kita juga ngikut karena takut ketahuan saat Papa lo. Bisa dibilang kalian jarang jalan cuma berdua. Tapi, masa iya dia nggak mempermasalahkan itu."
Ayolah ... bisa dikatakan ini bukanlah kecurigaan mereka bertiga untuk yang pertama kalinya. Waktu itu juga pernah.
"Mana ada pasangan yang betah dengan hubungan seperti itu. Tapi si Denis kok fine-fine aja?" tambah Feby ikut-ikutan.
"Ya ... untuk kesekian kalinya kita bertiga punya pemikiran yang sama." Sinta menyetujui.
"Kalian ngomong apaan, sih?"
"Dennis pasti punya cewek cadangan," jawab Feby langasung. "Nggak mungkin dia cuma punya satu cewek, Cel."
Celine memutar bola matanya malas, karena anggapan mereka bertiga tentang Dennis sampai saat inipun belum berubah sama sekali.
"Udah berapa kali gue bilang ... jangan menuduh Dennis sebagai playboy lagi sebelum ada buktinya. Paham! Gue duluan," tambahnya berlalu pergi begitu saja. Kelamaan membahas hal yang sama, bisa-bisa malah membuat masalah baru di antara mereka berempat.
"Tu anak nggak percayaan banget, sih," dengus Feby.
"Feby ... lain kali kalau ngeliat hal-hal penting dan mencurigakan, save buktinya. Biar kita nggak disangka mengada-ada lagi," saran Megan pada Feby.
Ya ... Feby pernah memergoki Dennis jalan sama cewek lain. Saat mengatakan pada Celine, dia malah tak percaya dan beranggapan kalau dirinya nggak akan pernah percaya tanpa adanya bukti yang kuat.
